YLBHI Nilai KUHAP Baru Berpotensi Timbulkan Kekacauan Hukum dan Ancam Hak Warga Negara - NU Online
YLBHI Nilai KUHAP Baru Berpotensi Timbulkan Kekacauan Hukum dan Ancam Hak Warga Negara
NU Online · Ahad, 23 November 2025 | 22:00 WIB
Gambar hanya sebagai ilustrasi berita. (Foto: freepik)
Jakarta, NU Online
Pengacara Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Arif Maulana menilai, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang seharusnya dirancang untuk mencegah penyalahgunaan wewenang, justru berpotensi menimbulkan kekacauan hukum.
"Bukan hanya prosesnya yang bermasalah tapi pada ujungnya substansinya atau pasal-pasal yang kemudian diatur dan disahkan oleh DPR RI dan pemerintah itu akan berdampak pada hak-hak kita semuanya (warga negara) kalau kemudian dipaksakan akan menimbulkan kekacauan hukum,” ujarnya dalam Diskusi bertema KUHAP Membahayakan Kita Semua: Apa, Mengapa dan Bagaimana yang diselenggarakan YLBHI secara daring, Ahad (23/11/2025).
Arif juga menilai bahwa proses penyelidikan dalam KUHAP memberi ruang pembatasan hak tanpa kejelasan tindak pidana. Ia menjelaskan bahwa polisi diberikan kewenangan melakukan penangkapan, penggeledahan, hingga larangan meninggalkan tempat pada tahap yang seharusnya belum ada kejelasan pelaku maupun korban.
Baca Juga
YLBHI: DPR Kebut Sahkan KUHAP, Legislasi Cacat Prosedur
“Di tahap penyelidikan ini belum ada tindak pidananya, belum ada yang disebut dengan pelaku, belum ada yang disebut dengan korban, tapi sudah bisa didamaikan. Kondisi ini sangat potensial menjadi ruang jual-beli perkara dan bisnis perkara,” ungkapnya.
Arif juga menilai adanya perluasan teknik investigasi sangat rentan disalahgunakan seperti pembelian terselubung atau penjebakan tanpa batasan tindak pidana tertentu, tanpa pengawasan hakim, kewenangan baru seperti penyadapan dan pemblokiran akan bergantung pada subyektivitas penyidik.
“Karena alasan mendesak yang salah satu opsinya itu berdasarkan subyektivitas penyidik siapa yang bisa kemudian mengukur secara jelas apa itu subyektivitas penyidik, secara mudah kita mengakui sebagai terserah penyidik dan ini rentan sekali kemudian disalahgunakan oleh kepolisian,” jelasnya.
Arif menyampaikan bahwa penguatan kewenangan kepolisian dalam KUHAP bertentangan dengan tuntutan reformasi kepolisian. Polisi bahkan ditempatkan sebagai penyidik utama, sehingga berwenang mengkoordinasikan dan mengawasi penyidik dari kementerian lain.
Baca Juga
PMII Kota Semarang Gelar Aksi Tolak KUHAP Baru, Soroti Sejumlah Pasal Bermasalah
“Semua harus atas izin polisi, termasuk ketika nanti membawa perkara ini ke jaksa. Ini bukan hanya soal birokrasi yang panjang, tetapi soal independensi,” katanya.
Sementara itu, Peneliti ICJR Iftitahsari, menjelaskan bahwa KUHAP merupakan mekanisme yang mengatur seluruh proses perkara pidana dari awal hingga akhir. Ia menegaskan bahwa prosedur penangkapan, penggeledahan, penyitaan, hingga pemblokiran digital semuanya berada dalam kerangka pengaturan KUHAP.
“Si barang ini (KUHAP) banyak memberikan kewenangan yang cukup besar kepada negara untuk bisa membatasi hak kita sebagai warga negara, dan itu menjadi masalah sendiri,” katanya.
Ia juga menyoroti proses pembahasan KUHAP yang dinilai berlangsung secara tertutup. Menurutnya, draf KUHAP baru diunggah pada pagi hari saat pengesahan, sehingga masyarakat sipil tidak memiliki waktu yang memadai untuk memberikan catatan kritis dan mendalam.
Baca Juga
KUHAP Dinilai Berpotensi Menggerus Hak Sipil Warga Negara
Lebih jauh, ia mengingatkan bahwa ketika aturan ini disahkan dengan berbagai mekanisme baru dan perubahan signifikan, tanpa aturan pelaksana yang realistis untuk disiapkan dalam waktu hanya satu bulan hingga 2 Januari, maka potensi kekacauan sangat mungkin terjadi.
“Kita punya proyeksi yang cukup rasional melihat bahwa ini tanggal 2 Januari akan menjadi kekacauan,” ujarnya.
Tita mengingatkan pemerintah dan DPR agar mempertimbangkan ulang proses tersebut untuk menggunakan waktu yang tersisa guna menarik kembali KUHAP, membatalkan pengesahan sebelumnya, dan merefleksikan poin-poin substansial yang dinilai bermasalah.
“Substansi-substansi yang cukup fatal itu harus betul-betul diperbaiki,” pungkasnya.
Baca Juga