Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Diprediksi Naik di 2026 Akibat Pemangkasan Anggaran Transfer ke Daerah - Tribunnews
Dunia Internasional, Konflik Timur Tengah,
Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Diprediksi Naik di 2026 Akibat Pemangkasan Anggaran Transfer ke Daerah - Tribunnews.com
TRIBUNNEWS.COM, YOGYAKARTA - Ekonom Vid Adrison PhD dari Aliansi Ekonom Indonesia memperkirakan, pemerintah daerah akan menaikkan tarif Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) untuk mengatasi kesulitan pendanaan di APBD-nya akibat pemangkasan alokasi anggaran Transfer ke Daerah (TKD) oleh pemerintah pusat di APBN 2026.
"Ada kemungkinan kenaikan PBB terjadi di tahun 2026 karena transfer ke daerah tahun 2026 turun 24,8 persen," kata Vid Adrison yang juga ekonom Universitas Indonesia ini dalam konferensi pers virtual Aliansi Ekonom Indonesia, awal pekan ini.
Vid mengingatkan kepada pemerintah pusat agar meninjau ulang pemangkasan anggaran Transfer ke Daerah mengingat banyak pemerintah daerah APBD-nya bergantung dari penerimaan transfer dari pemerintah pusat.
"Kebijakan itu sebaiknya dipikirkan kembali, itu halusnya, atau dibatalkan. Karena 24,8 peren itu luar biasa besar. Daerah sangat tergantung dengan TKD, dampaknya ke perekonomian daerah,” kata Vid Adrison.
Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 disebutkan, pemerintah pusat mengalokasikan transfer ke daerah sejumlah Rp650 triliun.
Sementara pada APBN 2025 mencapai Rp919 triliun. Pengurangan tersebut bakal dikompensasi melalui kegiatan lain di kementerian/lembaga dengan total mencapai Rp1.300 triliun.
Aliansi Ekonom Indonesia menyerukan Tujuh Desakan Darurat Ekonomi ke pemerintah agar segera dijalankan. Aliansi ini mewadahi 383 ekonom dan 283 pemerhati ekonomi seluruh Indonesia serta diaspora.
Satu dari tujuh desakan darurat ekonomi yang disampaikan adalah memperbaiki seluruh misalokasi anggaran.
Ekonom Aliansi Ekonomi Indonesia, Jahen Fachrul Rezki mengatakan realokasi anggaran yang terjadi akibat Inpres 1 Tahun 2025 memangkas 5,6 persen atau turun sekitar Rp 50 triliun dari APBN 2025.
Padahal 73 persen pendanaan pemerintah daerah berasal dari pemerintah pusat. Artinya, pemerintah daerah sangat tergantung dengan TKD.
“Ketika begitu besar ketergantungan pada pemerintah pusat, kemudian pemerintah pusat meng-cut (memotong TKD), maka daerah akan kesulitan dalam menjalankan tugasnya,” katanya.
Menurut dia, kenaikan Pajak Bumi Bangunan (PBB) yang terjadi di beberapa daerah tahun ini merupakan salah satu implikasi pemangkasan TKD.
Hal itu terpaksa dilakukan pemerintah daerah karena dirasa paling gampang. Ia menyebut PBB bersifat immobile.
Ketika pemerintah daerah menaikkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), masyarakat tidak bisa memindahkan rumah dari lokasi satu ke lokasi lainnya.
“Kenapa bukan pajak hotel, restoran, dan hiburan? Karena hotel, restoran, dan hiburan tergantung dari aktivitas ekonomi. Kalau aktivitas ekonomi tidak bagus, maka penerimaan rendah. Itu yang mengakibatkan kenaikan PBB luar biasa tahun 2025,” ujarnya.
Misalokasi Sumberdaya Ekonomi
Menurut Aliansi Ekonom Indonesia, ada dua benang merah dari permasalahan perekonomian Indonesia saat ini.
Pertama, terjadi misalokasi sumber daya yang masif; kedua, rapuhnya institusi penyelenggara negara karena konflik kepentingan dan tata kelola yang tidak amanah.
"Menimbang masalah tersebut dan riuhnya persaingan tidak sehat antarelit politik dalam proses bernegara, kami menekankan darurat perbaikan yang nyata atas kesejahteraan masyarakat," demikian rekomendasi Aliansi Ekonom Indonesia.
"Dalam kapasitas sebagai ekonom profesional dan akademisi di bidang ekonomi yang mengemban amanah untuk menyuarakan kesulitan perekonomian yang dirasakan rakyat dan dengan bela rasa pada kehidupan masyarakat, kami menyampaikan beberapa desakan penting dan genting untuk dapat ditindaklanjuti secara serius oleh berbagai perangkat negara," sebut mereka.
"Melalui pernyataan bersama ini, kami menyampaikan Tujuh Desakan Darurat Ekonomi yang ditujukan untuk para penyelenggara negara, demi terciptanya perbaikan kesejahteraan masyarakat yang berdasarkan nilai-nilai negara Indonesia yaitu kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial."
Berikut tujuh desakan darurat ekonomi yang dilayangkan para ekonom Aliansi Ekonom Indonesia:
1. Perbaiki secara menyeluruh misalokasi anggaran yang terjadi dan tempatkan anggaran pada kebijakan dan program secara wajar dan proporsional.
2. Kembalikan independensi, transparansi, dan pastikan tidak ada intervensi berdasarkan kepentingan pihak tertentu pada berbagai institusi penyelenggara negara (Bank Indonesia, Badan Pusat Statistik, Dewan Perwakilan Rakyat, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Komisi Pemberantasan Korupsi, Badan Pemeriksa Keuangan, Kejaksaan), serta kembalikan penyelenggara negara pada marwah dan fungsi seperti seharusnya.
3. Hentikan dominasi negara yang berisiko melemahkan aktivitas perekonomian lokal, termasuk pelibatan Danantara, BUMN, TNI, dan Polri.
Menjadikan mereka sebagai penyelenggara yang dominan membuat pasar tidak kompetitif dan dapat menyingkirkan lapangan kerja lokal, ekosistem UMKM, sektor swasta, serta modal sosial masyarakat.
4. Deregulasi kebijakan, perizinan, lisensi dan penyederhanaan birokrasi yang menghambat terciptanya iklim usaha dan investasi yang kondusif.
5. Prioritaskan kebijakan yang menangani ketimpangan dalam berbagai dimensi.
6. Kembalikan kebijakan berbasis bukti dan proses teknokratis dalam pengambilan kebijakan serta berantas program populis yang mengganggu kestabilan dan prudensi fiskal (seperti Makan Bergizi Gratis, Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih, sekolah rakyat, hilirisasi, subsidi dan kompensasi energi, dan Danantara).
7. Tingkatkan kualitas institusi, bangun kepercayaan publik, dan sehatkan tata kelola penyelenggara negara serta demokrasi, termasuk memberantas konflik kepentingan maupun perburuan rente.
Laporan Reporter: Christi Mahatma Wardhani/Endrapta Pramudiaz | Sumber: Tribun Jogja