Keracunan MBG Jabar Meluas Hingga Sumedang dan Sukabumi | Republika Online
Kesehatan
REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Keracunan massal diduga akibat mengkonsumsi makanan bergizi gratis (MBG) di sejumlah kabupaten dan kota di Jawa Barat turut terjadi. Pekan ini, keracunan terjadi di wilayah Sumedang, Subang, Cianjur hingga Kabupaten Sukabumi.
Sebelumnya, 1.000 lebih siswa di Cipongkor dan Cihampelas, Kabupaten Bandung Barat mengalami keracunan akibat mengkonsumsi MBG. Mereka mengalami gejala muntah, mual, kejang hingga pusing.
Baca Juga :
Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Kadiskominfo) Provinsi Jawa Barat, Adi Komar mengungkapkan, keracunan MBG terjadi di sejumlah wilayah. Mulai dari Sumedang, Subang, Cianjur hingga Sukabumi.
"Yang pasti di Sumedang 55 pelajar, Subang masih di konfirmasi, Cianjur masih dalam konfirmasi," ucap dia belum lama ini. Sedangkan untuk Kabupaten Sukabumi sebanyak 34 korban pelajar dengan kejadian pada tanggal 24 September.
Baca Juga :
Terpisah, Sekda Herman Suryatman membenarkan adanya kasus keracunan MBG di Kabupaten Sumedang. Namun, dia juga belum mengetahui secara pasti total korban dari peristiwa ini. "Di Ujungjaya, Tomo dan Cimalaka. Data korban sementara ada 46 orang (6 masih dirawat di RS. Cimalaka)," kata dia.
Gubernur Jabar Dedi Mulyadi mengatakan bakal memanggil pengelola MBG untuk mengevaluasi pelaksanaan MBG di Jawa Barat.
Baca Juga :
Bupati Sumedang Dony Ahmad Munir langsung menghentikan sementara distribusi makanan bergizi gratis (MBG) usai 70 orang siswa mengalami keracunan massal, Kamis (25/9/2025) di Ujungjaya, Tomo dan Cimalaka. Mereka saat ini masih mendapatkan perawatan intensif.
“Tenaga medis kami hadir untuk merawat, memberikan perhatian, dan pemantauan secara intensif," ucap dia saat meninjau Puskesmas Ujungjaya, Kamis (25/9/2025) malam.
Ia menuturkan seluruh kebutuhan pasien mulai dari tenaga medis, obat-obatan, perawat hingga ambulans. Dony mengatakan biaya pengobatan korban ditanggung oleh pemerintah daerah.
Ia juga menyampaikan bahwa status Kejadian Luar Biasa (KLB) akan segera ditentukan setelah kajian lebih lanjut. Selain penanganan medis, pemerintah langsung melakukan langkah antisipasi dengan menghentikan sementara kegiatan MBG di Ujungjaya untuk dievaluasi.

"MBG di Ujungjaya dievaluasi dihentikan sementara," kata dia. Dony pun telah menginstruksikan agar seluruh kepala Puskesmas mendatangi sekolah penyelenggara MBG (SPPG) untuk memastikan keamanan, kebersihan, dan higienitas makanan.
“Besok seluruh kepala SPPG akan kami undang untuk membahas masalah ini. Ahli gizi juga kami turunkan, dan camat saya instruksikan untuk memonitor langsung agar SOP dijalankan dengan baik, sehingga kejadian serupa tidak terulang,” kata dia.
Dengan langkah cepat ini, Bupati berharap para pasien segera pulih, dan program MBG tetap berjalan aman sesuai tujuannya, yakni menyehatkan anak-anak di Kabupaten Sumedang.
Halaman 2 / 2
Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Sony Sanjaya menegaskan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang mengalami kasus keracunan Makan Bergizi Gratis (MBG) akan dihentikan operasionalnya minimal selama 14 hari.
"Hasil uji laboratorium (dari Badan Pengawas Obat dan Makanan) itu kan rata-rata 14 hari baru keluar ya, nah di situ kan penyidik juga berproses, meminta keterangan, kemudian mengumpulkan alat bukti. Setelah itu, kemudian BGN akan mengkaji kembali," kata Sony di Cibubur, Jawa Barat, Kamis.
Selama SPPG berhenti beroperasi, BGN akan mengevaluasi secara keseluruhan penyebab keracunan. Setelah dapat dipastikan penyebabnya dan SPPG terbukti telah melakukan perbaikan, maka izin operasional bisa dikeluarkan kembali.
"BGN pasti melihat dulu, apakah terkait dengan kondisi fasilitas atau apa? Kalau fasilitasnya sudah dilakukan perbaikan, kemudian perbaikan, bisa saja izin dikeluarkan, tetapi selama ini kan baru ditutup ya, baru tutup terutama untuk yang September ini," paparnya.
BGN menyampaikan, per September 2025 SPPG yang ditutup yakni Garut, Jawa Barat, satu SPPG, Tasikmalaya, Jawa Barat, 1 SPPG, dan Banggai, Sulawesi Selatan, 1 SPPG. Selain itu, kasus terbaru di SPPG Cipongkor, Bandung Barat, Jawa Barat juga dihentikan sementara. "Lainnya masih investigasi karena ada kejadian yang penyebabnya ternyata bukan keracunan," ucapnya.
Untuk menangani kasus-kasus keracunan di berbagai wilayah, BGN bekerja sama dengan kepolisian untuk melakukan investigasi. Apabila ditemukan unsur kesengajaan, maka SPPG akan diproses secara pidana.
"Setiap kali ada kejadian, kami itu berkoordinasi dengan Polres karena Polres kan datang ke tempat kejadian perkara, mengambil sampel secara pro justitia (sesuai hukum), jadi ya tentu berkoordinasi dari awal memang seperti itu. Apabila memenuhi unsur pidana, ada unsur kesengajaan apalagi, maka yang bertanggung jawab itu pelakunya berdasarkan hasil penyelidikan," paparnya.
Namun, Sony menegaskan dari seluruh kejadian keracunan MBG yang terjadi selama sembilan bulan BGN beroperasi, tidak ada kasus yang ditemukan karena unsur kesengajaan.

"Selama ini belum ada yang dipidanakan dan sebagian besar masih berproses ya. Silakan dicek, silahkan ke kepala SPPG itu mereka bolak-balik kantor polisi untuk dimintai keterangan, kesaksian," tuturnya.
BGN juga menyatakan bertanggung jawab menanggung seluruh biaya pengobatan akibat keracunan MBG.
"Kan kita punya dana, ada yang kita ambilkan misalnya dari operasional, kejadian luar biasa dan macam-macam itu kan pasti kita sediakan, itu full dari BGN, semua ditanggung (biaya pengobatan), contoh di Kabupaten Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah, ada tagihan Rp350 juta dari rumah sakitnya, kita bayar semua, bahkan kemarin berapa miliar sudah kita siapkan," kata Wakil Kepala BGN Nanik S. Deyang.
Ia menegaskan, BGN tidak membebankan sepeserpun biaya pengobatan kepada pihak orang tua, sekolah, maupun pemerintah daerah untuk kasus-kasus keracunan MBG. "Kita nggak membebani apapun pada orang tua atau kepada pemerintah daerah, jadi nanti tinggal pihak rumah sakit memanggil kami, dari BGN," ujar dia.