PM Spanyol Desak Israel 'Tak Diajak' dalam kompetisi Olahraga Internasional -
Dunia Internasional, Konflik Timur Tengah
PM Spanyol Desak Israel 'Tak Diajak' dalam kompetisi Olahraga Internasional
Spanyol merupakan salah satu negara yang secara konsisten memberikan tekanan kepada Israel terkait masalah Gaza.

Perdana Menteri Spanyol, Pedro Sanchez, mengusulkan agar Israel dilarang ikut serta dalam kompetisi olahraga internasional akibat tindakan mereka di Gaza. "Israel tidak dapat terus menggunakan platform internasional untuk membersihkan citranya," ungkapnya kepada anggota Partai Pekerja Sosialis, seperti yang dilaporkan oleh BBC. Ia menekankan bahwa Israel harus diperlakukan sama seperti Rusia yang melakukan invasi besar-besaran ke Ukraina pada tahun 2022.
Pada hari Minggu (14/9/2025), Menteri Luar Negeri Israel, Gideon Saar, mengecam pernyataan perdana menteri Spanyol tersebut, menyebutnya sebagai "aib" dan menuduhnya memicu protes pro-Palestina di Madrid.
Protes tersebut berujung pada pembatalan etape terakhir balapan sepeda Vuelta a Espana, di mana tim Israel ikut berpartisipasi. Sebelumnya, Sanchez menyatakan bahwa protes yang terjadi selama tiga pekan balapan itu menunjukkan bahwa Spanyol "bersinar sebagai teladan, dengan penuh kebanggaan" dalam isu Gaza.
Beberapa menteri dari pemerintah Spanyol memberikan pujian terhadap aksi protes di etape terakhir, yang menurut data resmi melibatkan sekitar 100.000 peserta.
"Saya merasa lega melihat puluhan ribu orang turun ke jalan menentang genosida ini, karena ini memang merupakan genosida dan tidak ada istilah lain untuk itu," kata Menteri Transformasi Digital, Oscar Lopez.
Israel secara konsisten membantah bahwa tindakan mereka di Gaza adalah genosida, dan menyebutnya sebagai bentuk pembelaan diri yang sah.
Menteri Kebudayaan, Ernest Urtasun, juga menegaskan bahwa Israel seharusnya tidak ikut ambil bagian dalam Kontes Lagu Eurovision mendatang, sejalan dengan seruan Sanchez yang disampaikan sebelumnya tahun ini.
"Kita harus memastikan bahwa Israel tidak berpartisipasi dalam Eurovision yang akan datang," ujarnya. Stasiun penyiaran publik dari Irlandia dan Belanda telah menyatakan bahwa mereka tidak akan berpartisipasi jika Israel tetap diikutsertakan, mengingat penderitaan manusia yang "parah" dan "mengerikan" di Gaza.
Ketegangan Israel dan Spanyol terus Berlanjut

Hubungan antara Israel dan Spanyol telah menunjukkan ketegangan yang signifikan sejak akhir tahun 2023. Saat itu, Sanchez mengungkapkan keprihatinan mengenai banyaknya korban sipil di Gaza, sementara beberapa anggota kabinetnya bahkan menyerukan pemutusan hubungan diplomatik. Pada tahun 2024, Spanyol mengambil langkah lebih lanjut dengan mengakui Negara Palestina, bergabung dengan Norwegia dan Irlandia.
Dalam sebuah pernyataan yang mengejutkan, Sanchez menuduh Israel melakukan genosida dan mengumumkan berbagai tindakan, termasuk embargo senjata. "Saar menanggapi dengan menuduh pemerintahan Sanchez bersikap antisemitisme dan menggunakan retorika liar penuh kebencian."
Menurut jajak pendapat terbaru yang dilakukan oleh lembaga pemikir Royal Institute Elcano, setidaknya 82 persen warga Spanyol meyakini bahwa genosida sedang berlangsung di Gaza. Dua hari setelah pernyataan Sanchez, Ursula von der Leyen, Presiden Komisi Eropa, menyerukan penangguhan perdagangan bebas dan dukungan bilateral dengan Israel.
Dia juga menyoroti masalah "kelaparan buatan manusia" yang terjadi di Gaza. Von der Leyen mengekspresikan penyesalan atas apa yang dia sebut sebagai ketidakmampuan Eropa yang "menyakitkan" untuk memberikan respons yang tepat terhadap tindakan Israel yang dianggapnya tidak manusiawi.
Kelaparan di Gaza
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, secara konsisten menolak anggapan bahwa kelaparan melanda Gaza. Ia menyatakan bahwa jika kelaparan benar-benar terjadi, maka itu adalah tanggung jawab badan-badan bantuan dan Hamas. Israel juga menuduh organisasi bantuan internasional, termasuk PBB, tidak mengambil tindakan terhadap bantuan yang terjebak di perbatasan Gaza, dengan menunjukkan banyaknya truk yang tidak terpakai.
Pada bulan Agustus, lembaga pemantau pangan yang didukung PBB, IPC, mengonfirmasi adanya kelaparan di beberapa daerah di Gaza. Israel dituduh telah menciptakan situasi kelaparan tersebut dengan menerapkan pembatasan yang ketat terhadap pasokan makanan dan bantuan medis ke wilayah itu.
Israel mengontrol semua titik penyeberangan menuju Gaza dan menurut hukum internasional, sebagai kekuatan pendudukan, Israel memiliki tanggung jawab untuk melindungi kehidupan warga sipil, termasuk mencegah terjadinya kelaparan.
Perang di Gaza dilancarkan oleh Israel sebagai reaksi terhadap serangan yang dilakukan oleh Hamas ke wilayah selatan Israel pada 7 Oktober 2023, yang dilaporkan mengakibatkan kematian sekitar 1.200 orang dan penculikan 251 orang lainnya. Sejak itu, otoritas kesehatan di Gaza melaporkan bahwa sedikitnya 64.871 warga Palestina telah menjadi korban akibat serangan yang dilakukan oleh Israel.