8 Sikap PPI Belanda Atas Kematian Muhammad Athaya Helmi Nasution yang Dampingi Pejabat Publik di Wina Austria - SindoNews
2 min read
Kasus
8 Sikap PPI Belanda Atas Kematian Muhammad Athaya Helmi Nasution yang Dampingi Pejabat Publik di Wina Austria
Senin, 08 September 2025 - 23:10 WIB
Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) di Belanda berduka cita yang sedalam-dalamnya atas wafatnya salah satu anggotanya bernama Muhammad Athaya Helmi Nasution yang merupakan anggota PPI Groningen. Foto: Ilustrasi/Dok Sindonews
A
A
A
JAKARTA - Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) di Belanda turut berduka cita yang sedalam-dalamnya atas wafatnya salah satu anggotanya bernama Muhammad Athaya Helmi Nasution yang merupakan anggota PPI Groningen. Dia melakukan pendampingan sebuah kunjungan tertutup yang melibatkan pejabat publik (DPR, OJK, dan Bank Indonesia) pada 25-27 Agustus 2025 di Wina, Austria.
Athaya yang baru akan menginjak 19 tahun pada Oktober 2025 meninggal dunia di tengah pengabdiannya sebagai pelajar.
Baca juga: Sah! Erick Thohir Lantik Yuliandre Darwis Jadi Ketua Harian Ikatan Alumni Perhimpunan Pelajar Indonesia
Menurut hasil autopsi forensik, almarhum suspected seizure kemungkinan besar mengalami heatstroke (sengatan panas) berkaitan dengan kurangnya cairan dan asupan nutrisi yang mengakibatkan electrolyte imbalances (ketidakseimbangan elektrolit) dan hypoglycemia (kadar gula darah turun di bawah kadar normal). Insiden ini berujung pada stroke setelah dari pagi hingga malam hari beraktivitas sebagai pemandu.
Ketika Athaya meninggal dunia pada Rabu (27/8/2025), tidak ada permintaan maaf maupun pertanggungjawaban dan transparansi dari pihak Event Organizer (EO) maupun koordinator Liaison Officer (LO) kepada keluarga almarhum yang datang ke Wina untuk mengurus jenazah.
Alih-alih mengunjungi tempat penginapan saat Athaya menghembuskan napas terakhir, acara kunjungan kerja terus bergulir di mana pihak EO terus sibuk mengurus persiapan acara makan-makan bersama pejabat publik di restoran.
Selain itu, tidak ada upaya dari pihak EO, koordinator LO, maupun pejabat publik yang hadir untuk menemui keluarga. Pihak keluarga juga menyampaikan adanya indikasi penutupan keterangan kegiatan apa dan siapa yang dipandu almarhum di Wina dari pihak EO.
Berdasarkan peristiwa ini, PPI Belanda menegaskan 8 sikap sebagai berikut:
1. Menegaskan bahwa keterlibatan mahasiswa/i dalam memfasilitasi kunjungan pejabat publik di luar negeri berpotensi menempatkan mereka pada situasi yang tidak aman dan penuh risiko.
2. Menolak keras segala bentuk permintaan maupun praktik pemfasilitasan perjalanan dinas pejabat publik oleh mahasiswa/i, terlebih jika dilakukan tanpa kontrak resmi, perlindungan hukum, dan mekanisme yang jelas.
3. Mengimbau seluruh mahasiswa Indonesia di Belanda agar tidak menerima tawaran untuk memfasilitasi perjalanan pejabat publik, terutama yang datang melalui jalur pribadi atau jaringan pertemanan.
4. Mendorong agar setiap ajakan pemfasilitasan segera dilaporkan kepada PPI Belanda, baik melalui sosial media atau menghubungi pengurus PPI.
5. Menuntut akuntabilitas, transparansi, dan pertanggungjawaban dari pihak EO. Koordinator Liaison Officer harus segera merespons peristiwa meninggalnya Athaya.
6. Menuntut akuntabilitas dari KBRI Den Haag serta KBRI di berbagai negara lainnya untuk menghentikan pelibatan mahasiswa dalam kunjungan atau perjalanan pejabat publik di luar negeri tanpa koordinasi resmi dengan PPI. Sebagai perwakilan negara sudah seharusnya memberikan perlindungan dan keamanan untuk setiap WNI, termasuk pelajar Indonesia di Belanda.
7. Meminta kerja sama PPI di seluruh dunia untuk meningkatkan kewaspadaan dan mencegah keterlibatan mahasiswa dalam praktik serupa agar tidak ada lagi korban di kemudian hari.
8. Mendorong peran PPI Dunia untuk segera mempercepat pembahasan Undang-Undang Perlindungan Pelajar serta membawa diskusi RUU Perlindungan Pelajar kepada pemangku kebijakan.
Athaya yang baru akan menginjak 19 tahun pada Oktober 2025 meninggal dunia di tengah pengabdiannya sebagai pelajar.
Baca juga: Sah! Erick Thohir Lantik Yuliandre Darwis Jadi Ketua Harian Ikatan Alumni Perhimpunan Pelajar Indonesia
Menurut hasil autopsi forensik, almarhum suspected seizure kemungkinan besar mengalami heatstroke (sengatan panas) berkaitan dengan kurangnya cairan dan asupan nutrisi yang mengakibatkan electrolyte imbalances (ketidakseimbangan elektrolit) dan hypoglycemia (kadar gula darah turun di bawah kadar normal). Insiden ini berujung pada stroke setelah dari pagi hingga malam hari beraktivitas sebagai pemandu.
Ketika Athaya meninggal dunia pada Rabu (27/8/2025), tidak ada permintaan maaf maupun pertanggungjawaban dan transparansi dari pihak Event Organizer (EO) maupun koordinator Liaison Officer (LO) kepada keluarga almarhum yang datang ke Wina untuk mengurus jenazah.
Alih-alih mengunjungi tempat penginapan saat Athaya menghembuskan napas terakhir, acara kunjungan kerja terus bergulir di mana pihak EO terus sibuk mengurus persiapan acara makan-makan bersama pejabat publik di restoran.
Selain itu, tidak ada upaya dari pihak EO, koordinator LO, maupun pejabat publik yang hadir untuk menemui keluarga. Pihak keluarga juga menyampaikan adanya indikasi penutupan keterangan kegiatan apa dan siapa yang dipandu almarhum di Wina dari pihak EO.
Berdasarkan peristiwa ini, PPI Belanda menegaskan 8 sikap sebagai berikut:
1. Menegaskan bahwa keterlibatan mahasiswa/i dalam memfasilitasi kunjungan pejabat publik di luar negeri berpotensi menempatkan mereka pada situasi yang tidak aman dan penuh risiko.
2. Menolak keras segala bentuk permintaan maupun praktik pemfasilitasan perjalanan dinas pejabat publik oleh mahasiswa/i, terlebih jika dilakukan tanpa kontrak resmi, perlindungan hukum, dan mekanisme yang jelas.
3. Mengimbau seluruh mahasiswa Indonesia di Belanda agar tidak menerima tawaran untuk memfasilitasi perjalanan pejabat publik, terutama yang datang melalui jalur pribadi atau jaringan pertemanan.
4. Mendorong agar setiap ajakan pemfasilitasan segera dilaporkan kepada PPI Belanda, baik melalui sosial media atau menghubungi pengurus PPI.
5. Menuntut akuntabilitas, transparansi, dan pertanggungjawaban dari pihak EO. Koordinator Liaison Officer harus segera merespons peristiwa meninggalnya Athaya.
6. Menuntut akuntabilitas dari KBRI Den Haag serta KBRI di berbagai negara lainnya untuk menghentikan pelibatan mahasiswa dalam kunjungan atau perjalanan pejabat publik di luar negeri tanpa koordinasi resmi dengan PPI. Sebagai perwakilan negara sudah seharusnya memberikan perlindungan dan keamanan untuk setiap WNI, termasuk pelajar Indonesia di Belanda.
7. Meminta kerja sama PPI di seluruh dunia untuk meningkatkan kewaspadaan dan mencegah keterlibatan mahasiswa dalam praktik serupa agar tidak ada lagi korban di kemudian hari.
8. Mendorong peran PPI Dunia untuk segera mempercepat pembahasan Undang-Undang Perlindungan Pelajar serta membawa diskusi RUU Perlindungan Pelajar kepada pemangku kebijakan.
(jon)