Gunung Api Bawah Laut Teraktif di Timur Laut Samudra Pasifik Diperkirakan Meletus 2026 | tempo.co
Gunung Api Bawah Laut Teraktif di Timur Laut Samudra Pasifik Diperkirakan Meletus 2026 | tempo.co
PARA peneliti memperkirakan gunung api bawah laut di lepas pantai Oregon, Axial Seamount, kemungkinan baru akan meletus pada pertengahan hingga akhir 2026. Sebelumnya, ilmuwan memperkirakan letusan dapat terjadi pada 2025. Namun, data terbaru menunjukkan proses inflasi tanah berlangsung lebih lambat dari dugaan awal.
Baca berita dengan sedikit iklan,
Pada Desember tahun lalu para ilmuwan menyatakan Axial Seamount hampir mencapai ambang inflasi yang mirip dengan kondisi sebelum letusan satu dekade lalu, namun kini mereka menilai letusan akan terjadi lebih lambat, yakni sekitar pertengahan hingga akhir 2026.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Baca berita dengan sedikit iklan,
Gunung api bawah laut ini berada di Juan de Fuca Ridge, batas lempeng divergen di lepas pantai barat laut Pasifik AS, dan dikenal sebagai gunung api bawah laut paling aktif di timur laut Samudra Pasifik.

“Setelah berhasil memprakirakan letusan 2015 di Axial, kami telah mencoba memprakirakan yang berikutnya sejak saat itu,” ujar Bill Chadwick, peneliti di Oregon State University, dikutip dari laporan Live Science.
Dalam presentasi di American Geophysical Union pada Desember 2024, ia menjelaskan bahwa letusan di Axial biasanya didahului periode seismisitas tinggi dan inflasi tanah stabil akibat kenaikan magma.

Inflasi pasca-letusan 2015 sempat menurun hingga hampir nol pada pertengahan 2023. Namun, pada musim gugur 2023 laju inflasi dan aktivitas seismik kembali meningkat.
Chadwick menulis dalam abstraknya bahwa “berdasarkan tren saat ini, dan asumsi bahwa Axial akan siap meletus ketika mencapai ambang inflasi 2015, perkiraan jendela letusan kami adalah antara sekarang (Juli 2024) hingga akhir 2025.” Pada akhir 2024, inflasi Axial telah mencapai 95 persen dari level sebelum letusan 2015.
Namun, pada April 2025, laju inflasi kembali melambat. Dalam pembaruan blog pada 27 Oktober, Chadwick menyatakan perlu revisi atas prakiraan sebelumnya. “Akan butuh sedikit lebih banyak waktu dari yang kami perkirakan untuk mencapai ambang inflasi yang sama seperti sebelum letusan terakhir,” tulisnya. “Pada laju inflasi saat ini, kita tidak akan mencapai ambang inflasi yang lebih tinggi itu sampai pertengahan hingga akhir 2026.”
Menurut Chadwick, Axial Seamount memiliki pola perilaku yang mirip dengan Gunung Krafla di Islandia, yang ambang inflasinya meningkat sedikit pada setiap letusan. Ia mengatakan ambang 2015 sekitar 30 sentimeter lebih tinggi dibanding 2011, sehingga kemungkinan diperlukan kenaikan sekitar 20 sentimeter lagi sebelum letusan berikutnya. “Ini sebenarnya hanya tebakan berdasarkan pengetahuan, tetapi juga berdasarkan perilaku sebelumnya dari gunung api seperti Krafla,” tuturnya.
Chadwick menambahkan bahwa setiap letusan dapat membuat kerak di sekitarnya lebih terkompresi sehingga magma membutuhkan inflasi lebih besar untuk naik kembali, meski peningkatan ambang itu tidak akan berlangsung tanpa batas.
Ia juga mengatakan upaya prakiraan saat ini masih mengandalkan pola historis, namun model fisik terbaru yang mereka kembangkan mulai mampu memprediksi letusan masa lalu dengan akurat. Mulai 10 November kemarin tim menggunakan model tersebut untuk menganalisis data real-time Axial, tapi hasilnya baru akan dipublikasikan setelah letusan berikutnya terjadi.