Sosial Media
powered by Surfing Waves
0
News
    Home Amerika Serikat Berita Dunia Internasional Iran Konflik Timur Tengah Nuklir

    Misteri 400 Kg Uranium Iran Bisa untuk Membuat Bom Nuklir, Teka-teki Besar bagi AS-Israel | Sindonews

    5 min read

     Dunia Internasional,Konflik Timur Tengah

    Misteri 400 Kg Uranium Iran Bisa untuk Membuat Bom Nuklir, Teka-teki Besar bagi AS-Israel | Halaman Lengkap

    Misteri keberadaan lebih dari 400 kg uranium Iran yang bisa untuk membuat bom nuklir menjadi teka-teki besar bagi AS dan Israel. Foto/Maxar Technologies

    TEHERAN 

    - Sejak serangan udara Israel dan Amerika Serikat (AS) terhadap situs-situs nuklir

     Iran 

    bulan lalu menyisakan misteri tak terpecahkan: di mana lebih dari 400 kilogram uranium 235 yang diperkaya (HEU) hingga 60 persen berada. Dengan uranium 235 sebanyak itu, Teheran mampu membuat

     bom nuklir 

    tanpa melakukan pengayaan uranium lagi.

    Misteri keberadaan HEU Iran yang melimpah itu telah dianalisis Edwin Lyman, direktur Keselamatan Energi Nuklir pada program Iklim dan Energi Union of Concerned Scientists.

    Dalam ulasannya di Bulletin of the Atomic Scientists, Kamis (3/7/2025), pakartersebut menyatakan perdebatan publik internasional selama ini hanya difokuskan pada apakah serangan itu menghancurkan kemampuan Teheran untuk membangun senjata nuklir atau hanya menundanya beberapa bulan atau tahun.

    Baca Juga: Pentagon: Dibom AS, Program Nuklir Iran Mundur 1 hingga 2 Tahun

    Stok melimpah HEU Iran, yang dilaporkan oleh Badan Energi Atom Internasional (IAEA) pada bulan Juni, sekarang berstatus tidak tercatat setelah serangan udara awal Israel. Kemungkinan, semua stok itu telah dipindahkan ke lokasi yang aman sebelum serangan terjadi, yang menurut Lyman, dapat digunakan secara langsung untuk membuat bom nuklir tanpa memerlukan pengayaan lebih lanjut.

    Saat ini, kata Lyman, apakah persediaan HEU Iran selamat dari serangan tersebut merupakan teka-teki besar bagi Israel dan Amerika Serikat. Tidak ada opsi militer yang masuk akal untuk menghancurkan atau menyitanya tanpa dapat menentukan lokasinya—yang sekarang dapat berada di mana saja di Iran, dan mungkin tersebar di beberapa lokasi.

    Menurutnya, cara paling efektif bagi masyarakat internasional untuk memperoleh keyakinan penuh bahwa HEU itu tidak dialihkan untuk penggunaan senjata adalah melalui perjanjian diplomatik di mana Israel dan Amerika Serikat akan menolak serangan lebih lanjut, dan Iran akan memberikan IAEA semua informasi dan akses yang dibutuhkannya untuk sepenuhnya menjelaskan nasib persediaan dan dengan cepat membangun kembali rezim verifikasi yang langgeng.

    "Rahasia umum. Bahwa HEU pada pengayaan 60 persen dapat digunakan dalam senjata nuklir bukanlah rahasia negara," tulis Lyman.

    "Pernyataan yang berlaku bahwa Iran membutuhkan uranium 'tingkat senjata' yang diperkaya hingga setidaknya 90 persen uranium 235 untuk membangun alat peledak nuklir—yang diulang-ulang oleh pejabat pemerintah, media, dan komentator—sama sekali salah," lanjut Lyman.

    "Tidak perlu menggali lebih dalam untuk mendokumentasikan dasar pernyataan bahwa semua HEU dapat digunakan sebagai senjata. IAEA menganggap HEU, yang didefinisikan sebagai uranium yang diperkaya hingga 20 persen atau lebih, sebagai bahan 'penggunaan langsung', yang berarti dapat digunakan untuk pembuatan alat peledak nuklir tanpa transmutasi atau pengayaan lebih lanjut," paparnya.

    Ini bukan berarti bahwa semua jenis HEU setara dalam hal kegunaannya sebagai senjata, dan penting untuk memahami perbedaannya.

    “Jumlah signifikan” HEU menurut IAEA, yang didefinisikan sebagai “jumlah perkiraan bahan nuklir yang kemungkinan pembuatan alat peledak nuklir tidak dapat dikesampingkan", adalah 25 kilogram uranium 235 yang terkandung. Untuk bahan yang diperkaya 90 persen, ini setara dengan 27,8 kilogram total uranium.

    Menurut Lyman, tidak sulit untuk melihat bahwa 20 hingga 25 kilogram HEU yang diperkaya 90 persen dapat digunakan untuk membuat senjata implosi generasi pertama yang desainnya mirip dengan senjata plutonium “Fat Man” yang menghancurkan Nagasaki pada tahun 1945—meskipun diameternya lebih besar dan jauh lebih berat.

    Pentagon Yakin Fasilitas Nuklir Iran Hancur Total

    Sementara itu, Pentagon mengatakan pengeboman Amerika Serikat terhadap tiga situs nuklir Iran telah menyebabkan program nuklir Teheran mengalami kemunduran sekitar satu hingga dua tahun. Pengumuman tersebut berdasarkan penilaian intelijen terbaru Amerika.

    "Kami yakin, dan tentu saja semua intelijen yang telah kami lihat telah membuat kami yakin, bahwa fasilitas Iran...telah hancur total," kata kepala juru bicara Pentagon Sean Parnell, sebagaimana dikutip dari The Guardian, Kamis (3/7/2025).

    Ketika ditanya tentang penilaian kerusakan akibat serangan tersebut, Parnell menjawab: "Saya kira kami berpikir mungkin mendekati dua tahun, menurunkan program mereka dua tahun."

    Serangan udara Amerika berlangsung pada 21 Juni malam atau 22 Juni dini hari, ketika tujuh pesawat pengebom siluman B-2 Spirit Angkatan Udara AS diisi ulang bahan bakarnya beberapa kali di udara saat mereka terbang dari pangkalan mereka di Missouri menuju target di Iran.

    Misi tersebut menargetkan tiga fasilitas nuklir Iran: Fordow, Natanz, dan Isfahan.

    Sebanyak 14 GBU-57 Massive Ordnance Penetrators (MOP)—bom penghancur bunker seberat 30.000 pon—dijatuhkan di situs nuklir Fordow dan Natanz. Selain itu, kapal selam berpeluru kendali AS meluncurkan lebih dari dua lusin rudal jelajah serang darat Tomahawk ke situs nuklir Isfahan.

    Menyusul pengeboman AS yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap infrastruktur nuklir Iran, laporan yang saling bertentangan muncul mengenai tingkat kerusakan.

    Penilaian awal yang bocor ke media dari Badan Intelijen Pertahanan (DIA) Pentagon menunjukkan bahwa Iran mungkin masih mempertahankan sebagian besar kemampuan nuklirnya.

    DIA mengonfirmasi kepada Al Arabiya English bahwa mereka telah meluncurkan penyelidikan atas kebocoran penilaian rahasia tersebut, yang menggambarkannya sebagai "penilaian awal" dan "tidak meyakinkan".

    Pejabat dari pemerintahan Presiden Donald Trump telah menolak temuan intelijen yang bocor tersebut, dengan bersikeras bahwa lokasi tersebut "hancur lebur."

    Iran juga telah mengakui bahwa fasilitas nuklirnya mengalami "kerusakan parah" akibat serangan AS.

    Pengeboman AS yang dijuluki "Operasi Midnight Hammer" itu melibatkan lebih dari 125 pesawat, kapal selam berpeluru kendali, puluhan tanker pengisian bahan bakar udara, dan aset lainnya, menjadikannya serangan operasional B-2 terbesar dalam sejarah AS, kata Ketua Kepala Staf Gabungan Jenderal Dan Caine.

    Itu juga merupakan misi B-2 terpanjang kedua yang pernah diterbangkan.

    Serangan itu terjadi setelah Iran dan Israel terlibat pertempuran udara sejak 13 Juni. Teheran telah membalas serangan AS dengan meluncurkan serangan rudal ke Pangkalan Udara Al Udeid Qatar yang dioperasikan militer Amerika.

    (mas)

    Komentar
    Additional JS