Anggaran Perbaikan Gizi Bayi dan Ibu Hamil Diduga Dikorupsi, KPK Buka Suara - suara
Anggaran Perbaikan Gizi Bayi dan Ibu Hamil Diduga Dikorupsi, KPK Buka Suara
- KPK sedang mencari bukti fisik berupa sampel makanan tambahan dari program PMT Kemenkes.
- Dugaan tindak pidana korupsi yang terjadi pada 2016–2020 ini terkait dengan pengurangan nutrisi.
Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami penyelidikan kasus dugaan korupsi terkait program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk bayi dan ibu hamil di Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
Dalam prosesnya, KPK kini fokus pada pencarian bukti tambahan berupa barang fisik dari makanan tambahan yang pernah disalurkan.
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa pencarian barang bukti fisik ini merupakan langkah krusial untuk membuktikan adanya tindak pidana korupsi.
"Kami sekarang itu juga sedang mencari barangnya. Barangnya ya itu, yang waktu itu dibuat, karena kami harus cek juga tuh kandungannya," ujar Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (10/11/2025).
Asep Guntur menjelaskan bahwa jika KPK berhasil mendapatkan sampel makanan tambahan tersebut, proses selanjutnya adalah melakukan pengujian kandungan makanan.
Hasil pengujian ini akan dibandingkan dengan kandungan nutrisi yang seharusnya tertera dalam kemasan produk sesuai spesifikasi kontrak pengadaan.
KPK mulai menyelidiki dugaan tindak pidana korupsi ini sejak 17 Juli 2025. Berdasarkan informasi yang dihimpun, perkara ini diduga terjadi pada rentang waktu 2016 hingga 2020 dan berkaitan erat dengan program PMT Kemenkes.
Program PMT sendiri merupakan inisiatif strategis pemerintah yang ditujukan untuk penanganan masalah gizi, khususnya perbaikan gizi pada bayi, anak berusia di bawah lima tahun (balita), dan ibu hamil.
Program ini merupakan salah satu upaya utama dalam mengatasi masalah kesehatan serius, yaitu stunting atau tengkes.
Namun, KPK pada 6 Agustus 2025, menjelaskan bahwa dugaan korupsi dalam kasus ini terjadi melalui pengurangan nutrisi makanan tambahan, seperti biskuit dan premiks, yang seharusnya memiliki kandungan gizi memadai untuk mendukung pertumbuhan anak stunting dan kesehatan ibu hamil.
Dugaan pengurangan nutrisi ini tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga mengancam kualitas generasi penerus bangsa.
Langkah KPK untuk mencari dan menguji sampel makanan tambahan menunjukkan komitmen lembaga antirasuah ini dalam memastikan kerugian negara yang terjadi.
Kasus ini menjadi penting karena melibatkan pengadaan yang memiliki dampak langsung dan serius terhadap kesehatan masyarakat rentan.
Penelusuran dan pengujian kandungan makanan tambahan ini diharapkan dapat mengungkap seberapa besar perbedaan antara nutrisi yang seharusnya disalurkan (sesuai kontrak) dengan nutrisi yang benar-benar diterima oleh penerima manfaat di lapangan, yang pada akhirnya akan menjadi bukti kuat dalam proses pembuktian tindak pidana korupsi.