4 UPDATE UMP 2026 Skema Baru: Buruh Setuju Lebih Adil, Pengusaha Menolak, Presiden Lampu Hijau - Suryamalang.com
4 UPDATE UMP 2026 Skema Baru: Buruh Setuju Lebih Adil, Pengusaha Menolak, Presiden Lampu Hijau - Suryamalang.com
Penulis: Sarah Elnyora | Editor: Sarah Elnyora Rumaropen
Tribunnews/Jeprima
SURYAMALANG.COM, - Rencana penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2026 dipastikan berubah signifikan setelah Presiden Prabowo Subianto memberikan "lampu hijau" untuk skema baru.
Skema baru ini disambut positif oleh serikat pekerja (KSPN) yang menilai UMP dengan skema range merupakan pendekatan yang lebih adil dan berimbang untuk mengatasi kesenjangan upah antar daerah.
Namun, kebijakan ini memicu resistensi dari kalangan pengusaha (Apindo) yang mengingatkan UMP harus kembali ke fungsi dasarnya sebagai batas upah minimal, bukan upah efektif.
Pemerintah sendiri kini tengah memfinalisasi formula dan range kenaikan yang rencananya akan segera diundangkan dalam PP untuk menindaklanjuti Putusan Mahkamah Konstitusi.
Penetapan UMP dengan skema rentang (range) maksudnya adalah kenaikan UMP tidak lagi mengacu pada angka tunggal seperti tahun sebelumnya.
Skema ini memungkinkan kenaikan UMP yang berbeda-beda di setiap daerah, di mana daerah dengan upah rendah akan mendapatkan persentase kenaikan yang lebih tinggi, guna mengatasi kesenjangan upah.
Berikut empat update UMP 2026 selengkapnya:
1. Buruh Setuju Lebih Adil
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), Ristadi menilai, pendekatan penetapan UMP yang tidak lagi menggunakan angka tunggal dan merata se-Indonesia tersebut sudah tepat.
Kebijakan ini dinilai lebih adil dan mendekati prinsip berkeseimbangan.
“Adil dengan pendekatan berkeseimbangan, jika kenaikan upah minimum yang masih rendah menggunakan range yang lebih tinggi daripada upah minimum yang sudah tinggi,” ujar Ristadi, Minggu (30/11) kepada Kontan.co.id (grup suryamalang).
Ristadi menegaskan, langkah Pemerintah Pusat ini patut diapresiasi karena bertujuan agar kesenjangan upah minimum antar daerah tidak semakin melebar.
Artinya, daerah dengan UMP yang sudah tinggi akan mendapatkan batasan persentase kenaikan yang lebih ketat dibandingkan daerah dengan UMP yang masih tertinggal.
"Dengan Pemerintah tidak menaikan upah minimum satu angka samarata se Indonesia, itu menurut kami sudah benar agar kesenjangan upah minimum antar daerah tidak semakin tinggi," tegas Ristadi.
2. Secara Mekanisme Tidak Berubah
Ristadi menambahkan, secara mekanisme prosedural, tahapan kenaikan upah minimum di daerah tidak mengalami perubahan aturan.
Penetapan UMP masih berada di tangan Gubernur setelah dikaji dan direkomendasikan oleh Dewan Pengupahan Provinsi.
Begitu pula dengan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), yang harus melalui kajian Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota dan mendapat rekomendasi kepada Bupati/Walikota sebelum diserahkan ke Gubernur untuk ditetapkan.
"Mekanisme ini yang kami kawal di daerah-daerah. Dengan melakukan perundingan-perundingan di Dewan Pengupahan masing-masing daerah," jelasnya.
Oleh karena itu, menjelang penetapan UMP 2026, upaya utama yang akan ditempuh KSPN adalah memperkuat perundingan dan advokasi di dalam Dewan Pengupahan daerah, guna memastikan skema range diterapkan secara maksimal untuk kepentingan pekerja.
"Mekanisme ini yang kami kawal di daerah-daerah. Dengan melakukan perundingan-perundingan di Dewan Pengupahan masing-masing daerah. Upaya inilah yang kami tempuh," pungkasnya.
3. Pengusaha Menolak Penafsiran UMP Sebagai Upah Efektif
Sebaliknya, rencana pemerintah menerapkan rentang kenaikan UMP 2026 memunculkan penolakan dari kalangan pengusaha, yang minta pemerintah kembali ke konsep dasar.
Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Bob Azam, mengingatkan pemerintah agar penetapan UMP tetap mengacu pada fungsi dasarnya sebagai batas upah minimal.
Bob Azam menilai, UMP tidak semestinya diperlakukan sebagai upah efektif bagi pekerja.
“Penetapan UMP itu hendaknya kembali ke konsep dasarnya. Batas minimal, bukan sebagai upah efektif,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Minggu (30/11/2025).
Bob menegaskan, Apindo akan terus mendorong penetapan upah efektif melalui perundingan bipartite di tingkat perusahaan.
Menurut Bob Azam, upah efektif hasil perundingan langsung antara pekerja dan perusahaan umumnya lebih tinggi daripada UMP yang ditetapkan pemerintah.
Bob Azam menilai, mekanisme ini lebih adil dan fleksibel karena mempertimbangkan kemampuan finansial perusahaan serta produktivitas pekerja.
“Upah efektif bipartite di masing-masing perusahaan dan umumnya lebih tinggi dari upah minimum,” katanya.
4. Presiden Beri Lampu Hijau
Sebelumnya, Menteri Keteranagakerjaan Yassierli mengatakan, pihaknya sudah melapor kepada Presiden Prabowo Subianto untuk ketetapan UMP.
Menurut Yassierli kepala negara menyetujui upah tahun depan ditetapkan tidak satu angka.
"Jadi arahnya tidak satu angka (tunggal) untuk semua seperti tahun lalu. Artinya akan ada range (rentang) dan ada formula," ujar Yassierli dijumpai di Kantor Graha BNI, Jakarta, Jumat (28/11/2025).
Sementara terkait perhitungan rentang alfa masih dalam pembahasan.
Yassierli menegaskan, hal ini masih difinalisasi dalam PP yang rencananya akan diundangkan pekan depan.
Kata Yassierli, Presiden turut menyepakati ketetapan UMP 2026 harus menindaklanjuti keputusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Yassierli menegaskan, putusan MK memberikan kewenangan lebih kepada dewan pengupahan daerah/provinsi untuk mengusulkan kenaikan UMP.
"Kita ingin disparitas antar kota/kabupaten dikurangi. Besaran kenaikan harus memperhatikan kondisi daerah dan provinsi masing-masing," tandas Yassierli.
Pemerintah saat ini sedang merumuskan formula baru penetapan UMP dengan menggabungkan Komponen Hidup Layak (KHL) dan rentang atau range kenaikan yang disesuaikan kondisi tiap daerah.
Dengan sistem ini, kenaikan UMP bisa berbeda jauh antarprovinsi, tergantung kemampuan ekonomi dan industri setempat.
Ikuti saluran SURYA MALANG di >>>>> WhatsApp