Imbas Dwi Hartono Cs Bobol Rekening Dormant Rp 204 Miliar, Pakar: Jangan-jangan Bukan Sekali Ini - Surya.co.id
Imbas Dwi Hartono Cs Bobol Rekening Dormant Rp 204 Miliar, Pakar: Jangan-jangan Bukan Sekali Ini - Surya.co.id

SURYA.CO.ID - Terungkapnya kasus pembobolan rekening dormant Rp 204 miliar yang dilakukan sindikat Dwi Hartono Cs, menimbulkan pertanyaan mengenai kejahatan ini selama ini.
Pakar tindak pidana pencucian uang, Yenti Ganarsih menyebut, jangan-jangan kejahatan ini sudah berlangsung lama, dan baru terungkap sekarang.
Seperti diketahui, sindikat Dwi Hartono ini beroperasi dengan menyaru sebagai "Satgas Perampasan Aset" dalam pertemuan dengan kepala cabang pembantu salah satu bank di Jawa Barat pada awal Juni 2025.
Dalam pertemuan itu, mereka merencanakan pemindahan dana pada rekening dorman.
Sindikat ini kemudian memaksa kepala cabang menyerahkan user ID aplikasi Core Banking System milik teller dan kepala cabang.
Dia bilang, ancaman keselamatan terhadap keluarga kepala cabang juga dilontarkan bila tidak menuruti permintaan.
Di akhir Juni 2025, sindikat bersama kepala cabang sepakat melakukan eksekusi pemindahan dana pada Jumat pukul 18.00, setelah jam operasional.
Waktu itu dipilih untuk menghindari sistem deteksi bank.
Para eksekutor, termasuk mantan teller bank, melakukan akses ilegal terhadap aplikasi Core Banking System.
Dana sebesar Rp 204 miliar dipindahkan ke lima rekening penampungan dalam 42 kali transaksi yang hanya berlangsung 17 menit.
Pihak bank mendeteksi adanya transaksi mencurigakan lalu melaporkannya ke Bareskrim Polri.
Melihat hal ini, Yenti Garnasih mengeluhkan lambatnya reaksi bank melihat kejahatan ini.
"Nah, ini kan harusnya yang yang tahu bahwa ada rekening dorman, berapa jumlah orang yang punya dan berapa jumlah isi rekening itu harusnya kan hanya pihak bank saja gitu ya," kata Yenti dikutip dari tayangan Kompas TV pada Kamis (25/9/2025).
Yenti mempertanyakan kenapa orang luar bisa tahu ada rekening dormant di bank yang menjadi incaran pelaku.
Dengan diketahuinya rekening bank oleh pihak luar, menurut Yenti berarti ada kerjasama dengan orang dalam bank
"Rekening dorman itu kan kalau 3 bulan atau 90 hari tidak ada pendebitan dan kredit itu memang harus disampaikan, takutnya apakah ini yang memiliki sudah meninggal atau apa. Nah, ini kan yang mengawasi atau yang mengontrol tuh orang-orang tertentu dari bank. Kenapa bisa bobol? Jangan-jangan ini bukan baru sekali ini terjadi," seru Yenti.
Yenti menegaskan, kejahatan perbankan tidak mungkin terjadi kalau tidak ada orang dalam.
"Itu tadi dikatakan bahwa ada access illegal core banking system. Itu pasti orang dalam," katanya.
Menurut Yenti, sebenarnya sistem perbankan itu tidak rentan sepanjang integritasnya terjaga.
Justru ketika ketahuan kalau ada masalah, sistem yang ada itu akan membuka.
Karena itu, Yenti merasa aneh, ketika kejahatan perbankan ini lambat sekali diketahui.
Dalam kasus ini, menurut Yenti deteksinya sangat mudah, karena para pelaku menyiapkan rekening-rekening penampingan untuk memasukkan uang yang dibobol dari rekening dormant.
"Seharusnya ketika ada rekening rekening baru menjadi menjadi ekecurigaan pihak bank, selain yang terlibat ini. Kenapa ada penampungan dan kemudian uang itu mengucur karena uang itu kemudian sudah pindah lagi ke money changer kan," katanya.
"Kenapa kok tidak seketika ketahuan padahal ini sebetulnya mudah ketahuan. Harusnya kalau banking system controlnya itu bagus," sambungnya.
Menurut Yenti, seharusnya kalau mengetahui adanya transaksi mencurigakan pihak bank langsung melaporkan ke PPATK.
"Tetapi bank tidak melaporkan padahal itu adalah rekening yang mencurigakan seharusnya itu transaksi yang mencurigakan yang seharusnya pihak bank langsung lapor," katanya.
Menuruy Yenti, dalam kasus ini, tidak hanya pihak-pihak yang terlibat yang harus diperiksa, tetapi juga pimpinan bank-nya.
Sosok Pemilik Rekening Dormant yang Dibobol Dwi Hartono Cs

Sosok pemilik rekening dormant senilai Rp 204 miliar yang dibobol sindikat Dwi Hartono Cs akhirnya terungkap.
Pemilik rekening dormant itu adalah seorang pengusaha tanah berinisial S.
Rekening dormant milik pengusaha S ada di salah satu bank plat merah di Jawa Barat.
Dilansir dari situs resmi PPATK, dormant adalah istilah perbankan yang digunakan untuk menggambarkan rekening bank yang sudah lama tidak ada transaksi, seperti penarikan, penyetoran, atau transfer dalam periode tertentu. Dengan kata lain, rekening dormant bisa dibilang sebagai rekening pasif.
“Pemilik rekening tersebut inisialnya S. Pengusaha tanah,” ungkap Dirtipideksus Bareskrim Polri Brigjen Pol Helfi Assegaf dalam konferensi pers di Bareskrim, Kamis (25/9/2025).
Kata Helfi, sindikat ini kemudian memaksa kepala cabang menyerahkan user ID aplikasi Core Banking System milik teller dan kepala cabang.
Dia bilang, ancaman keselamatan terhadap keluarga kepala cabang juga dilontarkan bila tidak menuruti permintaan.
Di akhir Juni 2025, sindikat bersama kepala cabang sepakat melakukan eksekusi pemindahan dana pada Jumat pukul 18.00, setelah jam operasional.
Waktu itu dipilih untuk menghindari sistem deteksi bank.
“Para eksekutor, termasuk mantan teller bank, melakukan akses ilegal terhadap aplikasi Core Banking System. Dana sebesar Rp 204 miliar dipindahkan ke lima rekening penampungan dalam 42 kali transaksi yang hanya berlangsung 17 menit,” ungkap Helfi.
Pihak bank mendeteksi adanya transaksi mencurigakan lalu melaporkannya ke Bareskrim Polri.
“Atas adanya laporan tersebut, penyidik Subdit II Perbankan Dittipideksus Bareskrim Polri langsung berkomunikasi dengan rekan kami di PPATK untuk melakukan penelusuran dan pemblokiran terhadap harta kekayaan hasil kejahatan maupun transaksi aliran dana tersebut,” kata Helfi.
Dari proses penyidikan tersebut, penyidik telah menetapkan sembilan orang tersangka.
“Dari sembilan pelaku di atas terdapat dua orang tersangka berinisial C alias Ken serta DH (Dwi Hartono) sebagai sindikat jaringan pembobolan dana nasabah yang menargetkan rekening dorman,” kata Helfi.
“(Mereka) juga terlibat dalam kasus penculikan terhadap kepala cabang yang saat ini ditangani oleh Ditreskrimum Polda Metro,” imbuh dia.
Dalam jaringan pembobolan rekening, Candy alias C alias Ken berperan sebagai mastermind.
Ia mengklaim kelompoknya merupakan bagian dari Satuan Tugas Perampasan Aset untuk menipu korban.
Sementara itu, Dwi Hartono bertugas membuka blokir rekening dan memindahkan dana yang dibekukan.
“Sejak awal Juni 2025, sindikat ini melakukan pertemuan dengan kepala cabang pembantu salah satu bank di Jawa Barat untuk merencanakan pemindahan dana pada rekening dormant,” ungkap Helfi.
Selain keduanya, polisi juga menetapkan tujuh tersangka lain dengan peran berlapis:
AP (50), kepala cabang pembantu bank, memberi akses ke aplikasi core banking system.
GRH (43), consumer relations manager, jadi penghubung antara sindikat dan pihak internal bank.
DR (44), konsultan hukum, merancang strategi eksekusi sekaligus memberi perlindungan.
NAT (36), mantan pegawai bank, melakukan akses ilegal dan transfer dana ke rekening penampungan.
R (51), mediator sekaligus penerima aliran dana.
TT (38), fasilitator keuangan ilegal dan pengelola hasil kejahatan.
IS (60), penyedia rekening penampungan hasil pembobolan.
Keterlibatan Candy dan Dwi Hartono tak hanya berhenti di kasus perbankan.
Mereka juga disebut sebagai dalang penculikan dan pembunuhan Mohamad Ilham Pradipta, kepala KCP bank BUMN.