Sosial Media
powered by Surfing Waves
0
News
    Home DPO e-KTP Featured Istimewa Kasus KPK Kriminal Paulus Tannos Spesial

    KPK Ungkap Alasan Tetapkan Paulus Tannos sebagai DPO dalam Kasus E-KTP - Tribunnews

    8 min read

     

    KPK Ungkap Alasan Tetapkan Paulus Tannos sebagai DPO dalam Kasus E-KTP - Tribunnews.com

    Editor: Muhammad Zulfikar


    Tribunnews.com/Fahmi Ramadhan
    PRAPERADILAN PAULUS TANNOS - Sidang praperadilan melawan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diajukan tersangka korupsi E-KTP Paulus Tannos atas sah tidaknya penangkapan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (25/11/2025). 
    Ringkasan Berita:
    • KPK mengungkap alasannya menetapkan Paulus Tannos sebagai daftar pencarian orang atau DPO
    • Penyidik telah memanggil secara patut Paulus Tannos baik sebagai saksi maupun tersangka, namun panggilan itu selalu diabaikan
    • KPK berkoordinasi dengan Polri agar menetapkan status DPO tanggal 19 Oktober 2021

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap alasannya menetapkan Paulus Tannos sebagai daftar pencarian orang (DPO) kasus korupsi KTP Elektronik (E-KTP) yang diduga merugikan negara Rp2,3 triliun.

    DPO adalah status resmi yang diberikan aparat penegak hukum kepada seseorang yang sedang dicari karena diduga melakukan tindak pidana, berstatus tersangka, terdakwa, atau terpidana, namun keberadaannya tidak diketahui.

    Tim Biro Hukum KPK Ariansyah menuturkan, sejak diterbitkannya Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Nomor 82 tanggal 18 Agustus 2019, penyidik telah memanggil secara patut Paulus Tannos baik sebagai saksi maupun tersangka, namun panggilan itu selalu diabaikan.

    Adapun panggilan itu KPK layangkan kepada Paulus Tannos pada 13 dan 24 September 2021.

    Lebih lanjut dijelaskan Ariansyah, dalam perjalanannya kemudian penyidik mengendus keberadaan Paulus yang ternyata melakukan perjalanan lintas negara ke Singapura.

    Merespons temuan itu, KPK pada awalnya masih berupaya memanggil Paulus Tannos dengan melayangkan surat ke alamat dia di Indonesia maupun di Singapura.

    Akan tetapi lagi-lagi panggilan pemeriksaan KPK itu tak digubris oleh Paulus Tannos.

    Atas keadaan itu kemudian KPK berkoordinasi dengan Polri agar menetapkan status DPO tanggal 19 Oktober 2021.

    "Dengan demikian sejak tanggal 19 Oktober 2021 maka pemohon berstatus dalam pencarian orang (DPO)," kata Ariansyah saat memberikan jawaban atas gugatan praperadilan Paulus Tannos di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (25/11/1025).

    Kemudian setelah adanya penetapan DPO itu, KPK sejatinya kembali melayangkan surat panggilan pemeriksaan baik sebagai saksi maupun tersangka terhadap Paulus Tannos yakni pada 7 Februari 2023.

    Namun lagi-lagi, tersangka tersebut kembali tidak memenuhi panggilan pemeriksaan yang dilayangkan penyidik tersebut.

    Hingga pada akhirnya, Wakil Ketua KPK saat itu Nurul Ghufron menerbitkan Surat Perintah Penangkapan (SprinKap) tertanggal 26 November 2024.

    SprinKap itu diterbitkan untuk melakukan penangkapan terhadap Tannos yang sudah ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan bukti permulaan yang cukup atas dugaan korupsi E-KTP tahun 2011-2013 di Kementerian Dalam Negeri.

    "Sampai saat ini pemohon masih berstatus DPO dan meskipun telah diterbitkan SprinKap tanggal 26 November 2024 namun termohon belum berhasil menangkap termohon," jelasnya.

    "Sehingga sampai saat ini belum ada Berita Acara Penangkapan yang membuktikan pemohon telah ditangkap oleh termohon," sambungnya.

    Sebagai informasi, Paulus Tannos mengajukan gugatan dengan nomor perkara 143/Pid.Pra/PN JKT.SEL terkait sah atau tidaknya penangkapan dirinya. 

    Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra tersebut merupakan tersangka kasus megakorupsi KTP elektronik (e-KTP) yang diduga merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun.

    Saat ini, Paulus Tannos masih berada di Singapura dan sedang menjalani proses sidang ekstradisi. 

    Dalam petitumnya, tim kuasa hukum Paulus Tannos meminta agar hakim praperadilan menyatakan tidak sah surat perintah penangkapan yang diterbitkan oleh KPK.

    "Menyatakan tidak sah dan tidak berdasar hukum Surat Perintah Penangkapan Nomor Sprin.Kap/08/DIK.01.02/01/11/2024 tertanggal 26 November 2024 yang diterbitkan oleh Termohon," demikian petitum Paulus dikutip dari laman SIPP PN Jakarta Selatan.

    Selain itu Paulus juga meminta hakim menyatakan tidak sah segala tindakan yang diambil oleh KPK khususnya yang berkenaan dengan adanya surat perintah penangkapan tersebut.

    Alhasil ia pun meminta agar hakim praperadilan mengabulkan seluruh permohonan yang pihaknya ajukan melawan KPK tersebut.

    "Menerima dan mengabulkan Permohonan Praperadilan yang diajukan Pemohon untuk seluruhnya," jelasnya.

    Paulus Tannos saat ini berstatus Daftar Pencarian Orang (DPO) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus korupsi proyek e-KTP.

    Fakta Penting tentang Paulus Tannos

    • Status hukum: Masih berstatus DPO dan bahkan sudah diterbitkan red notice oleh Interpol.
    • Upaya hukum: Meski buron, Paulus Tannos sempat mengajukan gugatan praperadilan terhadap KPK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada November 2025.
    • Sikap KPK: Menegaskan bahwa seorang DPO tidak boleh mengajukan praperadilan sesuai Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 1 Tahun 2018.
    • Kontroversi: Kuasa hukum Paulus menilai penerbitan status DPO tidak relevan karena KPK disebut mengetahui keberadaannya sejak lama.

    Konteks Kasus e-KTP

      Komentar
      Additional JS