Belajar dari India, Polri Diminta Perketat SOP di Dapur SPPG - SINDOnews
3 min read
Belajar dari India, Polri Diminta Perketat SOP di Dapur SPPG
Kamis, 13 November 2025 - 19:27 WIB
Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo meninjau SPPG di Polri Gedawang, Kecamatan Banyumanik, Kota Semarang, beberapa waktu lalu. Foto/Polda Jateng
A
A
A
JAKARTA - Polri diminta perketat pengawasan dan Standar Operasional dan Prosedur (SOP) dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi ( SPPG ). Hal itu penting untk menyukseskan pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas Presiden Prabowo Subianto.
Pengamat Kebijakan Publik Bambang Harimurti menyoroti peran strategis Polri dalam menyukseskan Program MBG. “Keterlibatan Polri bukan sekadar soal distribusi makanan, melainkan untuk mengantisipasi risiko kesehatan yang bisa menjadi bumerang bagi program tersebut,” ujarnya, Kamis (13/11/2025).
Dia mencontohkan kasus di India di mana 22 anak meninggal akibat keracunan makanan. Peristiwa tersebut menjadi skandal besar negara tersebut. Dia juga mengingatkan soal karakteristik fisiologis masyarakat Indonesia yang cenderung alergi susu dan kacang. "Kalau dilaksanakan tidak dengan benar bisa mengakibatkan masalah keamanan, makanya intel harus masuk," jelasnya.
Baca juga: SPPG Polri Dinilai Bisa Dijadikan Standar Dapur MBG
Dia menyebut keunggulan Polri dalam mengelola SPPG yang terletak pada kemampuan menyusun SOP yang ketat. "Polri termasuk Indonesia jagoan dalam soal standar operasional, apalagi SPPG Polri itu kemarin mendapat apresiasi Presiden Prabowo yang pengelolaannya paling baik," katanya.
Dia mengusulkan beberapa protokol penting dalam hal pelaksanaan Program MBG ini di antaranya; Sekolah harus mencatat siswa yang memiliki alergi makanan tertentu. Sebelum pemberian makanan, harus dikonfirmasi dulu potensi alergi. Guru-guru harus dilatih mengenali gejala dan respons cepat jika ada masalah kesehatan. Prosedur cuci tangan dan penanganan darurat harus diajarkan dengan jelas.
Pengamat Kebijakan Publik Bambang Harimurti menyoroti peran strategis Polri dalam menyukseskan Program MBG. “Keterlibatan Polri bukan sekadar soal distribusi makanan, melainkan untuk mengantisipasi risiko kesehatan yang bisa menjadi bumerang bagi program tersebut,” ujarnya, Kamis (13/11/2025).
Dia mencontohkan kasus di India di mana 22 anak meninggal akibat keracunan makanan. Peristiwa tersebut menjadi skandal besar negara tersebut. Dia juga mengingatkan soal karakteristik fisiologis masyarakat Indonesia yang cenderung alergi susu dan kacang. "Kalau dilaksanakan tidak dengan benar bisa mengakibatkan masalah keamanan, makanya intel harus masuk," jelasnya.
Baca juga: SPPG Polri Dinilai Bisa Dijadikan Standar Dapur MBG
Dia menyebut keunggulan Polri dalam mengelola SPPG yang terletak pada kemampuan menyusun SOP yang ketat. "Polri termasuk Indonesia jagoan dalam soal standar operasional, apalagi SPPG Polri itu kemarin mendapat apresiasi Presiden Prabowo yang pengelolaannya paling baik," katanya.
Dia mengusulkan beberapa protokol penting dalam hal pelaksanaan Program MBG ini di antaranya; Sekolah harus mencatat siswa yang memiliki alergi makanan tertentu. Sebelum pemberian makanan, harus dikonfirmasi dulu potensi alergi. Guru-guru harus dilatih mengenali gejala dan respons cepat jika ada masalah kesehatan. Prosedur cuci tangan dan penanganan darurat harus diajarkan dengan jelas.
"Jika perlu tambahan suplemen makanan untuk anak-anak seperti vitamin yang fungsinya untuk menekan angka stunting," ujarnya.
Baca juga: Kapolri dan Ketua Komisi IV Tinjau SPPG di Karanganyar Jateng
Data terbaru menunjukkan program ini telah menjangkau 29,6 juta penerima manfaat, dengan 9.406 dapur SPPG beroperasi di 514 kabupaten/kota. Yang lebih mengesankan, model SPPG yang dikelola Polri berhasil mencatat tingkat keamanan pangan 99,1% dengan waktu distribusi rata-rata hanya 2,3 jam.

Dia juga menekankan pentingnya pengelolaan narasi publik untuk Program MBG yang menyentuh 80 juta anak dan lebih dari 100 juta orang tua. "SPPG Polri ini menjadi contoh bagi SPPG lainnya, kemudian menjadi pembimbing setelahnya posisi Polri bisa menjadi pengawas," katanya.
Dia menambahkan MBG bukan sekadar program pemberian makan, melainkan investasi kesehatan jangka panjang. Dari data lembaga PBB yakni, World Food Organization menyebutkan investasi USD1 dalam program makan bergizi menghasilkan return USD9 bagi generasi penerima manfaat MBG ini di 2045.
"Kalau kita investasi ke orang sampai dapat sarjana, baru produktif berapa tahun, kena serangan jantung, biaya BPJS serangan jantung bisa ratusan juta. Negara rugi," paparnya.
Tidak hanya itu, SPPG Polri juga berhasil mencapai efisiensi 15-20% lebih tinggi dibandingkan model konvensional. "Biaya per porsi hanya Rp12.500. Dalam skala miliar porsi, ini penghematan yang sangat signifikan," paparnya.
Dia berharap pengalaman Polri dalam mengawal MBG dapat menjadi pembelajaran bagi SPPG lainnya sehingga program yang digadang-gadang dapat mengubah masa depan generasi Indonesia ini benar-benar terlaksana dengan baik dan aman.
(cip)