Bersitegang, Jet Tempur Jepang dan China Saling Berhadapan di Atas Pasifik / SindoNews
2 min read
Bersitegang, Jet Tempur Jepang dan China Saling Berhadapan di Atas Pasifik
Senin, 08 Desember 2025 - 06:54 WIB
Jepang dan China saling menyalahkan setelah jet-jet tempur mereka terlibat dua insiden berbahaya di atas Samudra Pasifik. Foto/militarnyi
A
A
A
TOKYO - Jepang dan China saling menyalahkan setelah jet tempur merekaterlibat sedikitnya dua insiden berbahaya di tengah latihan Angkatan Laut China di Samudra Pasifik. Jet-jet tempur mereka saling berhadapan dan berpotensi bertabrakan.
Jepang menjadi pihak pertama yang melaporkan insiden tersebut, dengan menyatakan bahwa jet tempur J-15 China mengarahkan radar kendali tembak mereka ke pesawat tempur F-15J Jepang dalam setidaknya dua kesempatan pada hari Sabtu.
Baca Juga: Seteru China vs Jepang Memanas, Ini Perbandingan Kekuatan Militernya
Kementerian Luar Negeri Jepang mengatakan konfrontasi itu terjadi di atas perairan internasional di sebelah tenggara Okinawa.
“Penyinaran radar seperti ini adalah tindakan berbahaya yang melampaui apa yang diperlukan untuk penerbangan pesawat secara aman,” kata Perdana Menteri Jepang Sanae Takaichi kepada wartawan pada hari Minggu, yang dilansir Russia Today, Senin (8/12/2025).
Dia menambahkan bahwa Tokyo telah melayangkan protes atas tindakan yang dia sebut sebagai “sangat disayangkan”.
Sementara itu, Beijing membantah klaim Tokyo dengan menyatakan bahwa jet tempur Jepang berulang kali mendekati dan mengganggu Angkatan Laut China saat sedang melakukan latihan kapal induk yang sebelumnya telah diumumkan di wilayah tersebut.
“Kami dengan tegas menuntut pihak Jepang segera berhenti melakukan fitnah dan pencemaran nama baik serta secara ketat menahan tindakan garis depannya,” kata juru bicara Angkatan Laut China Kolonel Wang Xuemeng.
Dia memperingatkan, "China akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk secara tegas menjaga keamanan serta hak dan kepentingan sahnya.”
Hubungan antara Beijing dan Tokyo memburuk setelah Takaichi—perdana menteri perempuan pertama Jepang dan seorang konservatif garis keras—menjabat pada akhir Oktober. Dia menyatakan bahwa setiap upaya Beijing menggunakan kekuatan untuk “menyatukan kembali” Taiwan yang berpemerintahan sendiri dapat dianggap sebagai “situasi yang mengancam kelangsungan hidup”, sehingga memicu respons militer berdasarkan hukum Jepang. Pernyataan itu memicu anggapan China bahwa Jepang ikut campur dalam urusan internalnya.
Beijing juga mengecam pernyataan Takaichi sebagai “sangat jahat” dan “sangat provokatif”, dengan mengatakan bahwa hal itu melanggar prinsip "Satu-China" yang mengakui Taiwan sebagai bagian integral dari China.
Beijing memperingatkan bahwa isu Taiwan merupakan urusan internal China, dan setiap upaya Jepang untuk ikut campur akan dianggap sebagai “tindakan agresi” yang dapat memicu pembalasan keras.
Taiwan telah mempertahankan pemerintahan de facto sendiri sejak 1949, namun tidak pernah mendeklarasikan kemerdekaan. China berulang kali menyatakan bahwa tujuan akhirnya adalah “penyatuan kembali secara damai”, tetapi menegaskan tidak akan ragu menggunakan kekuatan jika pulau itu secara resmi memilih untuk memisahkan diri.
Jepang menjadi pihak pertama yang melaporkan insiden tersebut, dengan menyatakan bahwa jet tempur J-15 China mengarahkan radar kendali tembak mereka ke pesawat tempur F-15J Jepang dalam setidaknya dua kesempatan pada hari Sabtu.
Baca Juga: Seteru China vs Jepang Memanas, Ini Perbandingan Kekuatan Militernya
Kementerian Luar Negeri Jepang mengatakan konfrontasi itu terjadi di atas perairan internasional di sebelah tenggara Okinawa.
“Penyinaran radar seperti ini adalah tindakan berbahaya yang melampaui apa yang diperlukan untuk penerbangan pesawat secara aman,” kata Perdana Menteri Jepang Sanae Takaichi kepada wartawan pada hari Minggu, yang dilansir Russia Today, Senin (8/12/2025).
Dia menambahkan bahwa Tokyo telah melayangkan protes atas tindakan yang dia sebut sebagai “sangat disayangkan”.
Sementara itu, Beijing membantah klaim Tokyo dengan menyatakan bahwa jet tempur Jepang berulang kali mendekati dan mengganggu Angkatan Laut China saat sedang melakukan latihan kapal induk yang sebelumnya telah diumumkan di wilayah tersebut.
“Kami dengan tegas menuntut pihak Jepang segera berhenti melakukan fitnah dan pencemaran nama baik serta secara ketat menahan tindakan garis depannya,” kata juru bicara Angkatan Laut China Kolonel Wang Xuemeng.
Dia memperingatkan, "China akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk secara tegas menjaga keamanan serta hak dan kepentingan sahnya.”
Hubungan antara Beijing dan Tokyo memburuk setelah Takaichi—perdana menteri perempuan pertama Jepang dan seorang konservatif garis keras—menjabat pada akhir Oktober. Dia menyatakan bahwa setiap upaya Beijing menggunakan kekuatan untuk “menyatukan kembali” Taiwan yang berpemerintahan sendiri dapat dianggap sebagai “situasi yang mengancam kelangsungan hidup”, sehingga memicu respons militer berdasarkan hukum Jepang. Pernyataan itu memicu anggapan China bahwa Jepang ikut campur dalam urusan internalnya.
Beijing juga mengecam pernyataan Takaichi sebagai “sangat jahat” dan “sangat provokatif”, dengan mengatakan bahwa hal itu melanggar prinsip "Satu-China" yang mengakui Taiwan sebagai bagian integral dari China.
Beijing memperingatkan bahwa isu Taiwan merupakan urusan internal China, dan setiap upaya Jepang untuk ikut campur akan dianggap sebagai “tindakan agresi” yang dapat memicu pembalasan keras.
Taiwan telah mempertahankan pemerintahan de facto sendiri sejak 1949, namun tidak pernah mendeklarasikan kemerdekaan. China berulang kali menyatakan bahwa tujuan akhirnya adalah “penyatuan kembali secara damai”, tetapi menegaskan tidak akan ragu menggunakan kekuatan jika pulau itu secara resmi memilih untuk memisahkan diri.
(mas)