Sosial Media
powered by Surfing Waves
0
News
    Home Featured KPK Mahkamah Konstitusi Perpres

    KPK Usulkan Perpres Atur Larangan Rangkap Jabatan Usai Ada Putusan MK - Kompas

    4 min read

     

    KPK Usulkan Perpres Atur Larangan Rangkap Jabatan Usai Ada Putusan MK

    Kompas.com, 18 September 2025, 12:31 WIB
    Lihat Foto

    JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendorong adanya peraturan presiden (perpres) yang mengatur larangan rangkap jabatan setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang wakil menteri merangkap jabatan sebagai pejabat negara lain, komisaris BUMN/swasta, atau pimpinan organisasi yang didanai APBN/APBD.

    Hal ini merupakan salah satu rekomendasi kebijakan yang diusulkan KPK dalam kajian terkait rangkap jabatan demi menghindari konflik kepentingan yang dapat berujung ke perbuatan korupsi.

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

    “Mendorong lahirnya Peraturan Presiden atau Peraturan Pemerintah yang secara jelas mengatur definisi, ruang lingkup, daftar larangan jabatan, dan sanksi terkait konflik kepentingan dan rangkap jabatan,” kata Plt Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK, Aminudin, dalam keterangan tertulis, Kamis (18/9/2025).

    Amin mengatakan, KPK juga mendorong adanya sinkronisasi regulasi dan harmonisasi putusan tersebut dengan Undang-Undang (UU) Badan Usaha Milik Negara, UU Pelayanan Publik, UU Aparatur Sipil Negara, UU Administrasi Pemerintahan, serta aturan lain yang terkait.

    Tak Ada di Istana, Ke Mana Gibran Saat Prabowo Lantik Menterinya?

    “Mengusulkan reformasi remunerasi pejabat publik melalui sistem gaji tunggal (single salary) yang menghapuskan peluang penghasilan ganda akibat rangkap jabatan,” ujar Amin melanjutkan.

    KPK juga mendorong pembentukan Komite Remunerasi Independen di BUMN atau lembaga publik untuk menjaga transparansi dan perbaikan skema pensiun.

    Selanjutnya, lembaga antirasuah mendorong penyusunan Standar Operasional Prosedur (SOP) investigasi konflik kepentingan sesuai standar OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) untuk dijalankan secara konsisten oleh Inspektorat maupun Satuan Pengawasan Internal (SPI) BUMN.

    Amin mengatakan, KPK berkomitmen untuk menutup celah konflik kepentingan melalui kajian mendalam terkait rangkap jabatan di lembaga publik.

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

    “Langkah ini diperkuat oleh Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 128/PUU-XXIII/2025,” kata dia.

    Amin menambahkan, putusan MK itu semakin mempertegas urgensi pembenahan sehingga praktik rangkap jabatan tidak lagi menjadi celah konflik kepentingan, dan pejabat publik dapat fokus memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat.

    Data yang dikumpulkan KPK bersama Ombudsman pada tahun 2020 menunjukkan bahwa dari 397 komisaris BUMN dan 167 komisaris anak perusahaan yang terindikasi merangkap jabatan, hampir setengahnya (49 persen) tidak sesuai dengan kompetensi teknis.

    Selain itu, 32 persen dari mereka berpotensi menimbulkan konflik kepentingan, yang menunjukkan lemahnya pengawasan, rendahnya profesionalitas, dan risiko rangkap pendapatan yang mencederai rasa keadilan publik.

    Kajian yang diinisiasi oleh KPK ini telah dilakukan sejak Juni-Desember 2025 dan dilanjutkan pada tahun 2026, dengan fokus di 10 lembaga publik melalui pendekatan kualitatif dan kuantitatif.

    KPK berkolaborasi dengan kementerian dan lembaga, termasuk Kementerian PANRB, Ombudsman RI, Kementerian BUMN, Lembaga Administrasi Negara (LAN), serta para akademisi.

    Kajian ini akan mengidentifikasi praktik rangkap jabatan, faktor penyebabnya mulai dari kebijakan, keterbatasan SDM, hingga beban kerja dan kompensasi, serta efektivitas mekanisme pengawasan.

    “Hasil penelitian diharapkan menghasilkan rekomendasi valid dan presisi guna mendorong perbaikan sistem, etika, dan profesionalitas,” ucap dia.

    Kajian KPK juga melibatkan pemangku kepentingan pada lingkup eksekutif ASN, TNI, dan Polri, serta kementerian dan lembaga pemerintah non-kementerian di tingkat pusat dan narasumber eksper serta praktisi terkait.

    “Di antaranya pakar etika pemerintahan dan integritas publik; pakar antikorupsi dan kelembagaan pengawas; serta akademisi dan peneliti kebijakan publik,” ucap dia.

    Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini
    Komentar
    Additional JS