P2G: Sertifikasi PPG Gagal Jadi Solusi Kesejahteraan, Malah Jadi Beban Baru bagi Guru - NU Online
P2G: Sertifikasi PPG Gagal Jadi Solusi Kesejahteraan, Malah Jadi Beban Baru bagi Guru
NU Online · Selasa, 25 November 2025 | 23:15 WIB
Kepala Bidang Advokasi Guru P2G Iman Zanatul Haeri. (Foto: dok. pribadi)
Jakarta, NU Online
Kepala Bidang Advokasi Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Iman Zanatul Haeri menilai skema sertifikasi melalui Pendidikan Profesi Guru (PPG) yang selama ini digadang-gadang pemerintah sebagai jalan keluar kesejahteraan, justru belum menyelesaikan persoalan para guru.
“Guru honor ini kan mempekerjakan orang dengan gaji tidak layak, dan ketika orang itu mengajar, dia sebetulnya mengeluarkan uang pribadinya terlebih dahulu, sementara negara belum membayarnya,” ujar Iman kepada NU Online, Selasa (25/11/2025).
Menurutnya, guru sekolah dan madrasah swasta menghadapi problem gaji rendah, status rentan, dan akses terbatas terhadap sertifikasi. Sementara di sekolah negeri pun persoalan tidak kalah rumit.
Baca Juga
P2G Nilai Kenaikan Gaji Guru Belum Berdampak pada Gaji Guru Honorer
Guru honorer, baik yang digaji melalui dana BOS maupun mengandalkan sertifikasi tidak mendapatkan jaminan pendapatan yang stabil.
“Sertifikasi guru bisa tidak cair, dan dana BOS ini juga pencairannya tidak per bulan, sehingga dua-duanya rentan, jatuh miskin,” jelas Iman.
Ia menyampaikan bahwa pemerintah kerap menjawab masalah kesejahteraan dengan skema PPG, tetapi pada praktiknya malah menjadi beban baru bagi guru dan tidak dapat dijangkau oleh banyak guru karena beban kerja minimum 24 jam yang sulit dipenuhi.
“Ternyata guru-guru ini tidak semuanya memenuhi 24 jam. Berarti skema kesejahteraan PPG ini masih belum menjawab masalah guru honorer dan swasta yang tidak sejahtera,” katanya.
Baca Juga
P2G Sorot Gaji Guru Honorer Jika Sekolah Libur Selama Ramadhan
Ia merujuk Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Permendikdasmen) Nomor 11 Tahun 2025, yang menyebutkan beban mengajar minimal 18 jam, dengan tambahan aktivitas seperti pembimbingan ekstrakurikuler atau kegiatan organisasi profesi.
Namun menurut Iman, aturan ini sulit diimplementasikan. Banyak kegiatan nyata guru tidak bisa dikonversi menjadi jam beban kerja.
“Kemarin saya ditelepon di NTT, tertera beban kerjanya hanya 22 jam. Berarti sertifikasinya tidak cair, kan sangat miris sekali,” katanya.
P2G mendesak pemerintah meninjau ulang aturan beban kerja dalam skema sertifikasi. Ia menilai hitungan beban kerja pemerintah tidak mencerminkan proses pembelajaran yang sesungguhnya.
Baca Juga
P2G Soroti 5 Dampak Negatif Hidupkan Kembali Penjurusan Bagi Siswa SMA
“Idealnya maksimal guru ini mengajar harusnya sehari itu sampai 4 jam. Selebihnya memanfaatkannya untuk merencanakan pembelajaran, bikin RPP, itu harusnya dimasukkan juga ke dalam beban,” terangnya.
Iman berharap pemerintah dapat meninjau ulang skema sertifikasi agar benar-benar berpihak pada guru, bukan menambah beban administratif yang menjauhkan mereka dari kesejahteraan yang layak.
“Standar proses di dalam pembelajaran itu kan tiga: merencanakan, melaksanakan, dan evaluasi. Nah yang selama ini disebut beban kerja itu hanya melaksanakan saja. Kami harap ketiga-tiganya betul-betul diperhitungkan, sehingga kemudian belajarannya efektif,” tuturnya.