Prabowo Terus Didesak Tetapkan Status Bencana Nasional di Sumut - RMOL
Prabowo Terus Didesak Tetapkan Status Bencana Nasional di Sumut

Desakan agar Presiden Prabowo Subianto menetapkan status darurat bencana di Sumatera Utara terus disuarakan oleh berbagai elemen masyarakat.
Penetapan status itu diharapkan dapat membuat penanganan dan penanggulangan bencana dapat dilakukan dengan melibatkan unsur dan lembaga dari pusat.
“Kami memandang bencana banjir bandang, longsor, dan kerusakan ekologis yang kini meluas di Sumatera Utara telah mencapai skala yang tidak lagi dapat ditangani oleh pemerintah kabupaten maupun pemerintah provinsi,” kata Pendiri Perkumpulan Suluh Muda Inspirasi (SMI, Elfenda Ananda, Kamis, 27 November 2025.
Saat ini, sebaran lokasi terdampak bencana tanah longsor dan banjir yang sangat luas, mulai dari Tapanuli Tengah, Sibolga, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Simalungun, Pakpak Bharat, Humbang Hasundutan, kawasan Danau Toba, hingga daerah-daerah hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) utama, Kemudian Kabupaten Langkat, Medan, Deli Serdang dan Tebing Tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa bencana ini sudah berada pada kategori bencana besar yang memperlihatkan gejala sistemik, bukan kejadian lokal yang terfragmentasi.
Kerusakan infrastruktur meliputi jembatan nasional yang terputus, jalan lintas strategis yang ambles, desa-desa yang terisolir, serta kerusakan fasilitas publik yang luas. ibuan warga mengungsi, sementara puluhan ribu lainnya masih berada di wilayah yang sulit dijangkau.
“Ada kawasan yang hingga kini hanya dapat diakses melalui jalur udara dan laut akibat tertutupnya akses darat oleh longsor dan material banjir. Dalam kondisi seperti ini, sumber daya yang dimiliki pemerintah kabupaten hampir pasti tidak cukup,” ujarnya.
SMI mencatat bahwa sebagian besar daerah terdampak tidak memiliki cadangan logistik lebih dari empat hari. Ini bukan sekadar keterbatasan teknis, tetapi ancaman langsung terhadap stabilitas sosial. Ketika stok kebutuhan pokok, obat-obatan, dan air bersih habis, risiko terjadinya chaos meningkat dengan sangat cepat.
“Situasi ini tidak boleh dibiarkan berkembang menjadi krisis kemanusiaan,” pungkasnya.
Kemampuan daerah untuk melakukan respon cepat juga dinilai sudah melewati batas. Keterbatasan alat berat, minimnya armada evakuasi, kurangnya tenaga penyelamat terlatih, serta defisit anggaran penanganan darurat membuat pemerintah daerah tidak mungkin mengelola skala bencana yang memburuk dari hari ke hari.
“Setiap penundaan keputusan di tingkat nasional akan memperbesar dampak dan menempatkan masyarakat pada risiko yang tidak dapat diterima. Penetapan status Darurat Bencana adalah kebutuhan mendesak. Status ini akan memungkinkan pengerahan kekuatan penuh negara: TNI Angkatan Laut dan Angkatan Udara untuk membuka jalur logistik melalui laut dan udara; pengerahan alat berat besar-besaran melalui PUPR dan BNPB; mobilisasi ponton, heli angkut berat, peralatan SAR, dan kapal logistik; serta dukungan medis terpadu yang mampu menjangkau wilayah terisolir. Tanpa komando terarah dan terukur, seluruh upaya ini hanya berjalan dikhawatirkan akan berjalan parsial dan lambat, sementara waktu adalah faktor kritis,” demikian Elfenda Ananda.
