Sosial Media
powered by Surfing Waves
0
News
    Home Featured Ilmu Pengetahuan IPTEK Istimewa Spesial

    Ilmuwan Mendeteksi Badai Matahari Meletup dari Bintang Terdekat - Mashable

    5 min read

     

    Ilmuwan Mendeteksi Badai Matahari Meletup dari Bintang Terdekat

    "Letupan seperti ini akan menghancurkan sebuah planet."
    Credit: Olena Shmahalo / Callingham et al. illustration
    > Luar Angkasa

    Astronom menemukan bukti jelas pertama dari erupsi raksasa gas bermuatan dari bintang jauh, sebuah pencapaian penting dalam studi cuaca antariksa.

    Letupan tersebut berasal dari sebuah bintang katai merah berjarak sekitar 130 tahun cahaya. Fenomena itu diidentifikasi sebagai coronal mass ejection (CME), jenis ledakan yang baru-baru ini disaksikan banyak orang dari matahari dalam bentuk aurora berwarna-warni.

    Tirai cahaya di langit itu terjadi ketika awan besar plasma termagnetisasi meluncur menuju Bumi dan berinteraksi dengan gas-gas di atmosfer.

    Para ilmuwan telah lama bertanya-tanya apakah bintang lain juga menghasilkan ledakan serupa. Banyak eksoplanet mengorbit sangat dekat dengan bintang induk mereka yang kecil namun aktif. '

    Kedekatan itu menempatkan planet pada risiko langsung terkena letupan bintang yang dapat mengikis atmosfernya. Jika bintang-bintang tersebut sering melepaskan ledakan dahsyat, kecil kemungkinan dunia di sekitarnya dapat mendukung kehidupan.

    Deteksi CME di luar matahari mengakhiri spekulasi selama puluhan tahun tentang apakah bintang lain juga memicu erupsi serupa. Sebelum pengamatan ini, peneliti hanya menemukan petunjuk berupa peredupan mendadak atau perubahan cahaya bintang.

    Namun, sebuah tim internasional berhasil membuat temuan ini dengan mendeteksi kilatan gelombang radio selama dua menit yang melesat menjauhi bintang tersebut.

    "Sinyal radio seperti ini tidak akan terbentuk kecuali materialnya benar-benar telah keluar dari gelembung magnetisme kuat bintang itu," kata Joe Callingham dari Netherlands Institute for Radio Astronomy dalam sebuah pernyataan.

    Temuan tersebut, yang dipublikasikan di jurnal Nature pekan ini, menggunakan data dari dua observatorium besar di Eropa: Low Frequency Array, jaringan teleskop radio se-Eropa dan XMM-Newton, observatorium ruang angkasa milik Badan Antariksa Eropa.

    Dampak Coronal Mass Ejection

    Saat CME melaju, ia menghasilkan gelombang kejut yang memancarkan gelombang radio yang frekuensinya menurun dari tinggi ke rendah seiring waktu.

    'Tim peneliti mengidentifikasi pola khas ini dalam sinyal dari bintang katai merah bernama StKM 1-1262, mengonfirmasi bahwa letupan tersebut telah lolos dari medan magnet bintang dan meluncur ke ruang antarbintang.

    "Letupan seperti ini akan menghancurkan sebuah planet yang mengorbit bintang tersebut," kata Callingham, penulis utama studi itu.

    Di Bumi, atmosfer dan medan magnet melindungi makhluk hidup dari dampak kesehatan paling berbahaya akibat radiasi matahari selama badai matahari. Namun, peristiwa seperti itu bisa melumpuhkan satelit dan jaringan listrik.

    Pada Maret 1989, misalnya, sebuah badai matahari menyebabkan seluruh Quebec, Kanada, mengalami pemadaman listrik selama 12 jam. Peristiwa itu juga mengganggu sinyal radio Radio Free Europe.

    Letupan dari bintang katai merah ini bahkan lebih ekstrem daripada standar badai matahari. Material yang terlontar bergerak sekitar 5,37 juta mph (sekitar 8,64 juta km/jam), kecepatan yang hanya tercatat pada sebagian kecil CME matahari.

    Kekuatan sebesar ini cukup untuk mengelupas atmosfer planet mana pun yang mengorbit dekat bintang itu, membiarkan permukaannya terpapar radiasi dan berubah menjadi batu tandus, menurut penelitian tersebut.

    Sistem Bintang Katai Merah dan Kelayakhunian

    Bintang katai merah seperti StKM 1-1262 berukuran lebih kecil dan lebih redup dari matahari, tetapi jauh lebih aktif secara magnetis. Mereka merupakan jenis bintang paling umum di Bima Sakti dan menjadi rumah bagi jumlah terbesar planet seukuran Bumi yang diketahui.

    Karena zona layak huni mereka, wilayah yang memungkinkan air cair, erletak jauh lebih dekat, planet-planet ini kemungkinan lebih sering terkena badai bintang.

    "Tampaknya cuaca antariksa ekstrem bisa jauh lebih ganas di sekitar bintang yang lebih kecil, tuan rumah utama eksoplanet yang berpotensi layak huni," kata Henrik Eklund, peneliti Badan Antariksa Eropa di Belanda.

    Para ilmuwan yang memimpin program observasi prioritas tinggi menggunakan Teleskop Luar Angkasa James Webb NASA sedang mencoba menjawab pertanyaan apakah planet berbatu yang mengorbit bintang kecil semacam itu, juga disebut M-dwarf dapat mempertahankan atmosfernya.

    Kampanye ini, pertama kali dilaporkan oleh Mashable pada 2024, akan menggunakan Webb untuk mencari tanda-tanda karbon dioksida, gas penyerap panas, menggunakan metode baru yang disebut teknik gerhana sekunder. Sementara itu, Teleskop Hubble akan fokus mengamati bintang itu sendiri, mempelajari pancaran radiasi ultravioletnya.

    "Jika ternyata tidak ada satu pun dari mereka yang memiliki atmosfer, itu akan cukup menyedihkan," kata Néstor Espinoza, astronom yang memimpin program tersebut kepada Mashable, "tetapi juga sangat menarik. Itu berarti sistem planet kita sebenarnya benar-benar istimewa."

    Observatorium masa depan akan memanfaatkan temuan ini untuk mengidentifikasi lebih banyak letupan bintang dan memetakan bagaimana pengaruhnya terhadap lingkungan planet di seluruh galaksi.

    Komentar
    Additional JS