Bencana Sumatra dan Pejabat Negara yang Dinilai Nirempati - Media Indonesia
Bencana Sumatra dan Pejabat Negara yang Dinilai Nirempati

DI tengah situasi duka akibat banjir dan tanah longsor di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumara Barat, sejumlah pejabat pemerintah menuai kritik terkait cara mereka merespons bencana. Direktur Rumah Politik Indonesia, Fernando Emas, menilai sejumlah tindakan pejabat menunjukkan nirempati dan justru menimbulkan ketidaknyamanan publik.
Fernando mengkritik Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Suharyanto yang dalam sebuah pernyataan menilai bahwa situasi di wilayah Tapanuli tidak separah seperti yang ramai dibicarakan di media sosial. Menurut Fernando, komentar tersebut berpotensi dianggap meremehkan penderitaan warga terdampak.
“Sebaiknya Presiden segera mengevaluasi posisi Kepala BNPB, karena jabatan ini seharusnya diemban sosok dengan empati tinggi,” ujar Fernando dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Selasa (2/12).
Baca juga :
Sorotan juga ditujukan kepada Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan, yang dalam kunjungannya ke lokasi bencana sempat mengangkat karung beras sambil berpose di hadapan warga. Aksi tersebut dinilai sebagian pihak sebagai bentuk pencitraan yang tidak sensitif di tengah situasi sulit.
Fernando menilai gaya komunikasi politik semacam itu dapat menurunkan kepercayaan publik. “Rasanya masyarakat sudah jenuh dengan pola-pola pencitraan seperti itu,” ujarnya.
Kritik lain diarahkan kepada Bupati Aceh Tenggara Muhammad Salim Fakhry, yang dalam sebuah kesempatan menyampaikan harapan agar Presiden terpilih Prabowo Subianto dapat menjabat sepanjang hidup. Pernyataan tersebut dinilai tidak tepat disampaikan saat masyarakat masih menghadapi dampak bencana.
Baca juga :
Fernando menilai komentar tersebut berpotensi mempolitisasi situasi kedaruratan. Ia mendorong Kementerian Dalam Negeri melakukan pembinaan agar kepala daerah lebih berhati-hati dalam menyampaikan pernyataan publik.
Di sisi lain, Kementerian Kehutanan disorot setelah Direktur Jenderal (Dirjen) Penegakan Hukum (Gakkum), Dwi Januanto Nugroho, menyatakan bahwa kayu-kayu besar yang terbawa banjir di Sumatra merupakan kayu lama yang telah lapuk. Pernyataan tersebut memicu perdebatan di publik, terutama dari warga dan relawan yang melihat kondisi lapangan berbeda.
Fernando menilai pemerintah perlu menyampaikan informasi berbasis data agar tidak memicu spekulasi atau kesan meremehkan persoalan lingkungan yang sudah lama menjadi sorotan masyarakat Sumatra.
Menurutnya, rangkaian peristiwa ini menunjukkan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap gaya komunikasi pejabat negara, terutama pada masa krisis.
“Situasi bencana seharusnya menjadi momentum bagi pejabat untuk menunjukkan empati, bukan mempertontonkan sikap yang mengesankan mereka hanya menikmati kekuasaan,” katanya.
Ia pun berharap masyarakat tidak mudah lupa dan tetap kritis dalam menilai perilaku pejabat publik, terutama menjelang kontestasi politik pada 2029 mendatang. (Cah/P-3)