Penjelasan Polda Papua Soal RS Bhayangkara yang Tak Tangani Irene Sokoy | kumparan
Penjelasan Polda Papua Soal RS Bhayangkara yang Tak Tangani Irene Sokoy | kumparan
RS Bhayangkara memberi penjelasan soal kabar pihaknya tak menangani Irene Sokoy, seorang ibu hamil yang ditolak 4 RS saat hendak melahirkan. RS Bhayangkari sebetulnya bisa saja menangani Irene, tapi keluarga Irene menyebut, RS meminta uang muka Rp 4 juta untuk administrasi.
Irene tak mampu membayar, lalu dia dirujuk ke RS lain hingga akhirnya Irene meninggal dunia bersama bayinya di perjalanan pada Senin (17/11) pukul 05.00 WIT.
Menanggapi hal ini, Kepala Rumah Sakit Bhayangkara AKBP Rommy Sebastian menjelaskan duduk perkara yang terjadi. Penjelasan itu disampaikan dalam audiensi bersama perwakilan Komnas HAM Papua.
"Kami meluruskan narasi yang beredar di media sosial. Informasi mengenai tarif kamar VIP (antara Rp 3-4 juta) disampaikan karena saat itu ruangan yang tersisa hanya satu ruang VIP. Informasi ini adalah bentuk transparansi sesuai Peraturan Menteri Kesehatan, bukan syarat meminta uang muka sebelum pelayanan medis diberikan,” kata Rommy, Kamis (27/11).
Lalu soal keadaan Irene, Rommy menjelaskan, Irene datang dari RSUD Yowari dalam kondisi gawat janin. Ia lalu diperiksa di area depan IGD karena menolak berbaring, dan diberi terapi oksigen sebelum keluarga memutuskan merujuk kembali ke RS lain.
Lalu, staf administrasi IGD juga menyebut tak ada permintaan pembayaran di awal. Tapi, hanya penyampaian informasi terkait ketersediaan kamar dan status fasilitas BPJS.
Lalu, dokter ahli kandungan Jayapura, dr. Alberthzon Rabgrageri yang juga hadir dalam forum audiensi, menjelaskan hasil pemeriksaan medis. Termasuk riwayat rujukan dan kondisi pasien dari fasilitas kesehatan sebelumnya.
Melalui penelusuran tersebut, disampaikan bahwa faktor utama kondisi kritis pasien diduga berasal dari keterlambatan pengambilan keputusan medis serta kurangnya kesiapan fasilitas awal sebelum rujukan dilakukan.

"Kami sangat menyayangkan dua nyawa, ibu dan bayi, tidak dapat diselamatkan. Dari analisis kami, penyebab utama kematian berasal dari keterlambatan pengambilan keputusan medis serta pelaksanaan tindakan yang tidak sesuai standar di fasilitas awal tempat pasien bersalin (RSUD Yowari)," jelas dr. Alberthzon.
Alberthzon juga menjelaskan kehamilan yang dialami Irene berisiko tinggi. Sebab, ia mengandung bayi seberat 4,3 kg dan mengalami persalinan lambat.
"Tindakan medis untuk memperkuat kontraksi di RSUD Yowari dilakukan tanpa kesiapan kamar operasi, dokter anestesi, dan dokter kandungan yang standby, yang mengakibatkan robekan rahim, perdarahan hebat, dan kondisi gawat janin," kata Alberthzon.
Sementara perwakilan Komnas HAM, Melky Weruin menyatakan bahwa tujuan audiensi tercapai untuk mendapatkan klarifikasi langsung.
"Dari klarifikasi pihak rumah sakit, kami memahami bahwa penyampaian angka tarif kamar VIP adalah bentuk transparansi biaya. Kami menilai persoalan utama dalam kasus ini lebih disebabkan oleh kurangnya koordinasi antar rumah sakit dan miskomunikasi dengan pihak keluarga pasien," kata Melky.
Polda Papua Audit Internal RS Bhayangkara
Namun, peristiwa ini juga memberi catatan bagi Polri. Maka, Polda Papua langsung membentuk tim audit investigasi untuk mengevaluasi tata kelola dan pelayanan di RS Bhayangkara.
"Tim audit investigasi yang dibentuk oleh Bapak Kapolda Papua sementara bekerja untuk mengecek, melakukan audit, dan melakukan investigasi di Rumah Sakit Bhayangkara," ujar Kombes Pol. Cahyo Sukarnito.
Dalam proses audit ini, RS Bhayangkara melibatkan kerja sama dengan instansi lain seperti BPJS dan Dinas Kesehatan.

"Ke depan akan berkolaborasi dengan tim yang lain yang kita ketahui tim dari Kementerian Kesehatan juga sementara sedang bekerja," tambahnya.
Cahyo juga menambahkan, audit ini berfokus pada pemeriksaan mendalam terkait Tata Kelola Tata Laksana
Standar Operasional Prosedur (SOP) Pelayanan Tujuannya adalah memastikan bahwa semua mekanisme pelayanan sudah berjalan sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
"Baik undang-undang kesehatan, peraturan pemerintah tentang fasilitas pelayanan kesehatan dan peraturan menteri kesehatan" pungkas Cahyo.