OJK Dorong Perbankan di Aceh Kembangkan Produk Keuangan, Ini Alasannya - Serambinews
OJK Dorong Perbankan di Aceh Kembangkan Produk Keuangan, Ini Alasannya - Serambinews

Laporan Sara Masroni | Jakarta
SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Aceh, Daddi Peryoga mengatakan, perbankan di Aceh harus mengembangkan produk keuangannya mengingat terdapat kesenjangan setiap tahun antara kebutuhan pembiayaan dengan ketersediaan uang di bank-bank.
Hal itu disampaikannya saat Media Update di salah satu hotel kawasan Jakarta Selatan, Senin (4/8/2025) dalam rangkaian kegiatan Media Gathering Bersama Kantor OJK se-Wilayah Sumatera Bagian Utara di Jakarta selama 4-6 Agustus 2025.
Dikatakan, fungsi intermediary perbankan atau bank perantara di Aceh sudah sangat optimal, maka selama ini harus meminjam uang dari luar untuk memberikan pembiayaan.
“Ada gap setiap tahun pengusaha di Aceh mendapatkan pembiayaan dari bank di luar Aceh. Artinya apa, kita memang butuh pengembangan produk dan lain sebagainya agar pengusaha di Aceh mendapatkan pembiayaan. Bank di Aceh sudah sangat over pembiayaannya,” ungkap Daddi.
Sementara Koordinator Wilayah Sumatera Bagian Utara sekaligus Kepala OJK Provinsi Sumut, Khoirul Muttaqien memaparkan, Pulau Sumatera memiliki pertumbuhan tertinggi ke-3 pada kuartal pertama atau Q1 tahun 2025.
Wilayah ini didominasi oleh sektor pertanian, perdagangan, dan industri pengolahan dan berorientasi ekspor, sementara harga komoditas ekspor utama seperti CPO, minyak mentah, dan batubara dalam tren yang menurun dibandingkan tahun 2022.
Baca juga: OJK Dukung Pembentukan Lembaga Penjaminan Pembiayaan Daerah Syariah di Aceh, Ini Tujuannya
Sementara khusus Aceh, beberapa daerah seperti Aceh Barat mencatat pertumbuhan
sangat tinggi yakni +13,62 persen YoY.
"Pertumbuhan didorong sektor pertanian seperti kopi Gayo, sawit, kakao dan perdagangan," ungkap Taqien.
Koordinator OJK Wilayah Sumatera bagian Utara itu juga menyinggung soal potensi pengembangan di daerah, salah satunya Aceh dengan nilamnya.
"90 persen minyak nilam dunia berasal dari Indonesia. Aceh masih menjadi produsen terbesar, diikuti Bengkulu, Sumatera Barat, dan Lampung," ungkap Taqien.
Dikatakannya, setiap hektare kebun nilam mampu menghasilkan 200-300 kg daun kering, yang disuling menjadi 15-20 liter minyak.
"Sementara tiga tantangan utama yang dihadapi adalah fluktuasi harga, serangan penyakit tanaman, dan standar sertifikasi internasional," pungkasnya.
Kegiatan ini dibuka Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi, kemudian materi dari Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK Mohammad Ismail Riyadi, manajer editor salah satu media nasional, serta sejumlah pejabat dan kepala OJK dari lima provinsi di Sumatera bagian utara.
Para jurnalis dalam kegiatan tersebut juga berkesempatan ke Bursa Efek Indonesia untuk mendapatkan edukasi terkait salah satu instrumen investasi yang baik dan benar, kemudian mengunjungi Kota Tua dan Pantai Indah Kapuk (PIK 2), belajar terkait pengembangan tempat wisata berbasis budaya serta kearifan lokal yang nantinya bisa diterapkan di Aceh.(*)