Sosial Media
powered by Surfing Waves
0
News
    Home DPRD DKI Jakarta Featured Keuangan

    Tunjangan Rumah DPRD Bandung Rp 50 Juta, Ketua Dewan: Kami Tidak Tahu Detailnya - Kompas

    5 min read

     

    Tunjangan Rumah DPRD Bandung Rp 50 Juta, Ketua Dewan: Kami Tidak Tahu Detailnya

    Kompas.com, 11 September 2025, 05:40 WIB
    Lihat Foto

    Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bandung, Edwin Senjaya

    KOMPAS.com - Isu mengenai besaran gaji dan tunjangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bandung kembali menuai sorotan publik. Berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Kota Bandung Nomor 6 Tahun 2017 serta Peraturan Wali Kota (Perwal) Nomor 22 Tahun 2024, anggota DPRD Kota Bandung menerima gaji dan berbagai tunjangan yang jika dijumlahkan nilainya sangat besar.

    Ketua DPRD Kota Bandung, Asep Mulyadi, misalnya, menerima uang representasi sebesar Rp 2,1 juta, tunjangan jabatan Rp 3,045 juta, tunjangan alat kelengkapan dewan (AKD) Rp 228 ribu, tunjangan komunikasi Rp 14,7 juta, tunjangan perumahan Rp 58 juta, serta tunjangan transportasi Rp 16 juta. Jika dijumlahkan, total penerimaan mencapai lebih dari Rp 90 juta per bulan.

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

    Sementara itu, Wakil Ketua DPRD menerima tunjangan perumahan Rp 56 juta, transportasi Rp 15,5 juta, dan tunjangan lain yang nilainya sedikit berbeda dengan ketua.

    Adapun anggota DPRD biasa mendapat tunjangan perumahan Rp 53 juta, transportasi Rp 15 juta, serta komponen lain yang jika digabungkan totalnya juga mendekati Rp 90 juta per bulan.

    5 Contoh Prompt Gemini Miniatur AI, Mudah dan Tinggal "Copas"

    Apakah Semua Anggota DPRD Mengetahui Rinciannya?

    Menariknya, Ketua DPRD Kota Bandung Asep Mulyadi mengaku tidak mengetahui secara detail rincian gaji dan tunjangan tersebut.

    “Kita soalnya enggak terlalu (tahu) detail ya, kalau di kita sih langsung ke take home pay saja, kita tidak detilkan dan sebagainya,” ujarnya di Gedung DPRD Kota Bandung, Selasa (9/9/2025).

    Ia menambahkan bahwa sebagian besar anggota dewan pun tidak benar-benar tahu berapa detail komponen yang mereka terima setiap bulan.

    Menurutnya, pendapatan bulanan itu tidak hanya untuk kebutuhan pribadi, melainkan juga untuk keperluan partai politik, kegiatan masyarakat, serta membantu konstituen.

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

    “Belum lagi pajak, pajaknya juga per sekarang besar sekali,” imbuhnya.

    Bagaimana Sikap DPRD Menanggapi Sorotan Publik?

    Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bandung, Edwin Senjaya
    Lihat Foto

    Wakil Ketua DPRD Kota Bandung, Edwin Senjaya, menyatakan bahwa pihaknya siap jika pemerintah pusat ingin melakukan evaluasi terkait gaji dan tunjangan dewan.

    “Kalau akan ada evaluasi, mangga, kami sama sekali tidak keberatan. Silakan nanti dievaluasi apakah oleh Kementerian Dalam Negeri bersama-sama dengan pihak-pihak yang terkait, kami persilahkan, tidak ada masalah,” kata Edwin.

    Edwin membenarkan bahwa setiap anggota DPRD Kota Bandung menerima gaji dan tunjangan hingga Rp 90 juta per bulan, sesuai dengan PP Nomor 18 Tahun 2017.

    Namun, setelah dipotong pajak PPh Pasal 21 dan kewajiban iuran partai, rata-rata anggota dewan hanya menerima sekitar Rp 40 juta sebagai take home pay.

    Apakah Pendapatan Itu Dipakai untuk Kepentingan Publik?

    Edwin menjelaskan, sebagian besar dari penghasilan anggota dewan kembali ke masyarakat.

    “Kebanyakan dari apa yang kami dapatkan ini, take home pay yang Rp 40 jutaan, itu kembali juga kepada warga. Setiap bulan, setiap harinya, kami menerima banyak permohonan bantuan dari warga masyarakat,” ujarnya.

    Ia mencontohkan, meski ada tunjangan reses tiga kali setahun sebesar Rp 12 juta per reses, jumlah itu tidak cukup untuk menutup kebutuhan.

    Dalam praktiknya, anggota dewan kerap mengeluarkan uang pribadi, bahkan hingga Rp 40 juta setiap kali reses hanya untuk biaya transportasi masyarakat agar hadir dalam kegiatan.

    Selain itu, banyak pula permintaan bantuan warga yang harus dipenuhi, mulai dari seragam PKK, Posyandu, peralatan olahraga, hingga kebutuhan seni budaya.

    “Jadi intinya, apa yang kami dapatkan itu mayoritas sebetulnya kembali kepada warga masyarakat,” ungkap Edwin.

    Apakah Tingginya Tunjangan Bisa Memicu Kecemburuan?

    Sorotan publik terutama tertuju pada tingginya tunjangan perumahan yang mencapai lebih dari Rp 50 juta per bulan.

    Edwin mengakui hal itu memang bisa menimbulkan persepsi negatif. Namun, ia menegaskan kembali bahwa jumlah yang diterima sudah diatur sesuai regulasi yang berlaku.

    “Sekali lagi saya tidak tahu terlalu detail. Kita serahkan saja dari PP seperti apa. Tentu kalau kami DPRD adalah penyelenggara pemerintahan, kemudian semuanya ada di proses pembinaan dari Kemendagri. Semuanya diatur tata keuangannya oleh PP, oleh Permendagri,” jelas Asep Mulyadi.

    Edwin pun menambahkan, tingginya tunjangan bukan hanya soal nominal, melainkan seberapa jauh anggota DPRD bisa mengoptimalkan kerja mereka untuk memperjuangkan aspirasi rakyat.

    “Saya lebih berharap sebetulnya optimalisasi anggota dewan itu yang disorot. Apakah mereka memang benar-benar bisa memperjuangkan aspirasi warga masyarakat, khususnya yang ada di dapil atau enggak,” pungkasnya.

    Komentar
    Additional JS