Greta Thunberg Desak PM Inggris Hentikan Genosida di Gaza - Kompas
Dunia Internasional, Konflik Timur Tengah,
Greta Thunberg Desak PM Inggris Hentikan Genosida di Gaza

KOMPAS.com – Aktivis iklim asal Swedia, Greta Thunberg, mendesak Perdana Menteri Inggris Keir Starmer mematuhi kewajiban hukumnya untuk mencegah genosida di Gaza.
Seruan itu ia sampaikan kepada The Guardian saat ikut serta dalam armada bantuan menuju wilayah yang dilanda perang tersebut.
Thunberg menilai ada kekosongan besar dari para pemimpin dunia yang secara hukum bertanggung jawab untuk bertindak sesuai hukum internasional.
Ia mengkritik Starmer menjelang kemungkinan pertemuannya dengan Presiden Israel, Isaac Herzog, pekan ini.
“Kata-kata yang akan kami gunakan untuk menggambarkan orang-orang yang berada di sisi sejarah yang salah, mendukung atau melakukan kejahatan perang, kata-kata tersebut belum ada, cercaan tersebut belum ada, tetapi kami akan menggunakannya untuk orang-orang seperti Starmer,” ujarnya, dikutip dari The Guardian pada Minggu (7/9/2025).
Ia menegaskan masyarakat internasional sadar dengan penderitaan rakyat Palestina. “Kita telah menyaksikan warga sipil di seluruh dunia bergerak, tetapi sangat sedikit dari mereka yang secara hukum bertanggung jawab untuk bergerak,” kata Thunberg.
Menurut dia, pemerintah dan orang-orang yang berkuasa memiliki kewajiban hukum untuk mencegah genosida serta tidak mendukung “rezim apartheid.”
Pemerintah Inggris hingga kini menolak mengonfirmasi apakah Starmer akan bertemu dengan Herzog.
Nama Presiden Israel tersebut pernah disorot hakim Mahkamah Internasional setelah menyalahkan “seluruh bangsa Palestina” atas serangan 7 Oktober 2023, ketika militan Hamas menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyandera 251 orang.
Ikut armada bantuan ke Gaza
Thunberg saat ini bergabung dengan ratusan aktivis dalam Armada Sumud Global, yang mengirimkan bantuan kemanusiaan ke Gaza.
Armada tersebut merupakan bagian dari Koalisi Armada Kebebasan yang sejak 2008 telah berupaya menyalurkan makanan, susu formula, dan perlengkapan medis ke wilayah itu.
PBB memperingatkan bulan lalu bahwa warga sipil di Gaza menghadapi kelaparan murni dan sederhana. Sejak awal perang, setidaknya 63.633 warga Palestina dilaporkan tewas.
Ini merupakan misi bantuan kedua Thunberg. Pada Juni lalu, ia sempat ditangkap otoritas Israel bersama 12 awak kapal Madleen di perairan internasional, sehari sebelum mencapai Gaza.
Namun, keselamatan para aktivis tidak pernah terjamin. Dalam misi-misi sebelumnya, setidaknya 10 orang tewas dan lebih banyak lagi yang terluka.
Risiko nyawa
Yasemin Acar, aktivis Jerman yang juga berada di kapal Madleen bersama Thunberg, menyebut banyak pihak menganggap misi ini sebagai “misi bunuh diri”.
“Kita melihat apa yang mereka lakukan terhadap warga Palestina. Tetapi pertanyaannya seharusnya adalah, mengapa kita harus takut akan nyawa kita sementara kita tidak membawa apa pun selain bantuan kemanusiaan kepada penduduk yang sedang kelaparan,” ucapnya.
Thunberg pun tidak menampik risiko itu.
“Jika kita mendasarkan logika kita pada hukum internasional dan akal sehat, maka sama sekali tidak ada alasan bagi Israel untuk menyerang kita. Namun, kita telah melihat bahwa Israel menganggap diri mereka sebagai pengecualian dari hukum internasional, dan dunia sebagian besar membiarkan mereka bertindak sesuka hati tanpa konsekuensi besar,” katanya.
Thiago Ávila, aktivis Brasil yang juga ikut serta, menambahkan bahwa pandangan masyarakat internasionallah yang melindungi mereka.
“Alasan kami meminta orang-orang untuk membagikan misi ini di media sosial adalah karena hal ini membuat kami terlihat. Bukan karena Israel tidak ingin membunuh kami, tetapi karena mereka tidak mampu membayar biaya politiknya,” ujarnya.
Dukungan global
Thunberg menekankan bahwa dukungan global terhadap perjuangan rakyat Palestina semakin kuat.
“Kita tahu bahwa dunia tidak berpihak pada penjahat perang. Dan kita tahu bahwa setiap hari ketika kita melihat lebih banyak rekaman dari Gaza, kita melihat para jurnalis yang sangat berani mempertaruhkan nyawa mereka untuk melaporkan kekejaman yang terjadi. Orang-orang mulai tersadar,” tuturnya.
Sejumlah tuduhan kejahatan perang telah diarahkan kepada Israel, termasuk kelaparan dan pembunuhan warga sipil, pekerja bantuan, serta tenaga medis. Sedikitnya 248 jurnalis dilaporkan tewas di Gaza dalam 22 bulan terakhir.
“Kita tidak lagi memiliki hak istimewa untuk mengatakan bahwa kita tidak tahu karena kita menyaksikan hal ini terjadi setiap hari di Gaza. Anak-anak kelaparan, orang tua mencari bagian tubuh anak-anak mereka di bawah reruntuhan,” tutur Thunberg.
“Siapa pun yang memiliki rasa kemanusiaan dapat melihat bahwa sama sekali tidak ada pembenaran untuk semua ini, terlepas dari argumen-argumen absurd yang dibuat-buat oleh Israel,” ujarnya lagi.
Menurut Thunberg, ketika genosida meningkat, perlawanan juga ikut menguat. “Kita tidak bisa hanya duduk dan menonton genosida yang disiarkan langsung,” katanya.
Israel sendiri menolak tuduhan genosida. Pemerintah menyatakan operasi militernya di Gaza ditujukan untuk menghancurkan Hamas dan membebaskan sandera Israel.