Mengapa Karbon Monoksida Disebut Pembunuh Senyap? - National Geographic
Mengapa Karbon Monoksida Disebut Pembunuh Senyap?
Sabtu, 18 Oktober 2025 | 08:00 WIB
Penulis:
Ilustrasi keracunan karbon monoksida
Nationalgeographic.co.id—Sebuah peristiwa tragis menimpa pengantin baru Gilang Kurniawan (27) dan Cindy Desta Nanda (27) di penginapan kawasan wisata Alahan Panjang, Solok, Sumatera Barat.
Sekitar dua minggu sebelumnya pasangan itu menikah. Namun, saat menikmati masa bulan madu, Cindy ditemukan meninggal di lokasi kejadian, sementara Gilang masih bertahan dan menjalani perawatan intensif di Semen Padang Hospital setelah sempat ditangani di RSUD Arosuka Solok.
Menurut hasil pemeriksaan dokter, Gilang mengalami penurunan kesadaran akibat paparan gas monoksida. "Dari RSUD itu hasil diagnosanya disebutkan dia keracunan monoksida, penurunan kesadaran. Tapi sekarang sudah mulai membaik," kata Astijon, ayah Gilang, dikutip dari Tribunnews.
Dugaan sementara, sumber gas beracun tersebut berasal dari LPG untuk pemanas air (water heater) di kamar mandi penginapan tempat pasangan itu menginap. Gas monoksida diduga muncul akibat sistem pembakaran yang tidak sempurna serta ventilasi ruangan yang kurang memadai.
Karbon monoksida
Karbon monoksida adalah gas yang sangat beracun yang sulit dideteksi tanpa detektor karbon monoksida (CO). Gas ini dikenal sebagai 'pembunuh senyap (silent killer)' karena tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa, namun mematikan.
Gas ini dihasilkan oleh pembakaran tidak sempurna berbagai bahan bakar, termasuk batu bara, kayu, arang, minyak, minyak tanah, propana, dan gas alam. Peralatan dan mesin yang tidak memiliki ventilasi yang baik dapat menyebabkan karbon monoksida menumpuk hingga tingkat yang berbahaya. Ruang tertutup yang rapat memperburuk penumpukan karbon monoksida.
Dilansir laman Hochiki, ketika CO memasuki aliran darah, gas ini akan mengikat hemoglobin seseorang. Hemoglobin adalah protein merah yang bertanggung jawab untuk membawa oksigen ke seluruh tubuh.
Namun, CO memiliki ikatan yang jauh lebih kuat dengan hemoglobin, sehingga mengurangi jumlah oksigen yang dapat diangkut ke seluruh tubuh. Ikatan antara hemoglobin dan CO ini disebut Karboksihemoglobin (COHb). Ketika otak kekurangan oksigen, seseorang mulai mengalami sakit kepala, pusing, mual, dan sesak napas. Akhirnya, ia akan pingsan dan kehilangan kesadaran. Pada titik ini, orang tersebut kemungkinan besar mengalami kerusakan otak yang parah, dan jika paparan berlanjut, ia akan meninggal.