Yahudi Haredim Ogah Wajib Militer, Tentara Israel tak Terima: Mereka adalah Parasit | Republika Online
Yahudi Haredim Ogah Wajib Militer, Tentara Israel tak Terima: Mereka adalah Parasit | Republika Online
REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV— Surat kabar Israel, Jerusalem Post, melaporkan ketika puluhan ribu orang Haredi turun ke jalan untuk memprotes rancangan undang-undang yang mewajibkan siswa sekolah agama untuk wajib militer, suara-suara yang menentang mencerminkan kedalaman perpecahan.
Yakni perselisihan yang menganga antara mereka yang menganggap studi Taurat sebagai dasar spiritual penting dan mereka yang percaya bahwa dinas militer adalah kewajiban moral dan sipil.
Seorang tentara cadangan (35 tahun) mengungkapkan kemarahan dan kesedihannya kepada surat kabar tersebut atas apa yang dia anggap sebagai beban tidak adil yang harus ditanggung oleh tentara yang taat beragama seperti dirinya.
Dia melanjutkan bahwa setelah bertugas di militer dan menyelesaikan studinya di Yeshiva di Ma'ale Adumim, dia menegaskan adanya perbedaan besar antara orang-orang yang telah menyelesaikan wajib militer dan para pengunjuk rasa Haredi.
Yeshiva adalah lembaga pendidikan Yahudi tradisional yang berfokus pada Talmud dan Halakha (hukum Yahudi), sementara juga mengajarkan Taurat dan filsafat Yahudi secara paralel.
Jerusalem Post mengutip pernyataan sang tentara. "Saya merasa tidak adil bahwa saudara-saudara kita yang Haredi tidak bergabung dengan kami dalam barisan militer."
Dia melanjutkan, "Dalam pertempuran, kami kehilangan 3 orang dan ada yang terluka. Anda harus tahu bahwa sebagian besar dari 80 anggota pasukan kami adalah orang-orang yang taat beragama," kata dia dikutip Republika.co.id, Sabtu (1/11/2025).
Dia menegaskan bahwa jumlah orang Yahudi taat yang benar-benar bertugas sangat banyak. "Kami tidak semuanya sekuler, kami memiliki doa, ritual keagamaan, kami memiliki segalanya. Kami bertugas, bekerja, bertempur, dan mati," kata dia sembari menambahkan, "Mereka tidak melakukan itu."
Dia mengomentari penolakan kaum Haredi untuk wajib militer dengan mengatakan, "Sekarang, lebih dari sebelumnya, saya merasa mereka adalah parasit bagi masyarakat kita, yang hanya ingin mengambil dan mengambil," ujar dia.
"Mereka berani melawan kita dan melawan dunia yang telah kita bangun serta keamanan yang telah kita berikan kepada mereka," tutur dia.
Jerusalem Post juga mengutip pernyataan seorang tentara cadangan lain yang sebaya dengannya, yang mengatakan bahwa dia menganggap dirinya religius, bukan ekstremis, dan mengungkapkan kecintaannya kepada mereka yang terus mempelajari Talmud dan hukum Yahudi.
Namun, dia percaya bahwa sistem saat ini tidak boleh berlanjut, dan perubahan diperlukan, demikian katanya kepada Jerusalem Post.
Dia menjelaskan posisinya dengan mengatakan, "Tampaknya komunitas Haredim tidak menyadari bahwa situasi saat ini tidak dapat berlanjut, tidak mungkin mereka yang meninggalkan sekolah agama dan tidak belajar tidak memberikan kontribusi apa pun. Saya sangat mendukung wajib militer bagi mereka yang tidak belajar."
Dia mengatakan kepada surat kabar tersebut bahwa dinas militer yang berkelanjutan mungkin tidak memungkinkan bagi semua orang, tetapi dinas nasional (wajib militer) harus wajib bagi mereka yang tidak belajar agama secara penuh waktu.
Pengelakan
Prajurit ini mengungkapkan keraguannya bahwa undang-undang saja akan menyelesaikan masalah ini, dengan menunjukkan bahwa komunitas Haredi secara historis sangat ahli dalam mengelak dari masalah wajib militer.
Dia melanjutkan, "Bahkan jika undang-undang disahkan, kemungkinan besar mereka akan menemukan cara untuk mengelakinya."
Dia enyerukan diskusi masyarakat untuk menyelesaikan masalah ini, serta mengatakan bahwa dia mendukung dialog antara orang Israel sekuler dan Haredim.
Advertisements
general_URL_gpt_producer-20250818-18:16
Lebih dari 300 ribu orang Yahudi ultra-Ortodoks (Haredim) berkumpul di Yerusalem pada Kamis (30/10/2025) dalam demonstrasi besar-besaran menentang wajib militer.
Aksi ini menyebabkan kemacetan lalu lintas di sebagian besar kota dan memperlihatkan perpecahan mendalam dalam masyarakat Israel.
Media Ibrani menggambarkan protes yang dijuluki "Million-Man March" sebagai salah satu demonstrasi Haredi terbesar dalam beberapa tahun terakhir.
Demonstrasi ini diadakan untuk menentang penangkapan siswa yeshiva yang menolak mendaftar di militer dan menuntut kelanjutan pembebasan wajib militer bagi cendekiawan agama penuh waktu.
Para demonstran datang dari seluruh Israel, menyebabkan kemacetan lalu lintas yang luas dan penutupan jalan utama yang mengarah ke dan di sekitar Yerusalem.
Para demonstran membawa spanduk bertuliskan "Rakyat bersama Taurat" dan "Penutupan seminari Taurat berarti akhir dari Yahudi."
Panitia berusaha meredam ketegangan di antara kelompok-kelompok peserta setelah muncul beberapa spanduk yang mengecam tentara dan pemerintah.
Media lokal melaporkan kekacauan di stasiun bus dan kereta api saat puluhan ribu orang berusaha pulang setelah demonstrasi.
Demonstrasi ini terjadi di tengah krisis politik yang semakin memanas terkait pengecualian wajib militer bagi pria ultra-Ortodoks di Israel, yang telah menjadi titik panas antara koalisi Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan partai-partai agama.
Faksi-faksi ultra-Ortodoks—beberapa di antaranya mundur dari pemerintahan awal tahun ini—mendesak agar disahkan undang-undang wajib militer baru yang akan mengukuhkan pembebasan wajib militer bagi mahasiswa agama.
Kritikus, bagaimanapun, mengecam proposal tersebut sebagai "undang-undang penghindaran wajib militer."
Demonstrasi tersebut terjadi di tengah krisis yang terus berlanjut antara partai-partai religius dan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu terkait undang-undang wajib militer yang selama beberapa dekade membebaskan kaum Haredi dari wajib militer.
Tekanan dari partai-partai agama
Partai-partai agama, yang mengundurkan diri dari pemerintahan pada pertengahan tahun ini, menekan agar RUU wajib militer yang memberikan pengecualian dari wajib militer kepada orang-orang yang taat agama disahkan. Oposisi menyebut RUU ini sebagai undang-undang penghindaran wajib militer.
Demonstrasi diselenggarakan atas seruan para rabi senior dan dewan mahasiswa Taurat, dengan partisipasi luas dari partai-partai agama dan lembaga pendidikan Taurat, untuk memprotes apa yang mereka anggap sebagai serangan terhadap identitas masyarakat Taurat dan pelanggaran terhadap kebebasan belajar agama.
Sebelumnya, demo serupa juga digelar. Ribuan orang Yahudi ultra-Ortodoks memblokir jalan-jalan di Israel tengah, utara dan selatan pada Rabu (23/10/2025) malam untuk memprotes penangkapan para penghindar wajib militer dari masyarakat dan menolak wajib militer.
Warga Haredim melanjutkan protes mereka terhadap wajib militer menyusul keputusan Mahkamah Agung pada 25 Juni 2024 yang memaksa mereka untuk mendaftar dan melarang bantuan keuangan kepada lembaga-lembaga keagamaan yang siswanya menolak bertugas di militer.
Haredim berjumlah sekitar 13 persen dari 10 juta penduduk Israel. Mereka menolak wajib militer dan mengklaim bahwa mereka mengabdikan hidup mereka untuk mempelajari Taurat.
Menurut Aljazeera, dikutip Kamis (23/10/2025), mereka menyatakan integrasi ke dalam masyarakat sekuler merupakan ancaman bagi identitas agama dan kelangsungan komunitas mereka.
Para rabi senior, yang pernyataannya dianggap sebagai fatwa agama bagi kaum Haredim, menyerukan menolak wajib militer dan bahkan merobek-robek surat panggilan.
Ribuan orang Haredim berdemonstrasi pada Rabu malam ini di beberapa lokasi di seluruh Israel, setelah polisi militer menangkap tiga siswa yeshiva semalam, menurut Hebrew Channel 10 (swasta).
Para demonstran turun ke jalan-jalan di Bnei Brak, Yerusalem (tengah) dan Safed (utara), dan memblokir jalan-jalan utama, menuntut pembebasan para pemuda itu dan pembatalan perintah wajib militer bagi para siswa sekolah agama, menurut sumber yang sama.
Bentrokan
Demonstrasi berpusat di Jalan Raya 4 dekat Bnei Brak, di Jalan Jabotinsky di kota, di Beit Shemesh (tengah) di Safed, dan di Kikar Hashbat (Alun-alun Sabtu) di Yerusalem.
Saluran televisi tersebut mengatakan protes berkembang di Jalan Bar-Lev di Yerusalem, yang meliputi pemblokiran jalan kendaraan dan jalur kereta api ringan, serta pelemparan batu ke kendaraan yang lewat.
Selanjutnya, pasukan besar polisi Israel bekerja untuk membubarkan para pengunjuk rasa, dan mencatat bahwa di beberapa lokasi, bentrokan antara pengunjuk rasa dan polisi dilaporkan terjadi.
Sementara itu, surat kabar Ibrani Yediot Ahronot mengatakan para demonstran di Jalan Jabotinsky di Bnei Brak meneriakkan tentara lebih buruk daripada kematian, kami masuk penjara, bukan tentara selama demonstrasi.
Surat kabar Israel Hayom mengatakan ratusan Haredim juga berdemonstrasi di Penjara Militer No. 10 di pangkalan militer Beit Lid, dekat kota Kfar Yona (tengah), untuk memprotes penangkapan para penghindar wamil oleh polisi militer.
Selama beberapa dekade, Yahudi Haredi telah berhasil menghindari wajib militer pada usia 18 tahun dengan mendapatkan penundaan berulang kali dengan dalih belajar di lembaga-lembaga keagamaan, hingga mereka mencapai usia pembebasan, yang saat ini berusia 26 tahun.
Pihak oposisi menuduh Perdana Menteri Benjamin Netanyahu berusaha meloloskan undang-undang yang membebaskan Haredim dari wajib militer.
Hal ini sebagai tanggapan atas tuntutan partai-partai Shas dan Yehudat HaTorah, yang pada awal tahun ini mengundurkan diri dari pemerintahan, namun bersiap-siap untuk kembali ketika undang-undang tersebut disahkan dan memenuhi tuntutan mereka.
Orang-orang Haredi merupakan sekitar 13 persen dari 10 juta penduduk Israel, dan mereka menolak wajib militer dengan alasan mengabdikan hidup mereka untuk mempelajari Taurat, dengan menegaskan bahwa integrasi ke dalam masyarakat sekuler merupakan ancaman bagi identitas agama dan kelangsungan komunitas mereka.
Menurut laporan surat kabar Maariv, yang membuat Netanyahu dan kawan-kawannya khawatir adalah inisiatif ini tidak lagi ada di tangan para pemimpin partai Haredi yang ada di Knesset dan bersekutu dengan Partai Likud yang berkuasa, tapi sudah pindah ke otoritas agama tertinggi kedua partai itu.