Sosial Media
powered by Surfing Waves
0
News
    Home Dunia Internasional Featured Genosida Greta Thunberg Palestina

    Greta Thunberg Minta Barat Setop Dukung Genosida, Jangan Hanya Omon-Omon Akui Palestina | Republika Online

    4 min read

     Dunia Internasional, 

    Greta Thunberg Minta Barat Setop Dukung Genosida, Jangan Hanya Omon-Omon Akui Palestina | Republika Online



    REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pegiat iklim Greta Thunberg mengapresiasi adanya pengakuan negara Palestina menjelang dan saat sidang Majelis Umum PBB di New York. Pengakuan tersebut disampaikan beberapa negara barat yang notabene sekutu Israel seperti Inggris, Prancis, Portugal hingga Australia.

    Meski demikian, dia menyatakan, jika yang dilakukan hanya gestur simbolis, maka tak akan sampai pada tujuan manapun kecuali diikuti oleh  tindakan nyata. 

    Greta yang tengah mengawal konvoi kemanusiaan Global Sumud Flotilla untuk menembus blokade Gaza itu mencontohkan bagaimana negara asalnya, Swedia,  sudah sepuluh tahun mengakui negeri dimana Masjid al Aqsa berada tersebut. Menurut dia, Kedutaan Besar Palestina bahkan sudah berdiri disana. "Tapi kami masih terlibat dalam genosida ini. Secara finansial, politik dan militer mendukung genosida Israel di Gaza,"kata Greta seperti dikutip Republika dari kanal Reuters di saluran Youtube.

    Greta menegaskan, Komisi Independen PBB telah mengonfirmasi yang sebenarnya telah lama disampaikan jika memang yang terjadi di Gaza adalah genosida. "Dan di bawah Pengadilan Internasional, negara punya tugas yang sah untuk bertindak tidak hanya berbicara,"ujar dia.

    Dia pun meminta dengan tegas agar negara-negara yang mengakui Palestina tersebut segera mengakhiri transfer senjata dan tunjukkan tekanan nyata untuk mengakhiri genosida.

    Komentara Issam al-Khatib, pengungsi dari Kota Gaza, tentang tindakan negara-negara Eropa mengakui Negara Palestina.

    Baca Juga :

    Sponsored

    Halaman 2 / 3

    Partisi wilayah Turki di Arab itu benar-benar diwujudkan setelah Perang Dunia I berakhir ketika Turki, Jerman, dan Austria-Hungaria menjadi pihak-pihak yang kalah dalam perang itu.

    Setahun sebelum Perang Dunia Pertama berakhir, pada 1917, Menteri Luar Negeri Inggris Arthur Balfour menyampaikan apa yang disebut Deklarasi Balfour, yang berisi tentang dukungan Inggris untuk berdirinya sebuah negara bagi warga Yahudi di tanah Palestina.

    108 tahun kemudian Deklarasi Balfour disebut-sebut lagi oleh menteri luar negeri Inggris saat ini, David Lamy, saat berpidato di PBB pada Juli 2025.

    Lamy mengatakan Inggris memikul tanggung jawab besar dalam mendukung Solusi Dua Negara, sambil menyitir Deklarasi Balfour.

    Lamy mengatakan deklarasi itu seharusnya tidak saja menjadi pintu untuk berdirinya negara Israel di Palestina, tapi juga negara yang seharusnya merangkul hak-hak warga bukan Yahudi di sana.

    Halaman 3 / 3

    Pengakuan Palestina

    Negara Palestina kini diakui oleh empat dari lima anggota tetap dan pemegang hak veto Dewan Keamanan PBB, setelah Inggris dan Prancis mengakui negara itu dalam kurun empat bulan terakhir.

    Kedua negara ini menyusul pengakuan serupa yang sudah disampaikan China dan Rusia tujuh belas tahun silam pada 1988, tak lama setelah mendiang Yasser Arafat memproklamasikan kemerdekaan Palestina pada 15 November 1988.

    Amerika Serikat menjadi satu-satunya anggota tetap Dewan Keamanan PBB yang belum mengakui kemerdekaan Palestina, walau negara ini mengakui Otoritas Palestina sejak 1990-an.

    Amerika Serikat kian menulikan diri selama negara ini dipimpin oleh Donald Trump, untuk menjadi satu-satunya negara besar yang masih berdiri fanatik di belakang Israel.

    Apa yang dilakukan Prancis dan Inggris sungguh tak terbayangkan sebelumnya, apalagi mereka adalah dua bidan yang merawat mudigah untuk cikal bakal negara yang dua dekade kemudian disebut Israel.

    Kedua negara itulah yang merancang pengeratan wilayah-wilayah Turki di Arab, termasuk Palestina, lewat perjanjian rahasia Sykes-Picot Agreement pada 1916, yang diambil dari nama diplomat Inggris Sir Mark Sykes dan diplomat Prancis François Georges-Picot.

    Komentar
    Additional JS