Sosial Media
powered by Surfing Waves
0
News
    Home Dunia Internasional Featured Hamas Konflik Timur Tengah

    Pertama Kali, Indonesia dan Negara-negara Arab Kecam Serangan Hamas 7 Oktober terhadap Israel | SINDONEWS

    4 min read

     Dunia Internasional, Konflik Timur Tengah, 

    Pertama Kali, Indonesia dan Negara-negara Arab Kecam Serangan Hamas 7 Oktober terhadap Israel | Halaman Lengkap

    Indonesia dan negara-negara Arab, untuk pertama kalinya, mengecam serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023. Foto/Middle East Institute

    NEW YORK 

    - Negara-negara Arab dan mayoritas Muslim, termasuk

     Indonesia, 

    telah menandatangani "Deklarasi New York" yang untuk pertama kalinya mengecam serangan

     Hamas 

    terhadap Israel pada 7 Oktober 2023. Deklarasi itu juga menyerukan Hamas membebaskan semua sandera, melucuti senjata, dan mengakhiri kekuasaannya di Gaza.

    Sebanyak 17 negara, ditambah 22 negara anggota Liga Arab dan seluruh Uni Eropa, memberikan dukungan mereka terhadap "Deklarasi New York" setebal tujuh halaman, yang dokumennya diperoleh The Times of Israel. Dokumen itu disepakati dalam konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang menghidupkan kembali solusi dua negara bagi Israel dan Palestina.

    "Deklarasi New York" menetapkan rencana bertahap untuk mengakhiri konflik yang telah berlangsung hampir delapan dekade dan perang yang sedang berlangsung di Gaza. Rencana tersebut akan berpuncak pada Palestina yang merdeka dan bebas militer, hidup berdampingan secara damai dengan Israel, dan pada akhirnya integrasi mereka ke dalam kawasan Timur Tengah yang lebih luas.

    Baca Juga: 5 Negara NATO Pemasok Kapal Militer untuk Indonesia, Salah Satunya Mantan Penjajah

    Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menentang solusi dua negara dan telah menolak pertemuan tersebut dengan alasan nasionalisme dan keamanan. Sekutu dekat Israel, Amerika Serikat, juga memboikot, menyebut pertemuan tersebut "tidak produktif dan tidak tepat waktu."

    Duta Besar Israel untuk PBB Danny Danon, pada Selasa malam, mengkritik tajam sekitar 125 negara yang berpartisipasi dalam konferensi tersebut, dengan mengatakan: "Ada pihak-pihak di dunia yang memerangi teroris dan kekuatan ekstremis, dan ada pula pihak-pihak yang menutup mata terhadap mereka atau memilih untuk berdamai."

    Konferensi tersebut, yang ditunda sejak Juni dan diturunkan tingkatannya dari para pemimpin dunia menjadi menteri, untuk pertama kalinya membentuk delapan kelompok kerja tingkat tinggi untuk mengkaji dan mengajukan proposal mengenai berbagai topik terkait solusi dua negara.

    "Dalam konteks mengakhiri perang di Gaza, Hamas harus mengakhiri kekuasaannya di Gaza dan menyerahkan persenjataannya kepada Otoritas Palestina, dengan keterlibatan dan dukungan internasional, sejalan dengan tujuan Negara Palestina yang berdaulat dan merdeka," demikian isi deklarasi tersebut.

    "Kami mengutuk serangan yang dilakukan Hamas terhadap warga sipil pada 7 Oktober," imbuh deklarasi tersebut, yang dilansir Times of Israel, Kamis (31/7/2025).

    "Kami juga mengutuk serangan Israel terhadap warga sipil di Gaza dan infrastruktur sipil, pengepungan, dan kelaparan, yang telah mengakibatkan bencana kemanusiaan yang dahsyat dan krisis perlindungan."

    "Deklarasi New York" menyusul seruan pada hari Senin oleh delegasi Otoritas Palestina di Perserikatan Bangsa-Bangsa agar Israel dan Hamas meninggalkan Gaza, yang memungkinkan Otoritas Palestina untuk mengelola wilayah pesisir tersebut.

    Deklarasi tersebut juga menyerukan kemungkinan pengerahan pasukan asing untuk menstabilkan Gaza setelah berakhirnya permusuhan.

    Deklarasi itu, lebih lanjut, mendesak diakhirinya larangan Israel terhadap badan PBB untuk pengungsi Palestina dan keturunan mereka, UNRWA, sekaligus menegaskan kembali "hak kembali" warga Palestina ke tempat-tempat di Israel yang mereka tinggalkan atau diusir sekitar pembentukan Negara Israel pada tahun 1948—sebuah gagasan yang dikesampingkan oleh pemerintahan Israel berturut-turut yang berpendapat hal ini akan merusak keberadaannya sebagai negara Yahudi.

    Teks tersebut juga mendesak rehabilitasi ekonomi Palestina, serta penghapusan materi yang menghasut dan mengandung kebencian dari kurikulum sekolah Otoritas Palestina—sebuah tuntutan yang juga ditujukan kepada Israel.

    Prancis, yang menjadi ketua bersama konferensi tersebut bersama Arab Saudi, menyebut deklarasi tersebut "bersejarah dan belum pernah terjadi sebelumnya", dan menyerukan negara-negara anggota PBB untuk mendukung deklarasi tersebut. Deklarasi ini menguraikan langkah-langkah nyata, berjangka waktu, dan tidak dapat diubah menuju penerapan solusi dua negara—yang ditolak keras oleh pemerintah Israel saat ini.

    "Untuk pertama kalinya, negara-negara Arab dan Timur Tengah mengutuk Hamas, mengutuk [serangan] 7 Oktober, menyerukan pelucutan senjata Hamas, menyerukan pengucilannya dari pemerintahan Palestina, dan dengan jelas menyatakan niat mereka untuk menormalisasi hubungan dengan Israel di masa mendatang," kata Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Noel Barrot.

    Namun, meskipun deklarasi tersebut mencakup janji umum untuk "integrasi regional penuh" dan "langkah-langkah nyata dalam mempromosikan pengakuan bersama, koeksistensi damai, dan kerja sama di antara semua negara di kawasan", deklarasi tersebut tidak memuat niat eksplisit dari para penandatangan untuk membangun hubungan diplomatik penuh dengan Israel.

    Deklarasi yang dipelopori oleh Prancis dan Arab Saudi ini ditandatangani oleh Liga Arab, Uni Eropa, Mesir, Qatar, Yordania, Turki, Indonesia, Inggris, Kanada, Irlandia, Spanyol, Italia, Jepang, Brasil, Meksiko, Norwegia, dan Senegal.

    Perang brutal Israel di Gaza telah menewaskan lebih dari 60.000 warga Palestina, menurut Kementerian Kesehatan Gaza yang dikelola Hamas.

    Pada hari Selasa, Menteri Luar Negeri Israel Gideon Sa’ar mengatakan kepada wartawan bahwa Israel tidak akan menyerah pada "kampanye tekanan internasional yang menyimpang" untuk mengakhiri perang di Gaza dan memaksakan solusi dua negara kepada Israel.

    "Mendirikan Negara Palestina saat ini sama saja dengan mendirikan negara Hamas. Negara jihadis," kata Sa’ar. "Itu tidak akan terjadi," ujarnya.

    (mas)

    Komentar
    Additional JS