Krisis Anggaran, PNS di Amerika Serikat Terancam PHK Massal - SINDOnews.com
3 min read
Dunia Internasional,
Krisis Anggaran, PNS di Amerika Serikat Terancam PHK Massal
Jum'at, 26 September 2025 - 14:42 WIB
Pemerintah federal AS kembali di ambang penutupan sebagian atau shutdown menyusul krisis anggaran. FOTO/EPA
A
A
A
WASHINGTON - Pemerintah federal Amerika Serikat (AS) kembali di ambang penutupan sebagian atau shutdown menyusul krisis anggaran akibat kebuntuan pembahasan antara pemerintahan Presiden Donald Trump dengan Partai Demokrat di Senat. Kali ini, Gedung Putih mengeluarkan ancaman yang lebih keras, yaitu mempersiapkan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal bagi pegawai negeri sipil (PNS).
Eskalasi ini tertuang dalam memorandum Kantor Manajemen dan Anggaran (OMB) Gedung Putih pada Rabu malam waktu setempat. Memo itu memerintahkan seluruh lembaga federal untuk mengidentifikasi program dan proyek yang akan kehilangan pendanaan jika Kongres gagal menyetujui anggaran baru sebelum tenggat 1 Oktober.
"Program yang tidak menerima suntikan dana wajib akan menanggung beban terberat dari shutdown," demikian bunyi memo OMB seperti dikutip dari salinan yang diberikan kepada media, dilansir dari Reuters, Jumat (26/9).
Baca Juga: Trump Perintahkan Hukuman Mati Diterapkan Kembali di Ibu Kota AS
Lembaga-lembaga federal juga diperintahkan menyerahkan rencana pemangkasan tenaga kerja dan bersiap mengeluarkan pemberitahuan PHK kepada pegawai. Langkah ini dinilai sebagai taktik negosiasi yang agresif.
Dalam memonya, OMB sebanyak enam kali menyebut penolakan Partai Demokrat terhadap rancangan undang-undang pendanaan sementara yang diajukan Partai Republik pekan lalu. Pemimpin Mayoritas Demokrat di Senat, Chuck Schumer, mengecam keras ancaman tersebut. "Ini adalah upaya intimidasi," ujarnya. "Donald Trump telah memecat pegawai federal sejak hari pertama, bukan untuk memerintah, tetapi untuk menakut-nakuti."
Senator-senator Demokrat dari negara bagian yang banyak menaungi PNS federal, seperti Virginia dan Maryland, menyuarakan penolakan serupa. Senator Virginia Mark Warner dan Tim Kaine menilai ancaman PHK mencerminkan kurangnya kepemimpinan Trump. Sementara Senator Maryland Chris Van Hollen menyebutnya "pemerasan ala mafia" yang menyasar pegawai berdedikasi.
Kebuntuan politik ini membawa pemerintah federal pada ambang shutdown parsial ke-15 sejak 1981. Pemicu utamanya adalah penolakan Demokrat terhadap RUU pendanaan yang diajukan Partai Republik, kecuali jika disertai dengan pembatalan pemangkasan terhadap program kesehatan tertentu.
Baca Juga: Negara-negara Ini Melakukan PHK Massal PNS, Indonesia Menyusul?
Sikap keras Demokrat kali ini berbeda dengan strategi mereka awal tahun lalu yang memilih kompromi untuk menghindari shutdown. Perubahan sikap tersebut menunjukkan meningkatnya kepercayaan diri Partai Demokrat seiring dengan turunnya tingkat dukungan publik terhadap kebijakan Trump.
Ancaman PHK ini juga sejalan dengan agenda lama Trump untuk mengecilkan birokrasi federal. Pada Agustus lalu, Direktur Kantor Manajemen Personalia (OPM) Scott Kupor memperkirakan sekitar 300.000 PNS akan meninggalkan pekerjaan mereka pada akhir 2025, dengan 154.000 di antaranya mengambil pensiun dini per 30 September.
Secara hukum, pemerintah memiliki kewenangan untuk melakukan PHK dengan pemberitahuan minimal 30-60 hari. Namun, Profesor Hukum Anggaran Universitas Georgetown, David Super, menegaskan bahwa hukum federal tidak memberi wewenang untuk memecat pegawai selama shutdown berlangsung.
Jika shutdown terjadi, program jaminan sosial seperti Social Security dan Medicare serta layanan penting seperti penegakan hukum tidak akan terdampak. Namun, ratusan ribu PNS di bidang seperti pengumpulan data dan pengelolaan Taman Nasional akan dirumahkan sementara tanpa bayaran hingga krisis anggaran terselesaikan.
Krisis anggaran ini semakin runyam setelah Trump membatalkan pertemuan dengan pimpinan Demokrat yang sedianya membahas jalan keluar. Kebuntuan ini memperlihatkan bagaimana tarik ulur politik di Washington menjadikan nasib ratusan ribu PNS sebagai bahan taruhan.
Eskalasi ini tertuang dalam memorandum Kantor Manajemen dan Anggaran (OMB) Gedung Putih pada Rabu malam waktu setempat. Memo itu memerintahkan seluruh lembaga federal untuk mengidentifikasi program dan proyek yang akan kehilangan pendanaan jika Kongres gagal menyetujui anggaran baru sebelum tenggat 1 Oktober.
"Program yang tidak menerima suntikan dana wajib akan menanggung beban terberat dari shutdown," demikian bunyi memo OMB seperti dikutip dari salinan yang diberikan kepada media, dilansir dari Reuters, Jumat (26/9).
Baca Juga: Trump Perintahkan Hukuman Mati Diterapkan Kembali di Ibu Kota AS
Lembaga-lembaga federal juga diperintahkan menyerahkan rencana pemangkasan tenaga kerja dan bersiap mengeluarkan pemberitahuan PHK kepada pegawai. Langkah ini dinilai sebagai taktik negosiasi yang agresif.
Dalam memonya, OMB sebanyak enam kali menyebut penolakan Partai Demokrat terhadap rancangan undang-undang pendanaan sementara yang diajukan Partai Republik pekan lalu. Pemimpin Mayoritas Demokrat di Senat, Chuck Schumer, mengecam keras ancaman tersebut. "Ini adalah upaya intimidasi," ujarnya. "Donald Trump telah memecat pegawai federal sejak hari pertama, bukan untuk memerintah, tetapi untuk menakut-nakuti."
Senator-senator Demokrat dari negara bagian yang banyak menaungi PNS federal, seperti Virginia dan Maryland, menyuarakan penolakan serupa. Senator Virginia Mark Warner dan Tim Kaine menilai ancaman PHK mencerminkan kurangnya kepemimpinan Trump. Sementara Senator Maryland Chris Van Hollen menyebutnya "pemerasan ala mafia" yang menyasar pegawai berdedikasi.
Kebuntuan politik ini membawa pemerintah federal pada ambang shutdown parsial ke-15 sejak 1981. Pemicu utamanya adalah penolakan Demokrat terhadap RUU pendanaan yang diajukan Partai Republik, kecuali jika disertai dengan pembatalan pemangkasan terhadap program kesehatan tertentu.
Baca Juga: Negara-negara Ini Melakukan PHK Massal PNS, Indonesia Menyusul?
Sikap keras Demokrat kali ini berbeda dengan strategi mereka awal tahun lalu yang memilih kompromi untuk menghindari shutdown. Perubahan sikap tersebut menunjukkan meningkatnya kepercayaan diri Partai Demokrat seiring dengan turunnya tingkat dukungan publik terhadap kebijakan Trump.
Ancaman PHK ini juga sejalan dengan agenda lama Trump untuk mengecilkan birokrasi federal. Pada Agustus lalu, Direktur Kantor Manajemen Personalia (OPM) Scott Kupor memperkirakan sekitar 300.000 PNS akan meninggalkan pekerjaan mereka pada akhir 2025, dengan 154.000 di antaranya mengambil pensiun dini per 30 September.
Secara hukum, pemerintah memiliki kewenangan untuk melakukan PHK dengan pemberitahuan minimal 30-60 hari. Namun, Profesor Hukum Anggaran Universitas Georgetown, David Super, menegaskan bahwa hukum federal tidak memberi wewenang untuk memecat pegawai selama shutdown berlangsung.
Jika shutdown terjadi, program jaminan sosial seperti Social Security dan Medicare serta layanan penting seperti penegakan hukum tidak akan terdampak. Namun, ratusan ribu PNS di bidang seperti pengumpulan data dan pengelolaan Taman Nasional akan dirumahkan sementara tanpa bayaran hingga krisis anggaran terselesaikan.
Krisis anggaran ini semakin runyam setelah Trump membatalkan pertemuan dengan pimpinan Demokrat yang sedianya membahas jalan keluar. Kebuntuan ini memperlihatkan bagaimana tarik ulur politik di Washington menjadikan nasib ratusan ribu PNS sebagai bahan taruhan.
(nng)