Banjir Asia 2025: Sri Lanka Terburuk dalam 20 Tahun, Tragedi Ekologis Terjadi di Sumatra - Tribunnews
Banjir Asia 2025: Sri Lanka Terburuk dalam 20 Tahun, Tragedi Ekologis Terjadi di Sumatra - Tribunnews.com
Ringkasan Berita:
- Banjir Asia 2025 menewaskan 938 jiwa di Sri Lanka, Thailand, dan Indonesia.
- Sri Lanka alami bencana terparah dalam dua dekade, korban tewas 334 orang.
- Sumatra hadapi tragedi ekologis terbesar 35 tahun akibat kerusakan hutan.
- Fenomena La Niña & siklon tropis jadi pemicu hujan ekstrem sepekan penuh.
- Presiden Sri Lanka tetapkan darurat nasional
TRIBUNNEWS.COM - Gelombang banjir Asia 2025 mencatat sejarah kelam: Sri Lanka mengalami bencana terparah dalam dua dekade.
Sementara Sumatra menghadapi tragedi ekologis terbesar dalam 35 tahun yang mengguncang ekosistem dan kehidupan jutaan warga.
Banjir Asia 2025 terjadi pada paruh kedua November 2025, dengan puncak sekitar 24–30 November 2025.
Negara yang terdampak meliputi Indonesia (Sumatra, Aceh, Sumatera Barat, Sumatera Utara), Malaysia, Thailand, Vietnam, Filipina, dan Sri Lanka.
Banjir dipicu oleh kombinasi Siklon Tropis Senyar, Topan Fung-Wong, Topan Kalmaegi, dan Siklon Ditwah, yang bertepatan dengan Monsun Timur Laut serta fenomena La Niña.
Selama sepekan penuh hujan ekstrem dan angin kencang melanda Asia Tenggara dan Asia Selatan.
Korban tewas banjir tropis di Sri Lanka, Thailand, dan Indonesia tembus 938 jiwa. Tim penyelamat, dibantu militer, berpacu mengevakuasi warga dan menyalurkan bantuan.
Banjir Sri Lanka Terparah dalam 20 Tahun

Jumlah korban tewas akibat banjir dan tanah longsor di Sri Lanka yang dipicu Siklon Ditwah meningkat tajam menjadi 334 orang pada Minggu (30/11/2025), menurut Pusat Manajemen Bencana (DMC).
Bencana ini disebut sebagai yang paling mematikan dalam lebih dari 20 tahun.
Kerusakan terparah baru terlihat di wilayah tengah setelah akses jalan yang tertutup longsor dan pohon tumbang berhasil dibuka.
DMC melaporkan lonjakan korban dari 212 orang dalam sepekan, sementara AFP menyebut hampir 400 orang masih hilang dan lebih dari 1,3 juta warga terdampak.
Presiden Anura Kumara Dissanayake menetapkan status darurat nasional.
"Kita menghadapi bencana alam terbesar dan paling menantang dalam sejarah kita. Tentu saja, kita akan membangun negara yang lebih baik dari sebelumnya," ujarnya.
Banjir ini menjadi yang paling mematikan sejak Juni 2003, ketika 254 orang tewas. Meski hujan mulai mereda, Colombo masih terendam dan operasi bantuan skala besar disiapkan.
Siklon Ditwah bergerak ke arah India, sementara lembaga nasional memperingatkan stok darah terbatas dan risiko longsor susulan akibat lereng gunung yang jenuh air.
Tragedi Ekologis Terjadi di Sumatera
Bencana ekologis besar melanda berbagai wilayah Sumatera Utara pada akhir November 2025, termasuk Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, Sibolga, Humbang Hasundutan, Pakpak Barat, Tapanuli Utara, hingga Medan.
Jumlah korban banjir dan longsor di Sumatra (Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat) mencapai 442 orang meninggal dunia dan 402 orang masih hilang menurut data resmi BNPB.
Rincian Korban per Provinsi
Aceh: 96 jiwa meninggal
Sumatera Utara: 217 jiwa meninggal
Sumatera Barat: 129 jiwa meninggal
Total: 442 jiwa meninggal, 402 hilang
Kondisi Terkini
Wilayah terdampak: Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat.
Kerusakan: Rumah, kendaraan, jalan, dan jembatan rusak parah; sejumlah daerah masih terisolir.
Upaya evakuasi: Tim SAR, BNPB, dan militer terus melakukan pencarian korban hilang serta penyaluran bantuan.
BMKG memperingatkan potensi hujan susulan yang bisa memperburuk kondisi banjir dan longsor.
"Dalam tiga dekade terakhir, inilah bencana dengan dampak terluas dan jumlah kejadian terbanyak dalam satu waktu," kata Direktur KSPPM Rocky Pasaribu dalam keterangannya.
Ia menegaskan Tapanuli Tengah dan Tapanuli Selatan paling parah, dengan korban meninggal akibat longsor dan banjir yang merusak permukiman serta infrastruktur.
Rocky menyebut bencana ini bukan sekadar alamiah, melainkan akibat kerusakan hutan di hulu DAS.
Analisis KSPPM menunjukkan sejak 1990–2024, Tapanuli Selatan kehilangan 46.640 hektare hutan alam, sementara Tapanuli Tengah kehilangan 16.137 hektare.
Perubahan tutupan lahan terkait ekspansi sawit, kayu eukaliptus, dan tambang, serta konsesi PT Toba Pulp Lestari di hulu DAS Batang Toru dan Sibundong.
"Akibatnya, ketika hujan deras turun, tanah mudah tererosi, aliran permukaan tidak lagi tertahan, dan muncul jalur-jalur aliran baru yang merusak stabilitas DAS," ucap Rocky.
Ia menegaskan 43 titik bencana berada di hilir kedua sungai, menunjukkan hubungan langsung antara kerusakan hulu dan bencana di hilir.
Rocky menilai tragedi ini sebagai cermin hubungan manusia dengan alam.
"Ketika negara gagal hadir untuk menjaga hutan, rakyat lah yang menanggung akibat paling pahit," katanya.
Ia menambahkan, potongan kayu hanyut bersama banjir menjadi saksi bisu kejahatan ekologis.
Sebagai solusi, Rocky menekankan perlunya langkah tegas: menghentikan pembukaan hutan baru, audit izin konsesi, penindakan pembalakan ilegal, serta reboisasi.
"Pemulihan ekologis tidak dapat ditunda lagi," ujarnya.
Negara-Negara Terdampak
Indonesia
Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat; korban jiwa tertinggi, lebih dari 90 orang.
Malaysia
7 negara bagian termasuk Kelantan, Perlis, Perak, Penang; lebih dari 10 ribu warga terdampak.
Thailand
Banjir bandang dan longsor, korban jiwa signifikan.
Vietnam
korban jiwa hampir setara dengan Indonesia, sekitar 98 orang.
Filipina
terdampak hujan lebat akibat sistem siklon.
Sri Lanka
banjir terparah dalam 20 tahun terakhir, menjadi sorotan regional.
Dampak Utama
Korban jiwa
Lebih dari 600 orang tewas di seluruh kawasan.
Kerusakan
Infrastruktur jalan, jembatan, dan rumah hancur; akses transportasi darat di Aceh dan Sumatra terputus.
Ekologi
Di Sumatra, banjir disebut sebagai tragedi ekologis terburuk dalam 35 tahun, merusak hutan dan ekosistem sungai.
BERITA TERKAIT