4 Fakta Vaksin Kanker Buatan Rusia yang Diklaim Sukses di Uji Praklinis - Kompas
Kesehatan,Dunia Internasional,
KOMPAS.com - Rusia meluncurkan vaksin kanker baru bernama EnteroMix yang diklaim memiliki keberhasilan 100 persen pada uji praklinis.
Dilansir dari Times of India, Rabu (10/9/2025), vaksin ini dikembangkan dengan teknologi serupa vaksin mRNA Covid-19.
Pengumuman EnteroMix menjadi salah satu sorotan di Forum Ekonomi Timur ke-10, yang dihadiri ribuan delegasi dari 75 negara.
Jika mendapat persetujuan, vaksin ini bisa menjadi tonggak penting dalam upaya global melawan kanker.
Lalu, apa saja fakta yang perlu diketahui dari vaksin EnteroMix?
Baca juga: Vaksin HPV Sebabkan Kemandulan dan Menopause Dini? Dokter Ungkap Faktanya
1. Sudah diteliti beberapa tahun
Kepala Badan Medis dan Biologi Federal (FMBA) Rusia, Veronika Skvortsova mengatakan, temuan vaksin kanker ini diumumkan dalam Forum Ekonomi Timur (EEF) di Vladivostok.
Ia menjelaskan bahwa pihaknya telah melakukan penelitian selama beberapa tahun terhadap vaksin kanker.
Dan beberapa tahun terakhir, digunakannya bersama tim untuk memfokuskan pada uji praklinis.
“Vaksin ini siap digunakan. Kami hanya menunggu persetujuan resmi,” ujar Skvortsova.
2. Keamanan vaksin EneteroMix
Dikutip dari Newsweek, Senin (8/9/2025), konsultan onkologi medis dari Imperial College London, Dr. David James Pinato, menegaskan hasil praklinis menunjukkan keamanan vaksin, bahkan setelah pemberian berulang, serta memiliki efektivitas yang signifikan.
Uji coba memperlihatkan penurunan ukuran tumor dan perlambatan perkembangan penyakit hingga 60–80 persen, tergantung pada jenis kanker.
Sejumlah media Rusia bahkan menyebut vaksin ini mencatat efikasi 100 persen dalam uji praklinis.
Namun, klaim tersebut belum dapat diverifikasi secara independen.
Baca juga: Studi Sebut Vaksin Covid-19 Bantu Kurangi Risiko Komplikasi Ginjal
3. Difokuskan untuk kanker kolorektal
Tahap awal pengembangan vaksin ini ditujukan untuk kanker kolorektal, salah satu penyebab utama kematian akibat kanker di dunia.
FMBA juga menyebut ada kemajuan menjanjikan dalam pengembangan vaksin untuk glioblastoma (kanker otak agresif) dan melanoma, termasuk melanoma okular.
Meski begitu, para ahli internasional masih berhati-hati menanggapi klaim ini.
Pinato mengatakan data yang dirilis masih terbatas.
“Uji praklinis biasanya berarti pengujian pada hewan. Diperlukan uji klinis pada manusia untuk benar-benar memastikan kemanjuran vaksin ini,” kata Pinato.
Menurutnya, hasil sempurna pada hewan tidak serta-merta berlaku pada manusia karena perbedaan sistem imun dan kompleksitas kanker.
“Jika benar hasilnya 100 persen, tentu sangat menarik. Namun, belum saatnya direkomendasikan untuk penggunaan klinis,” ujarnya.
Pinato juga menyinggung laporan adanya persiapan menuju uji klinis, yaitu tahap awal pengujian pada manusia yang tujuannya menilai keamanan, bukan efektivitas obat.
Baca juga: Kasus Covid-19 Muncul Kembali, Apakah Masyarakat Perlu Vaksin Lagi?
4. Cara kerja vaksin
Seperti vaksin pada umumnya, vaksin kanker melatih sistem imun mengenali “musuh". Bedanya, vaksin ini membantu tubuh menyerang sel kanker, bukan virus.
Skvortsova menjelaskan, kebanyakan dari kita mengaitkan vaksin dengan penyakit anak-anak, seperti campak atau cacar air.
"Penyakit-penyakit ini melatih sistem kekebalan tubuh untuk mengenali kuman berbahaya," kata Skvortsova.
"Vaksin kanker bekerja dengan prinsip yang sama, tetapi alih-alih virus, vaksin tersebut membantu tubuh mengenali dan menyerang sel kanker," lanjut dia.
Dilansir dari Bussines Standard, Rabu (10/9/2025), vaksin ini diharapkan mampu menghadirkan respons imun yang disesuaikan dengan kondisi setiap pasien, sekaligus membuka babak baru dalam strategi pengobatan kanker global.
Teknologi mRNA sendiri bekerja dengan mengirimkan instruksi genetik berupa messenger RNA (mRNA) agar sel tubuh memproduksi protein tertentu.
Protein ini memicu respons kekebalan tanpa melibatkan virus hidup yang dilemahkan.
Selama pandemi Covid-19, teknologi mRNA terbukti mampu menghasilkan vaksin secara cepat dan efektif, menyelamatkan jutaan jiwa.
Para ilmuwan kini berupaya memperluas penggunaannya, dari flu musiman hingga pengobatan kanker yang dipersonalisasi.
Baca juga: Dokter Meta Hanindita: Tak Ada Bukti Vaksin MMR Campak Sebabkan Autisme, Saya Pun Berikan ke Anak
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini