Pengamat: Maraknya Aktivis Pro-Israel di Indonesia Sangat Meresahkan, Blak-Blakan Dukung Zionis dan Harus Diwaspadai - Merdeka
Pengamat: Maraknya Aktivis Pro-Israel di Indonesia Sangat Meresahkan, Blak-Blakan Dukung Zionis dan Harus Diwaspadai
Para aktivis pro-Israel mulai gencar menyebarkan narasi propaganda di Indonesia.

Indonesia kini menyaksikan sebuah tren yang meresahkan dalam beberapa tahun terakhir, yakni munculnya publik figur yang secara terbuka menyuarakan dukungan terhadap Israel. Hal ini berbanding terbalik dengan posisi Indonesia yang selama ini teguh mendukung perjuangan kemerdekaan Palestina.
Di garis depan fenomena ini adalah Monique Rijkers, seorang tokoh media asal Jakarta yang mengaku sebagai orang Yahudi-Indonesia dan seorang aktivis pro-Israel. Eksistensinya mulai meningkat, mulai dari kanal YouTubenya “FaktaIsrael” hingga kehadirannya di televisi nasional. Akun YouTubenya sudah memiliki lebih dari 278.000 pelanggan. Ia menyajikan narasi yang bersifat persuasif untuk membela kebijakan dan aksi militer Israel, termasuk agresi di Gaza.
Salah satu videonya yang viral adalah yang berjudul “Rekam Jejak Manipulasi Ambulans oleh Hamas.” Ia berupaya mendiskreditkan krisis kemanusiaan di Gaza yang telah terdokumentasikan secara luas dengan menampilkan perlawanan Palestina sebagai manipulatif dan menyesatkan. Namun, yang lebih mengkhawatirkan adalah banyaknya orang yang berkomentar pada video tersebut dan menggemakan pandangan serupa. Demikian ditulis Dr. Muhammad Zulfikar Rakhmat dalam opininya yang diterbitkan Middle East Monitor pada 11 Juni 2025. Zulfikar Rakhmat adalah Direktur Desk Indonesia-MENA di Pusat Studi Ekonomi dan Hukum (CELIOS) di Jakarta dan Afiliasi Riset di Institut Timur Tengah, Universitas Nasional Singapura.
Tidak hanya beretorika di dunia maya, Rijkers juga turut menghadiri acara langsung. Pada 2017, ia menghadiri Christian Media Summit di Yerusalem. Ia merupakan satu-satunya delegasi asal Indonesia dari 130 peserta internasional yang diundang. Acara yang diselenggarakan oleh Kantor Pers Pemerintah Israel tersebut menjadi ajang penyebaran narasi resmi negara, dan kemudian disuarakan ulang oleh Rijkers tanpa kritik.
Dalam kunjungannya ke Tepi Barat, ia menyoroti aspek teknis dari tembok pemisah Israel. Ia mencatat bahwa hanya 5 persen dari total panjang 629 kilometer berupa dinding beton. Seolah-olah, detail kecil ini cukup untuk menghapus fungsi opresif dari struktur tersebut.
Puji Istana Presiden Israel
Ia juga memuji kesederhanaan kediaman Presiden Reuven Rivlin. Kediaman itu ia bandingkan dengan Istana Kepresidenan Indonesia untuk menampilkan Israel sebagai negara yang “terbuka.” Namun perbandingan ini sangat dangkal. Ia mengabaikan kenyataan bahwa “keterbukaan” institusi Israel berdiri berdampingan dengan sistem eksklusi terhadap warga Palestina.
Pada 2021, Rijkers mengusulkan ide yang lebih kontroversial di laman Facebook miliknya. Ia mengatakan bahwa memindahkan warga Gaza ke Indonesia dan membentuk provinsi ke-35 bernama “Gaza.” Lebih parahnya lagi, ia diberikan panggung luas di media arus utama seperti TVOne dan bahkan diundang ke pesantren seperti Ponpes Al-Zaytun.
Figure lain yang menyuarakan propaganda serupa adalah Flemming Pangabean, ia merupakan WNI yang tinggal di Israel. Pangabean mempromosikan Israel sebagai tujuan kerja dan pendidikan bagi warga Indonesia, termasuk membayangkan 100 pemuda Batak Kristen belajar di sana untuk “pergeseran demografi.” Meski narasinya kurang berpengaruh, ia turut mendukung normalisasi hubungan dengan Israel. Ia mempromosikan universitas Israel yang menawarkan beasiswa.
Keduanya berdalih bahwa hubungan diplomatik dengan Israel akan mendatangkan keuntungan ekonomi dan teknologi bagi Indonesia. Rijkers bahkan menyebut ini bisa menjadi “warisan” bagi mantan Presiden Indonesia Joko Widodo. Namun mereka melupakan fakta utama bahwa normalisasi yang mereka pikirkan berarti melegitimasi sistem apartheid. Perdamaian tidak akan tercapai tanpa keadilan, akuntabilitas, dan penghentian pendudukan serta blokade yang terjadi di Gaza.
"Tidak ada yang menolak hak kebebasan berbicara Rijkers atau Pangabean. Namun, kita harus waspada terhadap platform yang kita berikan kepada mereka dan narasi yang mereka promosikan. Aktivisme pro-Israel di Indonesia bukan sekadar isu kebijakan luar negeri; ini adalah ujian bagi ingatan kolektif kita, kompas moral kita, dan komitmen kita untuk berdiri bersama yang tertindas, bukan penindas," tulis Zulfikar Rakhmat.
"Jangan biarkan video-video licik atau ilusi diplomatik mengalihkan perhatian kita dari kenyataan mengerikan di lapangan: masyarakat yang menghadapi genosida, masih menunggu keadilan, dan masih mengandalkan solidaritas kita yang tak tergoyahkan," tegasnya.
Reporter Magang: Devina Faliza Rey