KPK Nilai Gugatan Rudy Tanoe Keliru, Harus Ditolak Hakim - Inilah
KPK Nilai Gugatan Rudy Tanoe Keliru, Harus Ditolak Hakim
Berita Terkini, Eksklusif di WhatsApp Inilah.com
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Tim Biro Hukum menilai gugatan praperadilan yang diajukan Presiden Direktur PT Dosni Roha Indonesia Tbk (DNR Corporation) sekaligus Komisaris PT Dosni Roha Logistik (DNR Logistics/DNRL), B. Rudijanto Tanoesoedibjo (BRT) keliru.
Rudy mengajukan gugatan praperadilan karena tidak terima ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi penyaluran bantuan sosial (bansos) beras untuk keluarga penerima manfaat Program Keluarga Harapan (KPM-PKH) Kementerian Sosial (Kemensos) tahun 2020 di masa pandemi Covid-19 oleh KPK.
"Dalil-dalil yang dijadikan alasan Pemohon (kubu Rudy) untuk mengajukan permohonan Praperadilan ini adalah tidak benar dan keliru," kata Tim Biro Hukum KPK di ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (16/9/2025).
KPK meminta Hakim Tunggal PN Jaksel, Saut Erwin Hartono Munthe, menolak gugatan praperadilan yang diajukan Rudy, yang diketahui merupakan kakak dari pendiri MNC Group, Hary Tanoesoedibjo.
"Menolak permohonan praperadilan yang diajukan pemohon sebagaimana terdaftar perkara nomor 102/Pid.Pra/2025/PN JKT.SEL atau setidaknya menyatakan permohonan praperadilan tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard)," kata Tim Biro Hukum KPK.
Tim Biro Hukum menegaskan, penetapan Rudy sebagai tersangka sudah sah secara hukum berdasarkan aspek formil yang diuji dalam sidang praperadilan ini.
"Menyatakan penyidikan atas diri Pemohon berdasarkan surat perintah penyidikan nomor Sprin.Dik/57/Dik.00/01/08/2025 tanggal 05 Agustus 2025 adalah sah dan berdasarkan atas hukum serta mempunyai kekuatan mengikat," jelasnya.
KPK juga menilai, meski aspek materiil akan diuji dalam sidang pokok perkara nanti, keterlibatan Rudy dalam tindak pidana korupsi penyaluran bansos beras sudah jelas.
Baca Juga:
Dalam konstruksi perkara, dugaan korupsi bansos ini dilakukan oleh eks Menteri Sosial Juliari P. Batubara bersama tiga tersangka dalam perkara ini, yakni mantan Dirjen Dayasos Kemensos Edi Suharto; Rudyjanto Tanoe selaku Dirut PT Dosni Roha sekaligus Komisaris PT DNRL; dan Kanisius Jerry Tengker selaku Dirut PT DNRL. Selain itu, dua korporasi, yakni PT Dosni Roha Indonesia Tbk (DNR Corporation) dan PT DNR Logistics, juga ditetapkan sebagai tersangka.
"Perbuatan yang diduga sebagai tindak pidana korupsi adalah perbuatan Juliari P. Batubara selaku Mensos RI dan Edi Suharto selaku Dirjen Pemberdayaan Sosial (Dayasos) Kementerian Sosial bersama-sama dengan Pemohon selaku Dirut PT Dosni Roha dan Komisaris Utama PT Dosni Roha Logistik dan K. Jerry Tengker selaku Dirut PT Dosni Roha Logistik, yang telah menguntungkan korporasi PT Dosni Roha dan PT Dosni Roha Logistik," kata Tim Biro Hukum KPK.
Menurut KPK, penunjukan dan pelaksanaan pekerjaan penyaluran bansos beras 2020 dilakukan secara melawan hukum sebagaimana Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU Tipikor juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Dalam praktiknya, Rudyjanto bersama Kanisius Jerry Tengker sengaja menggunakan data aset dan kompetensi PT Dosni Roha sebagai induk PT DNRL dalam uji petik Kemensos. Padahal, PT DNRL yang mengajukan diri sebagai penyalur bansos tidak memiliki kemampuan teknis, sehingga harus menunjuk enam perusahaan vendor untuk distribusi di 15 provinsi.
"Padahal PT DNRL yang mengajukan diri sebagai calon penyalur atau transporter, tidak memiliki kemampuan teknis dalam melaksanakan penyaluran bansos beras tahun 2020. Hal tersebut mengakibatkan PT DNRL harus menunjuk enam perusahaan vendor untuk melaksanakan pekerjaan utama penyaluran bansos beras di 15 provinsi," ucap Tim Biro Hukum.
Selain itu, Rudy bersama Juliari, Edi Suharto, Kanisius Jerry Tengker, serta korporasi PT DNR dan PT DNRL diduga merekayasa indeks harga penyaluran bansos. Mereka menetapkan harga Rp1.500/kg tanpa kajian profesional serta mengintervensi pejabat pengadaan.
"Mengintervensi pejabat pengadaan dengan tujuan mengubah narasi berapa petunjuk teknis pelaksanaan kegiatan penyaluran bansos beras, sehingga realisasi pekerjaan tidak sesuai dengan tahap awal pekerjaan. Bahwa seharusnya penyaluran bansos beras dilaksanakan sampai ke titik tingkat RT/RW, tapi realisasinya sampai titik kelurahan atau desa," jelas Tim Biro Hukum.
Dari praktik tersebut, PT DNRL mendapat kontrak senilai Rp335,05 miliar untuk menyalurkan beras kepada lebih dari 5 juta KPM-PKH di 15 provinsi. Namun, penghitungan kerugian negara menunjukkan selisih kontrak dengan harga penawaran Perum Bulog, yakni Rp335,05 miliar dibanding Rp113,96 miliar.
Baca Juga:
"Yang telah menguntungkan korporasi PT Dos Ni Roha dan PT DNRL, dan merugikan keuangan negara sekurang-kurangnya sebesar Rp221,091 miliar," ungkap Tim Biro Hukum KPK.
KPK menambahkan, proyek bansos ini memperkaya PT DNRL sebesar Rp108,487 miliar. Dari jumlah tersebut, Rp101,01 miliar disetor kepada induk usaha PT DNR melalui dividen, sementara sisa Rp7,476 miliar diterima langsung oleh PT DNRL.
Menurut KPK, perbuatan Rudyjanto bersama pihak lain memenuhi unsur Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Sebelumnya, pengacara Rudy, Yosua Hasudungan Wilbur, menilai penetapan tersangka terhadap kliennya dilakukan secara sewenang-wenang.
"Karena tidak pernah dilakukan pemeriksaan dalam kapasitasnya sebagai calon tersangka," ujar Yosua di ruang sidang PN Jaksel, Senin (15/9/2025).
Ia menambahkan, penetapan tersangka Rudy dilakukan bersamaan dengan dimulainya tahap penyidikan perkara tersebut.
"Pemohon tidak pernah diperiksa sebagai saksi dalam tahap penyidikan," ujarnya.
Pengacara Rudy lainnya, Edy Sunari, juga menilai penetapan tersangka dilakukan tanpa keterbukaan.
Baca Juga:
"Bahwa apakah dibenarkan secara hukum Termohon dapat menetapkan tersangka hanya melalui Surat Perintah Penyidikan tanpa adanya pemeriksaan sebagai calon tersangka," ujar Edy Sunari.