Nelangsa 2 Guru Niat Bantu Honorer Malah Dipecat, Dianggap Pungli, Banjir Dukungan Terus Mengalir - Tribunjambi
Nelangsa 2 Guru Niat Bantu Honorer Malah Dipecat, Dianggap Pungli, Banjir Dukungan Terus Mengalir - Tribunjambi.com
TRIBUNJAMBI.COM – Nasib apes menimpa dua guru di SMAN 1 Luwu Utara, Sulawesi Selatan. Mereka diberhentikan dengan tidak hormat (PTDH) setelah penarikan sumbangan komite sebesar Rp20 ribu per siswa yang sejatinya digunakan untuk membantu pembayaran honor guru honorer dianggap sebagai praktik pungutan liar (pungli).
Niat baik yang berujung petaka itu menyeret dua guru, yakni Rasnal dan Abdul Muis, ke meja hijau dan akhirnya membuat keduanya kehilangan status sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).
Kasus ini bermula pada tahun 2018. Saat itu, Rasnal baru dilantik sebagai Kepala SMAN 1 Luwu Utara.
Beberapa waktu kemudian, ia didatangi 10 guru honorer yang mengeluhkan belum menerima honor mereka selama 10 bulan pada 2017. Mendengar keluhan itu, Rasnal memutuskan menggelar rapat dewan guru untuk mencari jalan keluar.
Komite sekolah dan orangtua siswa dilibatkan dalam rapat pada 19 Februari 2018. Dari rapat itu muncul kesepakatan adanya sumbangan sukarela sebesar Rp20 ribu per bulan dari setiap siswa. Dana tersebut dikelola oleh komite sekolah untuk membantu pembayaran honor guru honorer.
“Semua orang tua setuju. Tidak ada paksaan, tidak ada yang menolak. Komite sendiri yang mengetuk palu,” ungkap Rasnal.
“Saya didaulat jadi bendahara komite melalui hasil rapat orang tua siswa dan pengurus. Saya hanya menjalankan amanah,” kata Abdul Muis saat ditemui di sekretariat PGRI Luwu Utara, Senin (10/11/2025).
Namun masalah muncul ketika sebuah LSM menuding sumbangan tersebut sebagai pungli.
Kasus ini kemudian bergulir ke ranah hukum. Rasnal dan Abdul Muis menjalani pemeriksaan hingga akhirnya divonis bersalah oleh Mahkamah Agung.
Rasnal dijatuhi hukuman satu tahun dua bulan, dengan delapan bulan di penjara dan sisanya sebagai tahanan kota.
Ia bebas pada 29 Agustus 2024 dan kembali mengajar di SMAN 3 Luwu Utara. Namun sejak Oktober 2024, gajinya tak lagi masuk ke rekening.
Tak lama kemudian, terbitlah keputusan PTDH dari Pemprov Sulsel melalui Keputusan Gubernur Sulsel Nomor 800.1.6.2/3973/BKD.
“Saya terdiam lama. Saya pikir, beginikah nasib seorang guru yang ingin menolong?” ujar Rasnal pilu.
Nasib serupa menimpa Abdul Muis. Ia dijatuhi hukuman satu tahun penjara dan denda Rp50 juta, subsider tiga bulan kurungan.
“Total saya jalani enam bulan 29 hari karena ada potongan masa tahanan. Denda saya bayar,” ungkapnya.
Menjelang delapan bulan sebelum pensiun, Abdul Muis resmi diberhentikan melalui Keputusan Gubernur Sulsel Nomor 800.1.6.4/4771/BKD.
Dukungan Mengalir, PGRI Ajukan Grasi
Gelombang dukungan datang dari berbagai pihak. Para guru yang tergabung dalam PGRI Luwu Utara menggelar aksi solidaritas di halaman kantor DPRD Luwu Utara pada Selasa (4/11/2025).
PGRI secara resmi mengajukan permohonan grasi kepada Presiden Prabowo Subianto.
Ketua PGRI Luwu Utara, Ismaruddin, mengatakan pihaknya mengirimkan surat resmi kepada Presiden pada 4 November 2025. Surat tersebut berisi permohonan grasi sekaligus kesempatan peninjauan kembali (PK) atas dasar kemanusiaan dan pengabdian panjang mereka sebagai pendidik.
“Kami memohon kepada Bapak Presiden agar berkenan memberikan grasi kepada dua anggota kami yang telah mengabdi puluhan tahun. Kami menilai keduanya layak mendapat pertimbangan kemanusiaan dan keadilan,” ujarnya.
Ismaruddin menegaskan bahwa permohonan grasi ini bukan bentuk penolakan terhadap putusan pengadilan, melainkan upaya mencari keadilan yang lebih proporsional.
“Kami tidak menutup mata terhadap hukum. Tapi kami percaya keadilan sejati bukan hanya tentang hukuman, melainkan juga kesempatan untuk memperbaiki diri,” katanya.
Siswa Turut Galang Donasi
Dukungan moral juga datang dari peserta didik. OSIS UPT SMAN 2 Luwu Utara menggalang donasi untuk diserahkan kepada dua guru yang terkena PTDH.
Donasi itu diserahkan di Sekretariat PGRI Luwu Utara, Senin (10/11/2025), dan diterima langsung oleh Ketua PGRI Ismaruddin.
Wakil Ketua OSIS, Sayu Alicya Maharani, mengatakan siswa merasa terpanggil untuk membantu dua guru yang dikenal berdedikasi itu.
“Kami sedih atas pemecatan guru kami. Ini bentuk kepedulian kami. Semoga mereka mendapat keadilan dan bisa kembali mengajar seperti dulu,” ujar Sayu.
Ia mengatakan donasi dikumpulkan secara sukarela, dan meski jumlahnya tidak besar, para siswa berharap bantuan ini bisa menjadi simbol penghormatan dan penyemangat.
DPRD Sulsel Dorong RDP Terbuka
Anggota Fraksi PKS DPRD Sulsel, A. Syafiuddin Patahuddin, menyatakan siap memfasilitasi Rapat Dengar Pendapat (RDP) terbuka untuk membahas persoalan ini.
“Saya mendukung upaya Pak Rasnal dan Pak Muis. Kita berharap keadilan berpihak kepada mereka,” ujarnya.
Menurut Syafiuddin, komunikasi sudah dilakukan dengan Dinas Pendidikan Sulsel, terutama bidang disiplin pegawai, untuk mencegah pemberhentian tersebut.
“Beberapa langkah sudah ditempuh untuk memediasi agar tidak di-PTDH. Komunikasi telah dilakukan dengan Kadis Pendidikan, khususnya bagian disiplin,” katanya.
Ia menambahkan Fraksi PKS siap memberi dukungan politik dan memfasilitasi RDP agar permasalahan ini bisa menemukan titik terang.
Pihak DPRD menilai penyelesaian kasus harus mengedepankan sisi kemanusiaan—bukan sekadar sanksi administratif.
“Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Mereka mencurahkan hidup untuk mencerdaskan bangsa. Karena itu pendekatan kemanusiaan dan proporsionalitas harus diutamakan,” jelasnya.
Syafiuddin berharap RDP nantinya menghadirkan seluruh pihak terkait, mulai dari Dinas Pendidikan, PGRI, hingga perwakilan masyarakat pendidikan di Luwu Utara, sehingga solusi yang dihasilkan benar-benar adil.