Negara Bakal Ambil Alih Tanah Nganggur 2 Tahun, Hasan Nasbi: Cegah Konflik Agraria | SINDONEWS
Negara Bakal Ambil Alih Tanah Nganggur 2 Tahun, Hasan Nasbi: Cegah Konflik Agraria | Halaman Lengkap

Makin mudah baca berita nasional dan internasional.
Kamis, 17 Juli 2025 - 09:36 WIB
Istana melalui Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) Hasan Nasbi buka suara soal rencana pengambilalihan tanah bersertifikat yang tidak dimanfaatkan selama dua tahun. Foto/Dok.SindoNews
- Istana melalui Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO)
Hasan Nasbibuka suara soal rencana pengambilalihan
tanah bersertifikatyang tidak dimanfaatkan selama dua tahun. Kebijakan ini bertujuan untuk mendorong keadilan agraria dan mencegah konflik akibat lahan terlantar.
"Jadi semangat pemerintah yang pertama, semangat pemerintah adalah supaya tidak ada lahan-lahan yang terlantar. Lahan-lahan terlantar ini juga bisa juga menimbulkan konflik agraria karena dibiarkan sekian lama, ada orang yang menduduki, kemudian terjadi konflik agraria," ujar Hasan saat Konferensi Pers di Kantor PCO, Jakarta, dikutip Kamis (17/7/2025).
Baca juga: Terungkap, 26,8 Juta Hektare Tanah di Indonesia hanya Dimiliki 60 Keluarga
Hasan menjelaskan bahwa rencana tersebut memiliki dasar hukum yang kuat, yakni Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar.
Aturan ini sudah berlaku sejak Februari 2021 dan mencakup seluruh bentuk hak atas tanah, mulai dari Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), hak pakai, hingga hak milik.
Langkah penertiban ini sebelumnya disampaikan oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang Nusron Wahid dalam Forum Nasional yang digelar di Jakarta pada Minggu (13/7/2025).
Pemerintah berencana menjatuhkan sanksi administratif berupa surat peringatan kepada pemilik lahan yang tidak memanfaatkan tanahnya selama dua tahun berturut-turut. Jika peringatan diabaikan, lahan tersebut dapat diambil alih oleh negara.
Baca juga: Baca juga: Kementerian ATR/BPN Tegaskan Privatisasi Pulau di Indonesia Tak Diatur UU
"Pemerintah tidak akan serta-merta melakukan seperti itu karena ada masa tunggunya, sekian tahun, ada peringatannya, tiga kali peringatan supaya lahan itu tidak ditelantarkan," jelas Hasan.
Ia juga menegaskan bahwa kebijakan ini tidak hanya soal produktivitas, tetapi juga semangat keadilan. Pemerintah menyoroti kasus-kasus di mana pemilik modal besar menguasai lahan melebihi hak yang diberikan.
"Kalau ada kapital-kapital besar yang memiliki lahan atau mengelola lahan di luar kewenangannya. Misalnya dia dapat hak untuk mengelola 100 ribu hektarr. Tapi dia mengelola 150 ribu hektarr, dan sisanya itu tentu akan harus dikembalikan kepada negara. Ini untuk keadilan. Jadi semangat pemerintah untuk keadilan," katanya.
Hasan menekankan, pemerintah ingin memastikan tanah yang sudah diberikan haknya benar-benar dimanfaatkan secara produktif, sesuai peruntukan, dan tidak menjadi sumber sengketa di kemudian hari.
"Jadi semangatnya itu bukan semangat mengambil, semangatnya itu adalah mendorong orang yang memiliki lahan, supaya menjadikan lahannya produktif atau digunakan supaya nanti tidak dihidupin orang. Tiba-tiba 10 tahun datang, sudah ada orang di sana. Jadi konflik agraria. Untuk mencegah konflik-konflik yang tidak perlu," sebutnya.
(shf)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com,
Klik Disiniuntuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Lanjut Baca Berita Terkait Lainnya
Infografis

Negara NATO Ini Klaim akan Diinvasi Rusia dalam Beberapa Tahun