Ada Pengamatan Hakim sebagai Bukti di KUHAP Baru, Anggota DPR Ingatkan Verifikasi dan Akuntabilitas - SindoNews
2 min read
Ada Pengamatan Hakim sebagai Bukti di KUHAP Baru, Anggota DPR Ingatkan Verifikasi dan Akuntabilitas
Kamis, 20 November 2025 - 16:02 WIB
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDIP Gilang Dhielafararez menilai penambahan aturan pengamatan hakim sebagai alat bukti dalam UU KUHAP baru tidak boleh memperlemah asas praduga tak bersalah. Foto: Dok Sindonews
A
A
A
JAKARTA - Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDIP Gilang Dhielafararez menilai penambahan aturan pengamatan hakim sebagai alat bukti dalam UU KUHAP baru tidak boleh memperlemah asas praduga tak bersalah. Aturan ini harus ditempatkan dalam kerangka reformasi hukum yang menjamin keadilan prosedural dan akuntabilitas.
Dia berharap perubahan UU KUHAP tidak membuka ruang subjektivitas hakim atau menjadi dalih untuk mengabaikan prinsip due process of law, pilar utama sistem peradilan pidana modern.
Baca juga: Beredar 4 Hoaks Jelang Pengesahan RUU KUHAP, Habiburokhman Beri Penjelasan Ini
"Pengamatan hakim harus tetap berbasis verifikasi, akuntabilitas, dan penghormatan terhadap hak-hak terdakwa,” ujar Gilang, Kamis (20/11/2025).
Penambahan klausul pengamatan hakim dapat menjadi langkah progresif jika diterapkan dalam sistem peradilan yang matang secara etik dan kelembagaan. Namun, dia mengingatkan semangat revisi KUHAP adalah membangun sistem hukum yang modern, transparan, dan seimbang antara kepastian hukum, keadilan, serta kemanusiaan.
“Karena itu, setiap inovasi hukum harus disertai rambu etik, pedoman teknis, dan mekanisme pengawasan yang jelas,” kata legislator PDIP dari Dapil Jawa Tengah II itu.
Menurut dia, perluasan alat bukti pada KUHAP dapat memperkuat keyakinan dalam kasus-kasus yang sulit dibuktikan karena minimnya saksi atau bukti forensik. Namun, dia menekankan pentingnya pedoman yang ketat pada aturan teknis beleid.
Untuk memastikan pengamatan hakim digunakan secara profesional, dia mendorong pengawasan eksternal diperkuat khususnya berkaitan dengan peran Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Agung (MA).
“Ini untuk memastikan hakim yang menggunakan pengamatan tetap tunduk pada kode etik dan standar objektivitas peradilan,” ujar Gilang.
Dia juga mendorong pelatihan dan sertifikasi bagi hakim dalam menerapkan metode observasi persidangan. Langkah tersebut untuk memastikan penilaian terhadap terdakwa atau saksi tetap profesional dan sesuai prinsip psikologi hukum.
“Dengan begitu inovasi dari revisi KUHAP tetap berpijak pada prinsip keadilan, perlindungan hak asasi manusia, dan integritas peradilan," ucapnya.
Diketahui, DPR telah mengesahkan UU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, Selasa, 18 November 2025. Salah satu tambahan dalam UU KUHAP baru adalah klausul tentang pengamatan hakim yang kini dapat dijadikan sebagai alat bukti. Panitia Kerja (Panja) UU KUHAP menegaskan pengamatan ini bertujuan memperkuat keyakinan hakim dalam proses persidangan.
Ketua Panja RKUHAP Habiburokhman menyatakan bahwa penggunaan pengamatan hakim sebagai alat bukti sangat diperlukan, terutama dalam kasus tindak pidana yang bersifat struktural termasuk pada kasus-kasus yang melibatkan anak sebagai korban.
Ketentuan baru yang tercantum dalam Pasal 222 huruf G itu merupakan hasil kesepakatan antara Pemerintah dan Panja Komisi III DPR.
Dia berharap perubahan UU KUHAP tidak membuka ruang subjektivitas hakim atau menjadi dalih untuk mengabaikan prinsip due process of law, pilar utama sistem peradilan pidana modern.
Baca juga: Beredar 4 Hoaks Jelang Pengesahan RUU KUHAP, Habiburokhman Beri Penjelasan Ini
"Pengamatan hakim harus tetap berbasis verifikasi, akuntabilitas, dan penghormatan terhadap hak-hak terdakwa,” ujar Gilang, Kamis (20/11/2025).
Penambahan klausul pengamatan hakim dapat menjadi langkah progresif jika diterapkan dalam sistem peradilan yang matang secara etik dan kelembagaan. Namun, dia mengingatkan semangat revisi KUHAP adalah membangun sistem hukum yang modern, transparan, dan seimbang antara kepastian hukum, keadilan, serta kemanusiaan.
“Karena itu, setiap inovasi hukum harus disertai rambu etik, pedoman teknis, dan mekanisme pengawasan yang jelas,” kata legislator PDIP dari Dapil Jawa Tengah II itu.
Menurut dia, perluasan alat bukti pada KUHAP dapat memperkuat keyakinan dalam kasus-kasus yang sulit dibuktikan karena minimnya saksi atau bukti forensik. Namun, dia menekankan pentingnya pedoman yang ketat pada aturan teknis beleid.
Untuk memastikan pengamatan hakim digunakan secara profesional, dia mendorong pengawasan eksternal diperkuat khususnya berkaitan dengan peran Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Agung (MA).
“Ini untuk memastikan hakim yang menggunakan pengamatan tetap tunduk pada kode etik dan standar objektivitas peradilan,” ujar Gilang.
Dia juga mendorong pelatihan dan sertifikasi bagi hakim dalam menerapkan metode observasi persidangan. Langkah tersebut untuk memastikan penilaian terhadap terdakwa atau saksi tetap profesional dan sesuai prinsip psikologi hukum.
“Dengan begitu inovasi dari revisi KUHAP tetap berpijak pada prinsip keadilan, perlindungan hak asasi manusia, dan integritas peradilan," ucapnya.
Diketahui, DPR telah mengesahkan UU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, Selasa, 18 November 2025. Salah satu tambahan dalam UU KUHAP baru adalah klausul tentang pengamatan hakim yang kini dapat dijadikan sebagai alat bukti. Panitia Kerja (Panja) UU KUHAP menegaskan pengamatan ini bertujuan memperkuat keyakinan hakim dalam proses persidangan.
Ketua Panja RKUHAP Habiburokhman menyatakan bahwa penggunaan pengamatan hakim sebagai alat bukti sangat diperlukan, terutama dalam kasus tindak pidana yang bersifat struktural termasuk pada kasus-kasus yang melibatkan anak sebagai korban.
Ketentuan baru yang tercantum dalam Pasal 222 huruf G itu merupakan hasil kesepakatan antara Pemerintah dan Panja Komisi III DPR.
(jon)