Serangan Balik Tom Lembong: Antara Keadilan dan Panggung Politik - tirto
Serangan Balik Tom Lembong: Antara Keadilan dan Panggung Politik

tirto.id - Langkah Thomas Trikasih Lembong usai lepas dari dakwaan dan menerima abolisi dari Presiden Prabowo Subianto menarik perhatian publik. Melalui kuasa hukumnya, mantan Menteri Perdagangan Indonesia itu resmi melaporkan para hakim yang sebelumnya menjatuhkan vonis 4,5 tahun terhadap dirinya dalam perkara korupsi impor gula, ke Mahkamah Agung (MA), Senin (4/8/2025). .
Kuasa Hukum Tom Lembong, Zaid Mushafi, menyebut perlu adanya evaluasi dan koreksi mendalam terhadap proses hukum yang dijalani oleh Tom. Ia lantas mengecam perlakuan yang diterima kliennya.
“Seluruh majelis hakim yang memutus perkara Pak Tom ini, karena tidak ada dissenting opinion [atas putusan Tom], di situ kita laporkan semuanya,” sebutnya di Gedung MA, Jakarta Pusat, usai membuat laporan, Senin (4/8/2025).
Meski telah menerima abolisi dari presiden, Zaid menyebut Tom Lembong mendorong agar penelusuran terhadap proses hukum yang sempat menjeratnya tetap dilakukan.
Tom, kata Zaid, memandang bahwa perjuangannya belum selesai hanya dengan memperoleh kebebasan. Ia menilai, keadilan tidak boleh berhenti pada satu individu, melainkan harus menjadi hak yang dapat dirasakan oleh semua warga negara.
Laporan itu diharapkan bisa mengubah cara aparat penegak hukum (APH) menangani kasus-kasus serupa nantinya. Di satu sisi, Tom disebut menghargai langkah penerbitan abolisi.
“Ada yang harus dikoreksi, ada yang harus dievaluasi. Dia [Tom Lembong] ingin mewujudkan janji-janji, bahwasannya proses penegakan, proses evaluasi, atau koreksi atas penegakan hukum terhadap dirinya, itu dilakukan,” lanjut Zaid.
Meski manuver tersebut memunculkan spekulasi mengenai motif di balik “serangan balik” yang dilakukannya; apakah murni sebagai upaya penegakan keadilan, atau justru merupakan bagian dari strategi politik untuk menjaga bara perlawanan serta mempertahankan relevansi di ruang publik.
Langkah yang Tepat Secara Hukum
Peneliti bidang hukum dan regulasi dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Muhamad Saleh, menilai langkah Tom Lembong melaporkan para hakim yang memvonisnya ke MA sebagai tindakan yang logis secara hukum.
Dia menjelaskan, sejak Tom memperoleh abolisi dari presiden, haknya untuk menempuh jalur banding otomatis gugur. Artinya, tidak ada lagi ruang hukum bagi Tom untuk mengoreksi atau menantang substansi putusan yang menjatuhkan vonis 4,5 tahun penjara terhadapnya dalam kasus impor gula.
Padahal, dalam situasi ini muncul berbagai spekulasi di publik terhadap isi dan dasar pertimbangan putusan hakim.
“Hari ini banyak sekali spekulasi terhadap putusan itu. Kenapa ketidakadaan mens rea bisa menjadi pertimbangan hakim untuk menghukum Tom Lembong? Kemudian tidak ada keuntungan yang diambil. Dan ada dalil menguntungkan kapitalisme dan sebagainya yang tertuang dalam putusan itu, kan membuat spekulasi terhadap putusan itu. Nah, spekulasi terhadap putusan itu sayangnya dengan adanya abolisi itu tidak ada ruang untuk diverifikasi lagi,” ujarnya saat dihubungi Tirto, Rabu (6/8/2025).
Karena itu, menurut Saleh, pelaporan terhadap hakim menjadi satu-satunya ruang yang tersisa bagi Tom Lembong dan tim hukumnya untuk menggali kebenaran di balik proses pengambilan putusan tersebut.
Selain itu, langkah ini juga dapat membuka peluang untuk mengetahui apakah terdapat intervensi eksternal dalam proses peradilan.
“Sehingga ada dua keuntungan di sana. Pertama, Tom memiliki ruang untuk menggali kembali kenapa kemudian putusan itu bisa muncul. Dari sisi hakim, apakah ada intervensi? Kalau terbukti maka menarik, artinya ada pihak eksternal yang terlibat. Tapi kalau tidak terbukti hakim, itu kan akhirnya terpulihkan nama baiknya. Nah, maka sebenarnya langkah ini harus kita apresiasi,” ujarnya.
Saleh menekankan bahwa pelaporan semacam ini merupakan hak hukum yang sah. Dari sisi hukum ia menjelaskan, Tom juga dapat menempuh jalur etik melalui Komisi Yudisial (KY). Jalur ini ditempuh apabila terdapat dugaan pelanggaran kode etik oleh hakim dan juga melalui internal MA lewat Badan Pengawasan (Bawas).
Meski pelaporan tersebut tidak akan berpengaruh terhadap putusan yang telah final dan tidak dapat diubah, langkah ini dinilai penting untuk memutus mata rantai spekulasi yang berkembang di publik.

“Ini adalah langkah yang terakhir yang bisa dilakukan untuk memastikan spekulasi-spekulasi terhadap putusan itu bisa diambil karena abolisi pada akhirnya menghilangkan upaya dia itu. Saya kira begitu ya mungkin. Dan ini harus kita lihat dari perspektif hukum yang normal-normal saja sebenarnya tidak begitu cukup spesial,” ujarnya.
Ia juga mengingatkan bahwa dalam praktik peradilan, pelaporan terhadap hakim oleh pihak yang berperkara bukanlah hal yang luar biasa. Sudah kerap terjadi dalam berbagai kasus sebelumnya.
Pelaporan ini juga tak punya potensi risiko bagi Tom Lembong. Jika laporan terbukti, maka akan ada konsekuensi etik atau disipliner terhadap hakim. Namun bila tidak terbukti, maka tidak akan ada dampak hukum terhadap perkara tersebut.
Strategi Politik Tom Lembong
Pakar politik dan pemerintahan, Agung Wicaksono, menilai langkah Tom melaporkan para hakim, setelah menerima abolisi, bukan sekadar reaksi emosional atau bentuk pembalasan pribadi. Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Riau (UIR) itu menilai tindakan itu sebagai bagian dari strategi politik simbolik (symbolic politics).
“Saya melihat langkah ini sebagai bagian dari testing the water. Dia sedang menguji sejauh mana resonansi publik terhadap dirinya jika tampil sebagai tokoh yang berani melawan sistem,” ujarnya saat dihubungi Tirto, Rabu (8/6/2025).
Lebih lanjut, Agung menjelaskan bahwa Tom Lembong sedang membangun narasi sebagai korban kriminalisasi, sembari berupaya memposisikan dirinya sebagai representasi dari ketimpangan sistem hukum yang lebih luas.

Dalam teori framing, ini adalah strategi untuk mengarahkan opini publik agar melihat persoalan pribadinya sebagai bagian dari problem struktural.
“Kalau narasi ini berhasil mendapat simpati, itu bisa jadi pintu masuk untuk positioning politik jangka panjang,”ujarnya.
Agung juga menyoroti bahwa manuver politik Tom Lembong ini bukan tanpa risiko. Menurutnya, apabila langkah pelaporan terhadap hakim tidak ditopang oleh bukti yang kuat dan komunikasi publik yang tepat, maka bisa muncul kesan negatif bahwa Tom sekadar bertindak atas dasar frustrasi, bahkan menyerang institusi hukum.
Meski demikian, ia menilai bahwa Tom tidak sedang memburu kekuasaan dalam waktu dekat. Ia melihat langkah ini sebagai bagian dari strategi jangka panjang untuk membangun kesan sebagai oposisi yang rasional, serta simbol dari upaya perbaikan sistem.
“Jika publik menaruh simpati, bukan tidak mungkin dia akan muncul sebagai alternatif dalam kontestasi politik ke depan,” pungkasnya.
Tom Lembong Berpotensi Jadi Game Changer di Politik
Terpisah, Analis Sosio Politik dari Helios Strategic Institute, Musfi Romdoni, menilai langkah Tom Lembong mengajukan gugatan terhadap para hakim pascaabolisi merupakan sesuatu yang menarik dan di luar kebiasaan. Ada upaya politis yang bisa terlihat.
“Jadinya, dalam bacaan saya, gugatan Tom Lembong ini sebagai simbol politik. Tom seperti menunjukkan sedang terjadi ketidakadilan yang harus dilawan dan harus dihentikan,” ujarnya saat dihubungi Tirto, Rabu (6/8/2025).
Lebih lanjut, Musfi juga menilai bahwa Tom sedang memanfaatkan momentum politik yang sangat strategis. Hal ini disebabkan, namanya tengah menjadi sorotan luas dan diperbincangkan di berbagai ruang publik. Gugatan ini, kata Musfi, berpotensi menciptakan perhatian nasional yang besar.
“Tafsiran lanjutannya, bisa jadi juga ini menjadi sinyal atau simbol terhadap pihak-pihak yang ada di belakang kasus yang menimpanya. Saya kira tafsiran-tafsiran seperti itu sudah ditangkap publik,” ujarnya.

Analisisnya, Tom Lembong berpotensi menjadi game changer dalam peta perpolitikan nasional ke depannya. Ia menyebut bahwa Tom berpotensi diproyeksikan memimpin partai yang akan dibentuk oleh Anies Baswedan. Apabila seluruh proses berjalan sesuai rencana, deklarasi partai tersebut kemungkinan akan dilakukan dalam waktu dekat.
“Apalagi Tom sedang menjadi perbincangan nasional. Gerakan ataupun partai yang nantinya dibentuk akan menarik atensi, simpati, dan dukungan luas. Mereka yang melihat ketidakadilan akan menaruh harapannya di partai Tom dan Anies nantinya,” ujarnya.
“Beberapa minggu terakhir ini kan ada banyak influencer besar yang membahas kasus Tom Lembong. Bukan tidak mungkin para influencer itu akan mengkampanyekan partai Tom dan Anies sebagai partai alternatif di tengah kejenuhan publik terhadap partai yang sudah ada,” tutup Musfi.
tirto.id - Hukum
Reporter: Alfitra Akbar
Penulis: Alfitra Akbar
Editor: Alfons Yoshio Hartanto