Marak Kasus Keracunan MBG, Ada Sabotase? - SindoNews
5 min read
Kesehatan
Marak Kasus Keracunan MBG, Ada Sabotase?
Jum'at, 26 September 2025 - 07:18 WIB
Saksikan perbincangan lengkap bersama Kepala Badan Gizi Nasional Dadan Hindayana dalam One on One pada Senin, 29 September 2025 pukul 20.30 WIB hanya di SindoNews TV.
A
A
A
JAKARTA - Maraknya kasus keracunan akibat Makan Bergizi Gratis (MBG) menyedot perhatian banyak pihak. Kasus keracunan yang dialami para siswa tersebut telah terjadi di sejumlah daerah.
Berdasarkan data Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), hingga September 2025 telah terjadi 6.452 kasus keracunan anak setelah menerima MBG. Bahkan, Kabupaten Bandung Barat menetapkan kasus keracunan MBG sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) akibat keracunan MBG.
Ketua DPR Puan Maharani menilai pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG) harus dievaluasi. Hal itu ditujukan agar pelaksanaan program unggulan pemerintah ini bisa lebih baik dirasakan anak-anak Indonesia.
Baca juga: MBG Sedot Anggaran Rp335 T, Bennix: Masih Ada Orang di Indonesia Tak Tahu Sarapan
Berdasarkan data Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), hingga September 2025 telah terjadi 6.452 kasus keracunan anak setelah menerima MBG. Bahkan, Kabupaten Bandung Barat menetapkan kasus keracunan MBG sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) akibat keracunan MBG.
Ketua DPR Puan Maharani menilai pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG) harus dievaluasi. Hal itu ditujukan agar pelaksanaan program unggulan pemerintah ini bisa lebih baik dirasakan anak-anak Indonesia.
Baca juga: MBG Sedot Anggaran Rp335 T, Bennix: Masih Ada Orang di Indonesia Tak Tahu Sarapan
"Ya harus selalu dilakukan evaluasi untuk bisa ditindaklanjuti, untuk bisa pelaksanaannya di lapangan bisa menjadi lebih baik dan jangan sampai kemudian anak-anak yang kemudian dirugikan," ujar Puan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (22/9/2025).
Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW) prihatin terhadap insiden keracunan pada anak-anak yang menyantap MBG. HNW pun meminta pemerintah segera melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan program MBG.
HNW menyebut, maraknya kasus keracunan makanan ini bertentangan dengan tujuan MBG, yakni untuk menyehatkan anak dengan meningkatkan kualitas gizi anak bangsa. HNW pun mengingatkan bahwa konstitusi memerintahkan untuk melindungi anak.
Baca juga: 6.000 Kasus Keracunan Makanan Akibat MBG, Begini Cara Deteksi Dini Menurut Dokter Anak
"Namun disayangkan sekali, ribuan anak justru menjadi korban keracunan akibat mengonsumsi makanan MBG yang sebagiannya bermasalah," kata HNW dalam keterangannya, dikutip Kamis (25/9/2025).
HNW mendorong BGN untuk segera mengevalusi secara menyeluruh pelaksanaan MBG. Hal ini ditujukan untuk memastikan masa depan generasi Z maupun Alpha yang merupakan generasi penerus bangsa.
Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Muhammad Qodari mengungkapkan masih banyaknya dapur Makan Bergizi Gratis (MBG) yang belum punya sertifikat higienis. Qodari membeberkan total ada 8.583 dapur MBG berdasarkan laporan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) per 22 September 2025.
Baca juga: Marak Kasus Keracunan MBG, Qodari: Pemerintah Tidak Buta dan Tuli
Dari data tersebut, hanya 34 yang memiliki Sertifikat Laik Higiene dan Sanitasi (SLHS). Qodari mengatakan, Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) wajib mengantongi SLHS dari Kemenkes.
“Jadi singkatnya, SPPG itu harus punya SLHS dari Kemenkes sebagai upaya mitigasi dan pencegahan keracunan pada program MBG. Ya ini kan contoh bagaimana satu program itu gak bisa berdiri sendiri, terlibat juga K/L yang lain,” kata Qodari dikutip Kamis (25/9/2025).
Direktur Eksekutif Citra Komunikasi LSI Denny JA Toto Izul Fatah menilai program nasional Makan Bergizi Gratis (MBG) yang telah menelan korban keracunan lebih dari 5.000 siswa harusnya masuk dalam kategori gawat darurat. Menurut dia, solusinya adalah perlu ada evaluasi total dan reformasi besar-besaran terhadap para penyelenggaranya.
“Kasus keracunan massal ini jangan dianggap sepele. Harus ada respon cepat, tegas dan keras terhadap para penyelenggara MBG,” ujar Toto Izul Fatah di Jakarta, Kamis (25/9/2025).
Dia menambahkan, jika tidak, akan berefek psikologis kepada para orang tua yang sekarang mulai khawatir kepada anak-anaknya untuk makan bergizi gratis ini. Di beberapa daerah, kata dia, banyak ibu-ibu yang meragukan keamanan dan kelayakan makanan tersebut untuk dikonsumsi putra putrinya di sekolah.
Dikatakannya, mungkin lebih dari 70% dapur MBG dibangun asal ada, tanpa mempertimbangkan kualitas keamanan dan kelayakan. Toto mengutip data yang diungkap Kepala Staf Kepresidenan (KSP) M Qodari.
Ada sekitar 8.549 dapur tak miliki Sertifikat Laik Higien dan Sanitasi (SLHS) yang harus dimiliki Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG). Dari jumlah itu hanya 34 SPPG yang memiliki SLHS hingga 22 September 2025.
Data lainnya, kata Toto, dari 1.379 SPPG, hanya 423 yang memiliki prosedur operasi standar (SOP) keamanan pangan. Bahkan, hanya 312 yang benar-benar menerapkan SOP tersebut.
Dari data dan fakta itulah, Toto memastikan ada program pengawasan dari penyelenggaran yang tidak berjalan, sehingga banyak SPPG yang tidak mematuhi SOP tersebut.
“Ini jelas sebuah kelalaian. Meskipun, saya tahu, BGN pasti punya problem SDM terbatas untuk memaksimalkan pengawasan tersebut. Tapi, itu bukan menjadi pembenaran yang mentolerir terjadinya keracunan massal. Mana sikap tegas penyelenggara?” katanya.
Dalam kontek itulah, Toto mengingatkan kemungkinan adanya tangan-tangan jahil yang bermain dalam program tersebut. Tujuannya, kata dia, apalagi kalau bukan untuk mengotori misi suci Presiden Prabowo agar citranya rusak lewat program ini.
“Menurut saya, tinggal lihat saja, siapa di lapangan yang memberi kebebasan dan keleluasaan kepada para vendor untuk membangun dapur yang tidak memenuhi standar, alias asal-asalan. Mungkin itulah orang-orang yang disebut bertangan jahil tersebut,” pungkasnya.
Lalu, mungkinkah ada sabotase?
“Enggak. Kita faktornya sih jelas ya. Ketika kita kurang waspada karena tumbuhnya SPPG baru itu akan mudah menjadi bahan berita,” kata Kepala Badan Gizi Nasional Dadan Hindayana kepada jurnalis SindoNews Lukman Hanafi dalam program One on One.
“Karena apa pun yang dilakukan di Makan Bergizi, ada anak satu saja muntah, itu jadi berita ramai. Contoh juga misalnya di Muntilan itu ada anak yang posting lele berbelatung itu jadi berita, padahal ketika kita cek dari 3.600 porsi itu hanya satu yang memberitakan,” sambungnya.
Kemudian, pihaknya mengecek ke lapangan. “Coba kirim lelenya. Nah, ternyata lele yang dikirim ke satuan pelayanan itu dari satuan pelayanan ke sekolah itu seluruh kepalanya dipotong. Nah, videonya itu lelenya ada kepalanya. Jadi, keisengan itu kemudian menjadi viral, padahal itu bukan bersumber dari makan bergizi,” kata Dadan.
Saksikan perbincangan lengkap Lukman Hanafi bersama Kepala Badan Gizi Nasional Dadan Hindayana dalam One on One pada Senin, 29 September 2025 pukul 20.30 WIB hanya di SindoNews TV.
“Karena apa pun yang dilakukan di Makan Bergizi, ada anak satu saja muntah, itu jadi berita ramai. Contoh juga misalnya di Muntilan itu ada anak yang posting lele berbelatung itu jadi berita, padahal ketika kita cek dari 3.600 porsi itu hanya satu yang memberitakan,” sambungnya.
Kemudian, pihaknya mengecek ke lapangan. “Coba kirim lelenya. Nah, ternyata lele yang dikirim ke satuan pelayanan itu dari satuan pelayanan ke sekolah itu seluruh kepalanya dipotong. Nah, videonya itu lelenya ada kepalanya. Jadi, keisengan itu kemudian menjadi viral, padahal itu bukan bersumber dari makan bergizi,” kata Dadan.
Saksikan perbincangan lengkap Lukman Hanafi bersama Kepala Badan Gizi Nasional Dadan Hindayana dalam One on One pada Senin, 29 September 2025 pukul 20.30 WIB hanya di SindoNews TV.
(rca)