MK Batalkan Ketentuan Hak Atas Tanah di IKN yang Dinilai Terlalu Lama - NU Online
MK Batalkan Ketentuan Hak Atas Tanah di IKN yang Dinilai Terlalu Lama
NU Online · Kamis, 13 November 2025 | 15:45 WIB
Suasana Sidang putusan di Gedung MK, Jakarta, pada Kamis (13/11/2025). (Foto: NU Online/Haekal)
Jakarta, NU Online
Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN) dalam perkara Nomor 185/PUU-XXII/2024. Dengan demikian, MK membatalkan ketentuan hak atas tanah di IKN yang dinilai terlalu lama.
Dalam putusannya, MK menyatakan beberapa ketentuan dalam Pasal 16A ayat 1, 2, dan 3 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Ketentuan tersebut dinilai memberikan hak atas tanah di wilayah IKN dalam jangka waktu terlalu panjang tanpa adanya batas evaluasi yang jelas.
“Mahkamah mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian. Menyatakan Pasal 16A ayat (1), (2), dan (3) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2023 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai sesuai dengan kriteria dan tahapan evaluasi yang telah ditentukan,” kata Ketua MK Suhartoyo di Gedung MK, Jakarta, pada Kamis (13/11/2025).
Baca Juga
Pemerintah Jelaskan Konsep Ibu Kota Politik di IKN, Fokus pada Fasilitas Tiga Pilar Kenegaraan
Dalam pertimbangannya, Hakim Konstitusi Guntur Hamzah menilai pasal-pasal tersebut membuka peluang pemberian Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), dan Hak Pakai (HP) di IKN hingga 190 tahun, bertentangan dengan prinsip penguasaan negara atas tanah untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Berdasarkan hal tersebut, lanjutnya, MK memutuskan bahwa Pasal 16A ayat (1), (2), dan (3) UU IKN harus dimaknai ulang. Untuk Hak Guna Usaha (HGU), jangka waktu maksimal ditetapkan 35 tahun untuk pemberian hak, 25 tahun untuk perpanjangan, dan 35 tahun untuk pembaruan.
"Ketentuan ini tidak sejalan atau memperlemah posisi negara dalam menguasai HAT sebagaimana dimaksud dalam pasal 33 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945," jelasnya.
Kemudian, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menegaskan bahwa HAT tidak boleh diberikan secara mutlak tanpa pengawasan negara. Lebih lanjut, untuk memperoleh betas waktu maksimal maka harus memenuhi kriteria dan tahapan evaluasi.
Enny menambahkan, penjelasan Pasal 16A UU IKN yang sebelumnya menambahkan rumusan tentang "satu siklus pertama dan dapat diberikan kembali untuk satu siklus kedua" dianggap memperluas makna norma sehingga dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Baca Juga
Gibran Sebut Sudah Ada Investor Masuk ke IKN, Siapa Saja?
“Penjelasan tidak boleh memperluas atau mengubah isi norma di batang tubuh. Rumusan yang memberi ruang dua siklus hak atas tanah bertentangan dengan prinsip keadilan dan keberlanjutan pengelolaan sumber daya,” tegasnya.
Diketahui bahwa Permohonan uji materi ini diajukan oleh Pemohon I, Stepanus Febyan Babaro, seorang karyawan swasta dari Pontianak Tenggara dan Pemohon II Ronggo Warsito, seorang pedagang dari Sepaku.