Sosial Media
powered by Surfing Waves
0
News
    Home Featured Istimewa Konflik Tesso Nilo Spesial

    Duduk Perkara Konflik Tesso Nilo, Semua Berawal dari Penyegelan 81.793 Hektare Hutan - Kompas

    7 min read

     

    Duduk Perkara Konflik Tesso Nilo, Semua Berawal dari Penyegelan 81.793 Hektare Hutan

    Kompas.com, 26 November 2025, 08:19 WIB

    Lihat Foto
    Warga membongkar plang dan meminta anggota Satgas PKH meninggal Taman Nasional Tesso Nilo, di Kabupaten Pelalawan, Riau, Senin (24/11/2025).

    PEKANBARU, KOMPAS.com – Konflik terkait penertiban lahan perkebunan di kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Kabupaten Pelalawan, Riau, belum menemukan solusi.

    Pemerintah melalui Satuan Tugas (Satgas) Penertiban Kawasan Hutan (PKH) terus berupaya mengembalikan fungsi hutan, sementara ribuan warga menolak relokasi.

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

    Warga mengaku sudah tinggal lama di kawasan tersebut dan menggantungkan hidup pada kebun kelapa sawit.

    Penertiban kerap memicu protes, bahkan ketegangan di sejumlah permukiman dalam area TNTN.

    Belum Duduk Semeja, China Layangkan Peringatan Baru ke Jepang

    Lalu, bagaimana sebenarnya duduk perkara konflik di Tesso Nilo?

    Awal Konflik: Penertiban Kawasan Hutan

    Pada 10 Juni 2025, Satgas PKH yang dipimpin Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Febrie Adriansyah, melakukan penyegelan terhadap area yang diklaim sebagai bagian dari Taman Nasional Tesso Nilo.

    Hamparan seluas 81.793 hektare diminta dikosongkan paling lambat 22 Agustus 2025.

    Warga terkejut ketika plang penyegelan dipasang. Mereka mengaku sebelumnya petugas hanya menyampaikan pendataan dan sosialisasi serta menyatakan aktivitas masyarakat tidak terganggu.

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

    Namun, kedatangan anggota Satgas PKH semakin intensif, bahkan membawa senjata laras panjang.

    Selain penyegelan dan imbauan relokasi mandiri, portal dipasang di sejumlah permukiman.

    Tanaman sawit dimusnahkan, pabrik dilarang membeli buah sawit dari kawasan TNTN, dan PLN diminta memutus aliran listrik.

    Larangan penerimaan murid baru di sekolah negeri dalam kawasan juga diberlakukan.

    Lanskap Tesso Nilo dan Riwayat Kawasannya

    Data dari Juru Bicara Warga TNTN, Abdul Aziz, menunjukkan lanskap Tesso Nilo seluas 337.500 hektare ditetapkan sebagai Hutan Produksi Terbatas berdasarkan SK Menhut 173/Kpts-II/1986 dan SK Menhut SK.7651/Menhut-VII/KUH/2011.

    Namun, kawasan itu tidak lagi sepenuhnya alami karena sudah dirambah.

    Pada 1974, PT DM mendapat izin Hak Pengusahaan Hutan (HPH) seluas 120.000 hektare.

    Tahun 1979, PT NM mendapat izin 91.000 hektare di area yang sama.

    Total perizinan kedua perusahaan mencapai 211.000 hektare, menyisakan 126.500 hektare Hutan Produksi Terbatas (HPT).

    Izin PT DM kemudian dikurangi menjadi 105.000 hektare pada 1990, sementara area PT NM dipangkas menjadi 48.370 hektare pada 2000.

    Tahun 1995, izin PT DM berakhir dan 57.873 hektare lahannya berpindah ke PT Inhutani IV, sebelum dialihkan menjadi Hutan Tanaman Industri (HTI) pada 1998.

    Pada periode 1996–2009, muncul pula 13 izin HTI lain dengan total luas mencapai 389.036 hektare.

    Penunjukan TN Tesso Nilo Tahap Pertama

    Desakan pembentukan area konservasi membuat pemerintah mencabut izin PT Inhutani IV pada 2004.

    Lewat SK 255/Menhut-II/2004, seluas 38.576 hektare ditetapkan sebagai TNTN tahap pertama.

    Namun, laporan BBKSDA Riau tahun 2006 menyebut kondisi area itu sudah tidak utuh.

    Ada 2.994 hektare tanaman akasia milik PT RAPP, 1.340 hektare sawit milik PT IIS, ratusan hektare kebun masyarakat, serta tumpang tindih perizinan.

    Sejak 1970, kawasan ini sudah menjadi lokasi penebangan kayu. Aktivitas illegal logging terus berlangsung hingga penetapan taman nasional.

    Pada 2006, tim Tesso Nilo yang terdiri dari sembilan lembaga menyebut lebih dari 10.000 hektare TNTN telah dikuasai masyarakat atau tumpang tindih dengan izin HTI dan kelapa sawit.

    TNTN Tahap Kedua

    Pada 2008, disepakati perluasan TNTN hingga 100.000 hektare.

    Tahap pertama perluasan dilakukan di bekas konsesi PT NM seluas 48.370 hektare, dan tahap kedua di PT SRT seluas 18.812 hektare.

    PT NM setuju areal HPH-nya seluas 44.492 hektare dialihkan menjadi TNTN.

    Penetapan ini dilakukan pada 2009 dengan SK 663/Menhut-II/2009.

    Namun, saat penunjukan, sekitar 19.041 hektare di dalam area itu telah lebih dulu dikelola masyarakat.

    Sejak 2003 hingga pencabutan izin pada 2009, perusahaan memang tidak lagi beroperasi, sehingga akses masyarakat masuk ke kawasan makin terbuka.

    Tata batas definitif seluruh TNTN kemudian ditetapkan melalui SK Gubernur Riau Nomor Kpts 662/V/2011.

    Pada 28 Oktober 2014, Menhut mengukuhkan TNTN seluas 81.793 hektare melalui SK 6588/Menhut-VII/KUH/2014.

    Enam Desa Terdampak

    Ada enam desa yang terdampak penertiban kawasan hutan: Segati, Bukit Kusuma, Gondai, Lubuk Kembang Bunga, Air Hitam, dan Bagan Limau.

    Warga dicap sebagai perambah hutan dan merasa terpojok setelah Satgas PKH melakukan penertiban.

    Mereka menilai proses penegakan hukum seharusnya lebih komprehensif, termasuk menelusuri: kelalaian pemerintah kehutanan, pelanggaran oleh perusahaan, peran pihak lain dalam hilangnya lanskap Tesso Nilo.

    Menurut warga, penertiban yang “hanya melihat kulitnya saja” berpotensi menyisakan duka mendalam bagi masyarakat yang tidak seluruhnya bersalah.

    Harapan Warga

    Juru Bicara Warga TNTN, Abdul Aziz, mengatakan warga tidak berniat menghalangi penertiban kawasan hutan dan justru mendukungnya.

    Namun ia berharap agar proses penertiban itu benar-benar berkeadilan.

    Sebab, tidak selamanya rakyat yang bersalah atas kawasan hutan itu.

    Warga meminta penegakan hukum dilakukan secara menyeluruh.

    Bila kelak tidak ada regulasi yang mendukung mereka bertahan, mereka menyatakan siap pergi dari TNTN.

    Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang
    Komentar
    Additional JS