Sosial Media
powered by Surfing Waves
0
News
    Home Aceh Banjir Bencana Featured Lintas Peristiwa Nias Spesial Sumatera Tsunami

    Bencana Sumatera Disebut Lampaui Tsunami 2004, Eks BRR Aceh-Nias Ingatkan Pentingnya Usaha Ekstra |Republika Online

    5 min read

     

    Bencana Sumatera Disebut Lampaui Tsunami 2004, Eks BRR Aceh-Nias Ingatkan Pentingnya Usaha Ekstra |Republika Online

    Bencana Sumatera memerlukan penanganan lebih.


    Foto: ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan

    Warga menyeberangi jembatan darurat di Tanjung Raya, Agam, Sumatera Barat, Jumat (5/12/2025). Akses jalan darat di kawasan sekeliling Danau Maninjau yang sempat terputus akibat banjir bandang di lima titik pada Kamis (27/12) lalu saat ini telah bisa dilalui menggunakan sepeda motor.

    REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Bencana Sumatera 2025 ini sudah melampaui tsunami 2004. Hal ini ditinjau dari luas landaan wilayah-wilayah yang terdampak.

    “Kalau di-impose, wilayah landaan bencana Sumatera luasannya setara dengan pulau Jawa-Madura-Bali,” kata eks Deputi Kelembagaan dan SDM Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh-Nias, Sudirman Said.

    Baca Juga

    Said berbicara dalam forum terbuka Sarasehan Daring Pemulihan Andalas. Tajuknya: “Pembelajaran dari Aceh-Nias: Rekoleksi Pengetahuan". Sarasehan digelar di Jakarta, Sabtu (6/12/2025).

    Sudirman yang sekarang juga adalah pengurus pusat PMI (Palang Merah Indonesia), menegaskan, salah satu asas dari PMI adalah kesemestaan atau universalitas.

    Artinya, bencana, di mana pun, itu adalah bencana seluruh dunia. “Nyawa manusia atau kemanusian harus diutamakan ketimbang kepentingan politik,” tegasnya.

    Dirinya ingat betul pesan Kepala Badan Pelaksana BRR, Kuntoro Mangkusubroto, tentang kerja kemanusiaan pascatsunami. Katanya, tidak ada satu pun kekuatan yang mampu membuat kerusakan seperti ini kecuali tangan Tuhan.

    Hanya dengan tangan Tuhan pula tempat ini akan bisa diperbaiki. “Oleh karena itu, jangan pernah kotori tanganmu dengan tindakan yang tidak terpuji di mata Tuhan,” kata Said.

    Sementara itu, eks Direktur Hubungan Luar Negeri dan Donor BRR, Heru Prasetyo, menambahkan, “Yang kita hadapi saat ini menuntut leadership yang barangkali lebih dalam daripada sekadar menangani bencana. Mengingat, yang ditangani di depan mata bukan semata soal manajemen bencana alam, tapi juga bencana lingkungan hidup, dan lain-lain,” ujar Heru.

    photo
    Warga korban banjir di Kel.Sibuluan Terpadu, Kecamatan Pandan, Tapteng, Ahad (7/12/2025). Baznas Kabupaten Tapanuli Tengah menyediakan Pos Layanan Kesehatan BAZNAS untuk warga terdampak bencana banjir bandang dan tanah longsor. Tim medis memberikan pelayanan poli umum, edukasi diagnosis, pemberian obat, dan perawatan luka pascabanjir. Layanan kesehatan menjadi kebutuhan mendesak penyintas banjir di Papteng. Beberapa penyakit yang mulai dikeluhkan para korban banjir di antaranya demam, dermatitis, ISPA, dan cephalgia. - (Edwin Putranto/Republika)

    Halaman 2 / 3

    “Pemulihan Aceh pascatsunami 2025 memang pekerjaan besar,” imbuh Heru, "Tapi, bencana Sumatera lebih dalam daripada tsunami, karena merupakan kombinasi dari tsunami Aceh, Covid-19, Lapindo, dan perubahan iklim.”

    Sementara Eks Kepala BRR Nias William Sabandar menyadarkan kita kembali, bahwa dalam kondisi krisis, pemimpin harus turun. Selain itu, crisis mindset dan sikap mental sense of urgency harus bisa ditanamkan.

    “Leadership itu bukan perkara satu komando saja, melainkan kemampuan untuk mengombinasikan pendekatan jangka pendek (tanggap darurat) dengan pendekatan jangka panjang (rehabilitasi-rekonstruksi).”

    Eks Deputi Keuangan BRR Aceh-Nias, Amin Subekti menambahkan satu elemen penting lagi dari leadership pada masa krisis bencana, yakni kecepatan kerja (speed) dan keluwesan implementasi (flexibility).

    Dia mengungkapkan, pemulihan Aceh-Nias membutuhkan dana sekitar 7 miliar dolar AS. Yang bisa ditopang oleh APBN itu hanya sepertiganya. Selebihnya, berasal dari donor multilateral, lembaga non-pemerintah, dan lain-lain.

    “Artinya, kontribusi dana dari non-APBN itu sangat besar dalam proses Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh-Nias,” ujar dia. “Bagaimana hal tersebut bisa dilakukan? Ya karena dua hal tadi: speed dan flexibility,” kata dia menambahkan.

    “Kita harus menyuarakan ini. Jangan sampai too late and too litter. Ide, pengalaman, dan pengetahuan, kita sudah punya. Yang tidak kita punya hanya otoritas,” kata Said mengajak.

    Dia menyatakan, andai ide dan pengalaman itu bisa diagregasi menjadi satu platform kerja yang bisa didorongkan aplikasinya kepada yang punya otoritas, rasa-rasanya ini akan menjadi sesuatu yang positif.

    Sarasehan diselenggarakan oleh Institut Harkat Negeri, Nalar Institute, dan Centre for Innovation Policy and Governance, berkolaborasi dengan Institut Deliverologi Indonesia dan BRR Institute.

    photo
    Bangkai gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) tertimbun material yang terbawa air saat terjadi banjir di Desa Meunasah Lhok, Pidie Jaya, Aceh, Sabtu (29/11/2025). Bangkai gajah sumatera tersebut ditemukan tertimbun lumpur dan kayu pascabanjir akibat luapan Sungai Meureudu pada Selasa (25/11). - (AP Photo/Reza Saifullah)
    Loading...
    Komentar
    Additional JS