Ancaman Nyata Keserakahan, Tesso Nilo Hanya Tersisa 12 Ribu saat Gajah Butuh 20 Ribu Hektare - Halo Riau
Ancaman Nyata Keserakahan, Tesso Nilo Hanya Tersisa 12 Ribu saat Gajah Butuh 20 Ribu Hektare
Ancaman Nyata Keserakahan, Tesso Nilo Hanya Tersisa 12 Ribu saat Gajah Butuh 20 Ribu Hektare
Minggu, 30/11/2025 | 17:26
Gajah di Tesso Nilo terancam.(ilustrasi/int)
JAKARTA - Kerusakan kawasan konservasi Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) di Riau semakin mengkhawatirkan.
Dari total luas awal 81.793 hektare, kini hanya sekitar 12.561 hektare atau 15 persen saja yang masih berfungsi sebagai hutan alami.
Penyusutan ini berdampak langsung terhadap keberlangsungan hidup satwa liar, khususnya gajah Sumatera yang membutuhkan ruang jelajah sangat luas.
Kepala Balai TNTN, Heru Sutmantoro menegaskan, pemulihan ekosistem menjadi prioritas.
Salah satu langkah yang dipilih adalah relokasi masyarakat dari kawasan inti hutan, meskipun masih menghadapi penolakan dari sebagian warga.
“Kami mengambil langkah pengamanan agar kawasan ini dikembalikan fungsinya sebagai konservasi, sebagai rumah untuk satwa liar. Termasuk memulihkan hulu sungai yang rusak dan mencegah banjir. Sosialisasi relokasi juga terus kami lakukan kepada masyarakat,” ujarnya.
Gajah dikenal sebagai satwa dengan kebutuhan ruang yang besar. Mereka menghabiskan 16-20 jam sehari untuk berjalan dan mencari makan.
Menurut data The Elephant Sanctuary, gajah dapat berjalan hingga 30-50 mil setiap hari hanya untuk memenuhi kebutuhan pangan.
Seekor gajah seberat 3.175 kg memerlukan 68-90 kg makanan setiap hari. Karena 50-80 persen nutrisi yang mereka makan tidak tercerna, kotoran gajah justru menjadi pupuk alami yang penting bagi regenerasi hutan.
Selain itu, mereka turut menyebarkan biji tanaman dan menjaga vegetasi agar tidak terlalu rimbun. Dengan kata lain, gajah adalah 'arsitek' ekosistem hutan.
Namun, semua fungsi ekologis ini hanya berjalan jika gajah memiliki ruang jelajah yang memadai.
Di kondisi alami, gajah Asia membutuhkan wilayah 200-1.000 km² sebagai ruang hidup ideal, bergantung pada ketersediaan pakan. Jika dikonversikan, 200 km² sama dengan 20.000 hektare per kawanan gajah.
Artinya, kawasan alami yang tersisa di TNTN saat ini tidak lagi memenuhi kebutuhan ruang hidup gajah. Fragmentasi habitat memperbesar risiko konflik antara gajah dan manusia.
Pemulihan hutan dan relokasi permukiman di dalam kawasan konservasi menjadi langkah mendesak untuk memastikan gajah tidak punah di habitat aslinya.
Upaya ini juga bertujuan mengembalikan TNTN sebagai 'benteng terakhir' ekosistem dataran rendah Sumatera.
Pemeliharaan keanekaragaman hayati tidak hanya menyelamatkan satwa liar, namun juga menjamin keberlanjutan lingkungan bagi generasi mendatang.
Sumber: detik.comSilakan SMS ke 0813 7176 0777
via EMAIL: redaksi@halloriau.com
(mohon dilampirkan data diri Anda)



Berita Lainnya :