Sosial Media
powered by Surfing Waves
0
News
    Home Dunia Internasional Featured Istimewa Nobel Kimia Palestina Spesial

    Pengungsi Palestina Omar Yaghi Menjadi Ilmuwan Muslim yang Meraih Nobel Kimia - SINDOnews

    3 min read

     

    Pengungsi Palestina Omar Yaghi Menjadi Ilmuwan Muslim yang Meraih Nobel Kimia

    Rabu, 08 Oktober 2025 - 20:37 WIB

    Omar Yaghi menjadi pengungsi Palestina yang meraih Nobel Kimia. Foto/X/@muhammadshehad2
    A
    A
    A
    STOCKHOLM - Ahli kimia ternama Omar M. Yaghi telah dianugerahi Hadiah Nobel Kimia 2025, menjadikannya ilmuwan Muslim yang pernah memenangkan kategori ini. Ia mendapatkan pengakuan global atas penelitian inovatifnya tentang teknologi yang memerangi perubahan iklim dan memanen air minum dari lingkungan kering.

    Peraih Nobel Kimia Muslim pertama adalah Ahmed Zewail, seorang ilmuwan keturunan Mesir-Amerika, yang menerima hadiah tersebut pada tahun 1999.

    Melansir jagonews24, Yaghi saat ini adalah Profesor Kimia di University of California, Berkeley, dan dianggap sebagai pelopor "Kimia Retikuler", sebuah cabang kimia baru yang menghubungkan blok-blok penyusun molekul menjadi struktur yang diperluas melalui ikatan yang kuat.

    Ia terkenal karena merancang dan menemukan tiga kelas material revolusioner — Kerangka Logam-Organik (MOF), Kerangka Organik Kovalen (COF), dan Kerangka Imidazolat Zeolitik (ZIF). Penghargaan Nobelnya dianugerahkan atas karyanya di MOF, bersama dua ilmuwan lainnya.

    Material-material ini memiliki luas permukaan tertinggi yang diketahui di antara semua zat di Bumi, memungkinkan berbagai aplikasi vital, termasuk mengekstraksi air minum dari udara gurun, menangkap dan mengubah karbon dioksida, menyimpan hidrogen dan metana, serta bertindak sebagai katalis dalam reaksi kimia.

    Penelitian Yaghi telah memberikan dampak global yang luar biasa, dengan lebih dari 300 makalah ilmiah yang diterbitkan, dikutip lebih dari 250.000 kali, dan indeks-H 190 — sebuah cerminan pengaruhnya yang luar biasa dalam kimia modern.

    1. Dari Akar Pengungsi hingga Pengakuan Global

    Lahir di Amman, Yordania, pada tahun 1965 dari keluarga pengungsi Palestina, Dr. Yaghi tumbuh besar dengan akses terbatas terhadap listrik dan air bersih, tinggal di rumah dengan satu kamar. Terinspirasi oleh ayahnya, ia pindah ke Amerika Serikat pada usia 15 tahun, meskipun kemampuan bahasa Inggrisnya terbatas.

    Ia memulai studinya di Hudson Valley Community College, kemudian meraih gelar sarjana dari University at Albany, dan gelar Ph.D. di bidang Kimia (1990) dari University of Illinois at Urbana–Champaign di bawah bimbingan Dr. Walter G. Klemperer. Ia kemudian melanjutkan penelitian pascadoktoral di Universitas Harvard di bawah bimbingan Dr. Richard H. Holm.

    BacaJuga: Trump Tidak Mungkin Raih Hadiah Nobel Perdamaian, tapi Siapa Kandidat Pemenangnya?

    2. Dapat Kewarganegaraan Saudi dan Kepemimpinan Riset Global

    Pada tahun 2021, Yaghi dianugerahi kewarganegaraan Arab Saudi sebagai pengakuan atas pencapaian ilmiahnya, sebagai bagian dari inisiatif Visi 2030 Arab Saudi untuk menarik talenta global.

    Beliau kini memimpin beberapa lembaga ilmiah bergengsi, termasuk Berkeley Global Science Institute, yang bertujuan membangun pusat-pusat penelitian di negara-negara berkembang dan memberdayakan ilmuwan muda; Kavli Energy NanoSciences Institute, yang berfokus pada ilmu dasar konversi energi di tingkat molekuler; dan Bakar Institute of Digital Materials for the Planet, yang didedikasikan untuk menciptakan material berpori yang terjangkau dan mudah diterapkan seperti MOF dan COF untuk memitigasi perubahan iklim.

    Selain Hadiah Nobel, Yaghi telah meraih berbagai penghargaan internasional, termasuk Wolf Prize dalam bidang Kimia (2018), King Faisal International Prize dalam bidang Sains (2015), Solvay Prize (2024), Tang Prize (2024), dan Balzan Prize (2024).
    (ahm)
    Komentar
    Additional JS