Kebangkitan Jet Tempur China: Dulu Tukang Tiru, Kini Ciptakan Generasi Keenam - Kompas
Dunia Internasional,
Kebangkitan Jet Tempur China: Dulu Tukang Tiru, Kini Ciptakan Generasi Keenam


BEIJING, KOMPAS.com - Untuk kali pertama, China memamerkan seluruh armada jet tempur siluman generasi kelima yang dimiliki dalam parade militer besar di Beijing, Rabu (3/9/2025).
Ada tiga jet tempur siluman generasi kelima yang dipamerkan dalam parade militer tersebut yakni J-20A, J-20S, dan J-35.
Dipamerkannya jet-jet siluman itu membuat dunia tercengang. Pasalnya, "Negeri Panda" dulu hanya bisa meniru, tapi kini sudah melompat lebih jauh.
Bahkan, China menjadi salah satu dari segelintir negara yang kini menggarap jet tempur generasi keenam, pesawat yang lebih siluman dan terkoneksi dengan akal imitasi (AI).
Dilansir dari berbagai sumber, berikut kisah kebangkitan industri jet tempur China hingga membuat terobosan besar kiwari.
Tiru Uni Soviet
Pada 1950-an hingga awal 1960-an, industri penerbangan China bisa tumbuh berkat bantuan Uni Soviet.
Beijing mendapat lisensi untuk memproduksi berbagai jet tempur buatan "Negeri Beruang Merah" seperti MiG-17 dan MiG-19, yang kemudian dikenal sebagai J-5 dan J-6.
Lisensi tersebut memberi insinyur China pengalaman teknis dasar, tetapi masih sebatas perakitan dan peniruan desain.
Setelah hubungan Beijing dengan Moskwa memburuk pada 1960, China kehilangan akses ke teknologi jet tempur yang baru.
Stagnansi

Usai "pisah ranjang" dengan Uni Soviet, industri dalam negeri China hanya bisa melakukan penyempurnaan terbatas terhadap model-model lama.
Saat itu, China memang mampu membuat jet tempur sendiri. Akan tetapi, jet tempur itu hanyalah tiruan dari Soviet dan dipandang rendah kualitasnya.
Jet J-7 misalnya, lahir dari desain MiG-21, tetapi tidak memberi lompatan berarti. Pada masa ini, kemampuan industri China lebih banyak pada upaya upgrade produk lama ketimbang menciptakan hal baru.
Periode 1960–1977 bisa disebut sebagai masa stagnansi dalam industri kedirgantaraan di China.
Upaya mengembangkan pesawat sendiri seperti J-8 mengalami banyak kendala, baik teknis maupun politik. Revolusi Kebudayaan pada 1966-1976 juga mengacaukan stabilitas industri militer.
Pada tahap ini, strategi utama China hanya memodifikasi teknologi lama agar tetap bisa menjaga kedaulatan udara.
Namun, kemampuan untuk melakukan inovasi besar masih jauh dari harapan.
Membuka diri
Perubahan besar terjadi pada akhir 1970-an ketika hubungan China dengan Barat membaik.
China mencoba memperoleh teknologi dari negara-negara Eropa dan Amerika Serikat (AS).
Namun, kesempatan ini berakhir setelah tragedi Tiananmen 1989 yang membuat negara-negara Barat menghentikan kerja sama militer.
Setelah Uni Soviet runtuh, China kemudian beralih ke Rusia yang sedang krisis ekonomi pada 1990-an.
Dari Moskwa, Beijing membeli jet Su-27 dan kemudian memproduksinya dalam negeri dengan nama J-11.
Proses ini mencerminkan strategi buy, build, or steal yang diadopsi China: membeli teknologi asing, membangun berdasarkan desain tersebut, atau "mencuri" teknologi termasuk melalui spionase.
Modernisasi

Memasuki 1990-an hingga 2000-an, Angkatan Udara China melakukan modernisasi besar-besaran.
Jumlah pesawat lama dikurangi secara drastis, sedangkan model baru generasi keempat mulai diproduksi lebih banyak.
China berhasil mengembangkan J-10, jet tempur yang diklaim sebagai desain asli dalam negeri meski mendapat pengaruh teknologi asing.
Selain itu, J-11 sebagai tiruan Su-27 diperkuat dengan produksi massal, dan J-15 berhasil diuji sebagai jet tempur kapal induk.
Transformasi ini berlangsung cepat. Dalam kurun 15 tahun, China mampu melompati empat dekade kesenjangan teknologi dan menempatkan dirinya sebagai salah satu negara dengan jumlah jet tempur generasi keempat terbesar di dunia.
Ambisi China semakin nyata pada Januari 2011 ketika prototipe J-20 sebagai calon jet tempur generasi kelima sukses melakukan uji terbang.
Padahal, waktu itu baru AS dan Rusia yang sebelumnya mampu mengembangkan jet generasi kelima.
Hanya 14 tahun setelah diuju coba, China memamerkan J-20 dan dua jet tempur silmuman lainnya dalam parade militer di Beijing tahun ini.
Di balik capaian itu, pemerintah China merestrukturisasi industri dirgantaranya, China Aviation Industry Corporation (AVIC).
AVIC I dan AVIC II digabung menjadi AVIC. Selain itu, China mendirikan The Commercial Aircraft Corporation of China (COMAC) didirikan untuk memperkuat sektor penerbangan sipil dan militer.
Restrukturisasi ini mempercepat proses riset dan produksi, sekaligus memperlihatkan ambisi untuk mandiri dalam teknologi kedirgantaraan.
Generasi keenam

Saat ini, China tak mau ketinggalan mengembangkan jet tempur generasi keenam.
Teknologi yang diusung dalam jet tempur generasi keenam mencakup AI, sistem sensor canggih, hingga kemampuan bekerja sama dengan drone tempur.
Awal tahun ini, China memperkenalkan J-36, jet tempur generasi keenam dengan bobot lebih dari 44 ton.
Jet ini diyakini menggunakan tiga mesin demi jangkauan tempur hingga 2.700 kilometer.
Sejumlah laporan militer menyebut, J-36 dirancang untuk menahan kehadiran pesawat tempur dan pengebom AS di Pasifik.
Jet ini juga diprediksi mampu membawa lebih dari 4,5 ton senjata, termasuk rudal jarak jauh dan sistem serangan elektronik.
Kokpit ganda berdampingan memungkinkan pengendalian drone secara real time. China diperkirakan dapat mengoperasikan jet ini sebelum 2030.