China Peringatkan Jepang Akan Kalah Telak Jika Nekat Intervensi Militer di Taiwan - Tribunnewsb
China Peringatkan Jepang Akan Kalah Telak Jika Nekat Intervensi Militer di Taiwan - Tribunnews.com
Ringkasan Berita:
- Pernyataan Perdana Menteri Jepang Sanae Takaichi di parlemen yang menyebut Taiwan sebagai “kepentingan keamanan kritis” bagi Jepang, serta kemungkinan respons militer bila terjadi serangan China.
- Beijing mengecam pernyataan tersebut sebagai “tidak bertanggung jawab dan berbahaya”.
- China bahkan memperingatkan Jepang akan menghadapi “kekalahan telak” jika ikut campur dalam isu Taiwan.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hubungan China dan Jepang kembali memanas setelah pernyataan Perdana Menteri Jepang Sanae Takaichi mengenai Taiwan.
Takaichi menyebut Taiwan sebagai “kepentingan keamanan kritis” bagi Jepang.
Ketegangan bermula dari pernyataan Takaichi di parlemen pekan lalu.
Ia menyebut serangan China ke Taiwan dapat menjadi “situasi yang mengancam kelangsungan hidup” Jepang dan memicu respons militer dari Tokyo.
Pernyataan itu memicu reaksi keras Beijing. Juru bicara Kementerian Pertahanan China, Jiang Bin, menyebut ucapan Takaichi “sangat tidak bertanggung jawab dan berbahaya”.
“Jika Jepang gagal belajar dari sejarah dan berani mengambil risiko, atau bahkan menggunakan kekuatan untuk ikut campur dalam masalah Taiwan, maka Jepang akan menderita kekalahan telak melawan Tentara Pembebasan Rakyat yang bertekad baja, serta membayar harga mahal,” ujar Jiang dalam pernyataan resmi, akhir pekan lalu.
Taiwan terletak lebih dari 110 km (68 mil) dari wilayah Jepang dan perairan di sekitar pulau tersebut menyediakan jalur laut vital untuk perdagangan yang diandalkan Tokyo.

Jepang juga menampung kontingen militer AS terbesar di luar negeri.
Beijing juga telah memanggil duta besar Jepang untuk Tiongkok untuk mengajukan "protes keras" atas pernyataan Takaichi.
Ini adalah pertama kalinya dalam lebih dari dua tahun Beijing memanggil duta besar Jepang.
Terakhir kali, Kementerian memanggil duta besar saat itu pada Agustus 2023 terkait keputusan Jepang membuang air limbah dari PLTN Fukushima Daiichi ke laut.
Pada hari Jumat, Kementerian Luar Negeri China juga menyatakan "kekhawatiran serius" tentang langkah-langkah militer dan keamanan Jepang baru-baru ini, termasuk ambiguitas atas prinsip-prinsip non-nuklirnya.
Juru bicara Kementerian, Lin Jian, mengatakan dalam konferensi pers bahwa keputusan Jepang untuk tidak mengesampingkan kemungkinan pengadaan kapal selam nuklir menunjukkan pergeseran kebijakan "negatif" yang besar.
Travel Advisory
Setelah "perang mulut", China dalam perkembangan terbarunya mengeluarkan imbauan perjalanan (travel advisory) bagi warganya yang hendak berkunjung ke Jepang.
Langkah tersebut menandai meningkatnya friksi geopolitik di kawasan Asia Timur dan berpotensi berdampak luas pada sektor pariwisata hingga hubungan ekonomi kedua negara.
Hubungan China–Jepang memang kerap diwarnai pasang surut, mulai dari sengketa wilayah hingga isu sejarah.
Imbauan perjalanan dari China bukan sekadar sinyal diplomatik. Sebelum pandemi, Jepang menerima hampir 10 juta wisatawan asal China setiap tahun.
Penurunan drastis jumlah kunjungan akan memukul sektor pariwisata Jepang, termasuk bisnis lokal yang bergantung pada belanja wisatawan.
Lebih jauh, kebijakan ini berpotensi menekan hubungan dagang dan menurunkan kepercayaan investor.
Pemerintah Jepang sendiri telah memprotes langkah Beijing dan menyerukan agar situasi tetap tenang.
Dimensi Politik Taiwan
Isu Taiwan tetap menjadi titik panas geopolitik Asia-Pasifik. Pernyataan Takaichi menempatkan Jepang sejalan dengan sekutu Barat, terutama Amerika Serikat, yang menekankan pentingnya keamanan Taiwan.
Dukungan ini memperlihatkan postur diplomatik Jepang yang semakin dekat dengan kebijakan Washington.
Reaksi cepat China menunjukkan sikap tegas terhadap isu kedaulatan Taiwan, sekaligus memperdalam ketegangan bilateral.
Protes Jepang atas imbauan perjalanan itu mencerminkan kompleksitas mengelola keamanan nasional, diplomasi, dan kepentingan ekonomi secara bersamaan.