Sosial Media
powered by Surfing Waves
0
News
    Home Featured Istimewa Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa Spesial

    Bikin Gempar! Kebijakan 'Gila' Menteri Purbaya: Dana Pemda Rp233 T Segera Diambil Alih Pusat! Kepala Daerah Pusing! - Viva

    7 min read

     

    Bikin Gempar! Kebijakan 'Gila' Menteri Purbaya: Dana Pemda Rp233 T Segera Diambil Alih Pusat! Kepala Daerah Pusing!

    Rabu, 8 Oktober 2025 - 12:06 WIB
    Oleh :

    Sumber :
      Share :

      Menteri Keuangan Purbaya Yudi Sadewa ancam ambil alih dana Pemda Rp233 triliun yang mengendap di bank. Kebijakan agresif ini bikin kepala daerah kelimpungan!

      Baca Juga :

      Jakarta, WISATA - Kekayaan daerah seharusnya tidak hanya terlihat dari angka fantastis di atas kertas, tetapi juga dari seberapa cepat uang itu bergerak menjadi pembangunan nyata. Itulah prinsip yang kini dipegang teguh oleh Menteri Keuangan Purbaya Yudi Sadewa. Namun, kenyataan di lapangan membuatnya murka: ratusan triliun rupiah dana milik Pemerintah Daerah (Pemda) justru mengendap tenang di rekening bank, tanpa memberikan manfaat langsung bagi rakyat.

      Data terbaru dari Kementerian Keuangan menunjukkan fakta mencengangkan. Hingga akhir Agustus 2025, total dana Pemda yang tersimpan di perbankan mencapai Rp233,11 triliun. Angka itu bukan hanya menandakan adanya ketimpangan fiskal, tetapi juga menggambarkan lemahnya manajemen belanja daerah.

      Baca Juga :

      Menteri Purbaya secara terbuka menegaskan bahwa kebijakan fiskal nasional kini berfokus pada belanja ekspansif dan pro-pertumbuhan. Artinya, uang negara harus segera beredar, bukan sekadar mengendap demi mengejar bunga deposito. Karena itulah, ia melontarkan pernyataan mengejutkan yang langsung menjadi sorotan nasional: pemerintah pusat siap mengambil alih dana Rp233 triliun yang dibiarkan ‘tidur’ di bank.

      Menurutnya, langkah ekstrem ini diperlukan agar uang negara benar-benar bekerja untuk rakyat. Dana yang terlalu lama mengendap di perbankan tidak akan memberi dampak nyata pada perekonomian, padahal setiap rupiah di APBD sejatinya adalah darah pembangunan.

      Baca Juga :

      “Uang rakyat tidak boleh diam. Kalau Pemda tidak mau membelanjakannya, pusat yang akan menggunakannya agar ekonomi berputar,” ujar Purbaya dengan nada tegas.

      Kebijakan ini sontak membuat para kepala daerah resah. Banyak di antara mereka yang selama ini terbiasa ‘memarkir’ dana untuk memperoleh bunga deposito, kini harus menyiapkan strategi baru agar tidak kehilangan kontrol atas kas daerahnya.

      Mengapa Dana Rp233 T Justru Dinikmati Bank?

      Fenomena mengendapnya dana daerah sebenarnya bukan hal baru. Namun, skala kali ini tergolong luar biasa. Pertanyaannya, mengapa Pemda lebih memilih menyimpan uang di bank daripada membelanjakannya untuk kepentingan masyarakat?

      1. Godaan Bunga Deposito

      Banyak pemerintah daerah tergoda dengan bunga deposito perbankan. Uang yang disimpan dalam jumlah besar secara otomatis menghasilkan pendapatan bunga. Sebagian kepala daerah menganggapnya sebagai tambahan kas yang bisa digunakan tanpa repot mengelola proyek pembangunan. Padahal, manfaat bunga itu tidak sebanding dengan kerugian ekonomi akibat tertundanya belanja publik. Ketika uang hanya diam di bank, ekonomi daerah ikut stagnan, dan potensi lapangan kerja hilang.

      2. Perencanaan yang Buruk

      Masalah berikutnya adalah lemahnya perencanaan program dan eksekusi APBD. Banyak daerah baru menyiapkan lelang proyek pada kuartal ketiga tahun anggaran. Akibatnya, dana yang sudah ditransfer dari pusat belum bisa digunakan karena proyek belum siap jalan. Perencanaan yang tidak matang membuat serapan anggaran tersendat dan pertumbuhan ekonomi terhambat.

      3. Ketakutan Birokrasi dan Risiko Hukum

      Tidak sedikit pejabat daerah yang enggan membelanjakan dana cepat-cepat karena khawatir tersandung masalah hukum. Aturan administrasi yang rumit membuat mereka lebih memilih bermain aman. Ketakutan ini melahirkan kebiasaan menunda, padahal di sisi lain rakyat menanti realisasi pembangunan.

      Transfer ke Daerah Tidak Turun, Justru Melonjak

      Salah satu alasan klasik yang sering digunakan untuk membenarkan dana mengendap adalah klaim bahwa Transfer ke Daerah (TKD) dari pusat menurun. Menteri Purbaya membantah keras anggapan itu. Menurutnya, alokasi dana ke daerah justru meningkat signifikan.

      Tahun 2025, total dana yang dialirkan ke daerah melalui berbagai skema, termasuk Tugas Perbantuan, mencapai Rp1.367 triliun. Jumlah ini jauh lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya yang hanya sekitar Rp900 triliun. Artinya, pemerintah pusat telah memberi ruang fiskal yang jauh lebih besar kepada daerah.

      Masalahnya bukan pada ketersediaan dana, tetapi pada kemauan dan kemampuan daerah membelanjakannya tepat waktu. Dengan dana sebesar itu, seharusnya belanja publik meningkat tajam. Namun, realisasi di lapangan masih jauh dari harapan.

      “Kami sudah kucurkan anggaran besar. Sekarang giliran Pemda yang harus cepat mengeksekusi agar ekonomi rakyat bergerak,” tegas Menkeu Purbaya.

      Jalan Keluar Jangka Panjang: Insentif dan Reformasi

      Meski ancaman pengambilalihan dana daerah terdengar keras, banyak pihak menilai langkah Purbaya adalah wake-up call yang dibutuhkan untuk mengguncang sistem birokrasi yang sudah terlalu nyaman. Namun, agar masalah tidak terus berulang, dibutuhkan solusi jangka panjang yang lebih struktural.

      1. Pendampingan Teknis dari Pusat

      Pemda memerlukan pendampingan intensif dari Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri. Pendampingan ini harus fokus pada peningkatan kapasitas perencanaan, penyederhanaan proses administrasi, dan percepatan penyerapan anggaran. Aturan yang terlalu kaku harus dievaluasi agar tidak menimbulkan ketakutan bagi pejabat daerah dalam menjalankan program pembangunan.

      2. Insentif untuk Daerah Berprestasi

      Sebagai langkah positif, pemerintah pusat dapat memberikan insentif atau penghargaan fiskal bagi daerah dengan realisasi anggaran cepat dan tepat sasaran. Daerah yang berhasil menunjukkan kinerja baik dapat memperoleh tambahan dana non-DAK atau bonus fiskal di tahun berikutnya. Dengan begitu, muncul kompetisi sehat antar-daerah dalam mempercepat belanja publik.

      Tamparan Keras untuk Kepala Daerah

      Langkah Menteri Purbaya ini bisa dibilang sebagai tamparan keras bagi kepala daerah yang masih menikmati kenyamanan fiskal dari dana mengendap. Rp233 triliun bukan hanya angka, melainkan peluang besar yang terbuang sia-sia. Jika seluruh dana itu segera dibelanjakan, dampaknya terhadap ekonomi nasional akan sangat besar, mulai dari meningkatnya serapan tenaga kerja hingga berputarnya roda industri lokal.

      Kebijakan ini juga menjadi ujian serius bagi tata kelola keuangan daerah. Pemerintah pusat kini ingin memastikan bahwa setiap rupiah yang dikucurkan benar-benar bekerja untuk rakyat, bukan mengendap menjadi “tabungan tidur” yang hanya menguntungkan bank.

      “Kita tidak butuh uang yang diam. Kita butuh uang yang bergerak, bekerja, dan menumbuhkan ekonomi,” pungkas Menkeu Purbaya.

      Sumber Tulisan Artikel:
      Konten video di kanal tvOneNews mengenai kebijakan Menteri Keuangan Purbaya Yudi Sadewa terkait dana Pemda yang mengendap di bank.

      Share :
      Komentar
      Additional JS