Sosial Media
powered by Surfing Waves
0
News
    Home Featured Pendidikan pinfo Pulau Timor Sekolah Rakyat Tenun

    Perjuangan Irene, Siswi Sekolah Rakyat di Pulau Timor Bantu Mama Jual Tenun dan Gorengan - Kompas

    5 min read

     Pendidikan,

    Perjuangan Irene, Siswi Sekolah Rakyat di Pulau Timor Bantu Mama Jual Tenun dan Gorengan

    KOMPAS.com - Program Sekolah Rakyat yang digagas Presiden Prabowo Subianto sedang digalakkan di berbagai wilayah Indonesia jelang pembukaan perdananya di tahun ajaran 2025/2026.

    Termasuk di Pulau Timor, Nusa Tenggara Timur. Irene Patrisia merupakan warga Desa Oemasi, Nekamese, Kabupaten Kupang. Jaraknya satu jam dari Oelamasi, Ibu Kota Kabupaten Kupang.

    Usia Irene baru 13 tahun. Bungsu dari empat bersaudara ini terbiasa hidup mandiri tanpa sosok ayah.

    Ibunya, Sisilia Taneno bekerja sebagai penenun kain tradisional. Sudah 14 tahun Sisilia menggeluti pekerjaan itu sejak sang suami pergi menelantarkan ia dan keluarga.

    Masa Pengenalan Siswa Sekolah Rakyat Butuh Seminggu, Apa Saja Agendanya?

    Baca juga: 20 Persen Siswa Sekolah Rakyat di Kupang Kurang Berat Badan

    Jualan kain tenun hingga gorengan

    Usai pulang sekolah Irene selalu duduk di samping ibunya untuk membantu meluruskan benang, menggulung gulungan kecil atau menahan alat tenun kayu agar tetap seimbang.

    Irene mengaku sejak kelas 3 SD terbiasa membantu ibunya dan merapikan rumah dengan senang hati.

    “Beta biasa bantu mama supaya mama sonde terlalu cape,” kata Irene dalam bahasa daerahnya yang artinya saya biasa membantu supaya mama tidak terlalu capek, dilansir Antaranews, Senin (14/7/2025).

    Baca juga: Sarjana-sarjana yang Nyemplung Got demi Jadi PPSU...

    Bukan sekadar itu, Irene terpikirkan ide berjualan gorengan di sekitar rumah. Di kala ibunya masih sibuk menenun Irene membuat adonan tepung untuk menggoreng makao (bakwan yang dicetak bulat), tempe, dan pisang.

    Setiap sore Irene dan kakak ketiganya, Tiko membawa puluhan gorengan yang dijajakan dengan berkeliling desa. Harga satu potongnya Rp 1.000.

    Mereka bisa membawa pulang hasil jualan Rp 50.000 hingga Rp 70.000 per hari. Uang itu dipakai untuk membeli beras, sabun, bahkan bisa membantu membayar iuran bulanan sekolah Irene di SD Katolik St Yoseph Kuaputu dan dua kakaknya di bangku SMA.

    Baca juga: Melihat Aktivitas Sekolah Rakyat di Jakarta dari Dekat...

    Sementara untuk menghasilkan satu kain tenun polos Sisilia membutuhkan waktu empat hari dan jika dijual harganya Rp 12.500 sampai Rp 15.000 per helai.

    Sedangkan kain tenun motif sotis dapat dibandrol Rp 800 ribu per helai namun memakan waktu sebulan penuh.

    “Tenun sotis baru dibuat tunggu ada yang pesan. Saya bisa banyak motif. Tapi itu pesanan sudah sangat jarang, kalau pun ada paling satu atau dua saja dalam setahun,” kata Sisilia dengan logat khasnya.

    Hasil karya Sisila ini telah mengantarkan putri sulungnya hingga kuliah di sebuah universitas di Kota Kupang hingga mendapat beasiswa penuh program Kartu Indonesia Pintar (KIP).

    Kini Irene terpilih menjadi salah satu murid Sekolah Rakyat Kupang jenjang SMP setelah melalui tahapan penyaringan ketat pada medio April-Juni.

    Baca juga: 63 Sekolah Rakyat Akan Beroperasi Pertengahan Juli 2025

    Sekolah Rakyat ringankan beban keluarga

    Pada Jumat, 11 Juli 2025 lalu, Irene harus berpisah dengan ibu dan kakak-kakaknya lantaran akan menempati asrama Sekolah Rakyat dan kegiatan belajar akan dimulai pada 14 Juli.

    Mama Sisil tak henti memandangi sang putri yang tertawa riang bersama teman-temannya di dalam minibus milik Kementerian Sosial sampai mereka benar-benar pergi menjauh. Sekolah Rakyat Kupang memanfaatkan bangunan milik Sentra Efata di Naibonat, Kabupaten Kupang.

    Baca juga: Apa Itu Sekolah Rakyat yang Mulai Aktif Hari Ini?

    Bagi Sisilia, Sekolah Rakyat tak hanya meringankan bebannya, tetapi rezeki yang tak terhingga karena buah hatinya akan aman selama berada dalam asuhan negara, dan punya masa depan yang cerah.

    Irene bercita-cita menjadi seorang biarawati untuk mengabdikan diri dan melayani umat Kristiani. Cita-cita itu tumbuh setelah ia melihat langsung para suster dari Spanyol yang datang ke sekolahnya beberapa tahun lalu. Menurutnya para suster itu tulus melayani jemaat gereja dan bicaranya anggun di depan banyak orang.

    “Beta suka pelajaran agama sama bahasa Indonesia, supaya bisa ngomong baik kayak suster-suster itu,” ujar Irene yang malu-malu sembari menutupi mukanya.

    Di samping faktor ekonomi, kepribadian Irene yang rajin membantu ibunya inilah yang membuat ia dikenal oleh petugas pendamping dari Sentra Efata, Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kementerian Sosial sekaligus bagian penyelenggara Sekolah Rakyat Berasrama Kabupaten Kupang.

    Baca juga: 63 Sekolah Rakyat Siap Beroperasi Mulai Tanggal 14 Juli

    Sekolah Rakyat Kupang diperuntukkan bagi anak-anak dari keluarga dengan tingkat ekonomi dasar (desil 1–4) tanpa pungutan biaya. Irene berharap ibunya selalu sehat supaya sesekali bisa menjenguknya di asrama.

    Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.
    Komentar
    Additional JS