Tompi Semprot Menkeu Purbaya: Udah Guyur Rp200 T, Kok Bunga Pinjaman Masih Tinggi? - Fajar
Keuangan,
Tompi Semprot Menkeu Purbaya: Udah Guyur Rp200 T, Kok Bunga Pinjaman Masih Tinggi?
FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Penyanyi yang juga berprofesi sebagai dokter, Teuku Adifitrian alias Tompi, ikut merespons penempatan dana jumbo Rp200 triliun ke Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) dan PT Bank Syariah Indonesia (BSI) Tbk.
Tompi menyemprot Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa. Ia menilai meski dana besar sudah dikucurkan, bunga pinjaman di bank justru masih belum mengalami perubahan berarti.
“Udah diguyur Rp200 T, tapi bunga pinjaman masih tinggi aja. Nyaris gak gerak dari bunga lama,” ujar Tompi di X @dr_tompi (20/9/2025).
Tompi juga menyinggung Menteri Keuangan, seraya mengingatkan bahwa tujuan penempatan dana itu adalah untuk mendorong roda perekonomian, bukan sekadar tersimpan di bank tanpa manfaat.
“Gimana nih pak Menkeu? Kalau masih tinggi begini, dana itu akan ngendap aja ntar di bank," Tompi menuturkan.
"Bukankah niatnya menggerakkan ekonomi?” tandasnya.
Sebelumnya, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan, menyebut, kebijakan tersebut sulit mendorong pertumbuhan ekonomi.
"Permasalahan utama kita saat ini bukan kekurangan likuiditas,” ujar Anthony kepada fajar.co.id, Minggu (14/9/2025).
Dikatakan Anthony, kondisi perbankan justru sebaliknya. Likuiditas di dalam negeri masih sangat longgar.
Ia menunjuk indikator Loan to Deposit Ratio (LDR) perbankan yang berada di kisaran 86 hingga 88 persen.
“Angka itu artinya dana pihak ketiga lebih besar dibanding penyaluran kredit,” jelasnya.
Tak hanya itu, Anthony juga menyoroti penempatan dana perbankan pada instrumen negara.
"Dana perbankan yang ditempatkan di SBN dan SRBI mendekati Rp1.900 triliun,” ungkapnya.
Fakta itu, kata Anthony, menegaskan bahwa likuiditas perbankan nasional justru berlebih.
“Jadi masalah kita bukan di likuiditas, tapi di penyerapan kredit ke sektor riil,” tandasnya.
Selain itu, ia menilai pemindahan Rp200 triliun ke bank BUMN tidak bisa disebut sebagai kebijakan ekspansif.
“Itu bukan stimulus fiskal maupun moneter,” katanya.
Anthony menegaskan, stimulus fiskal sejatinya hanya bisa dilakukan lewat dua cara, pengurangan pajak atau peningkatan belanja negara.
“Bukan dengan memindahkan dana dari BI ke bank negara,” tambahnya.
Karena itu, ia meragukan efektivitas gebrakan Purbaya. Menurut perhitungannya, gebrakan ini tidak mampu meningkatkan likuiditas perbankan maupun mempercepat pertumbuhan kredit.
Kalaupun ada dampak, kata Anthony, hanya akan terbatas pada program khusus yang sudah ada sebelumnya.
Ia mencontohkan program Koperasi Merah Putih, yang justru sudah dirancang oleh Sri Mulyani lewat PMK No. 63 Tahun 2025.
Lebih jauh, Anthony memberi masukan agar dana SAL digunakan secara lebih bijak.
“Lebih baik dipakai untuk membiayai defisit anggaran. Pemanfaatan SAL bisa mengurangi kebutuhan pembiayaan melalui utang sekaligus menurunkan beban bunga APBN,” kuncinya.
(Muhsin/fajar)
