Ekspor China Bangkit, Surplus Perdagangan Melesat Tembus Rp16.693 Triliun - SindoNews
3 min read
Ekspor China Bangkit, Surplus Perdagangan Melesat Tembus Rp16.693 Triliun
Selasa, 09 Desember 2025 - 17:03 WIB
Kendaraan dan truk yang akan diekspor menunggu pengiriman dari pelabuhan di Yantai, Provinsi Shandong, China Timur, pada 2 Januari 2025. FOTO/AP
A
A
A
HONG KONG - Perdagangan luar negeri China menunjukkan pemulihan kuat pada November 2025, ditandai lonjakan ekspor dan surplus perdagangan untuk pertama kalinya menembus USD1 triliun atau sekitar Rp16.693 triliun. Pemulihan ini terjadi setelah ekspor secara tak terduga melemah pada Oktober lalu.
Data bea cukai yang dirilis pada Senin (8/12) mencatat ekspor China tumbuh 5,9 persen secara tahunan pada November, sementara impor meningkat hampir 2 persen. Namun, pengiriman ke Amerika Serikat turun tajam hampir 29 persen. Di tengah melemahnya hubungan dagang dengan AS, Beijing mempercepat diversifikasi pasar ekspor ke Asia Tenggara, Afrika, Eropa, dan Amerika Latin.
"Besarnya kemungkinan bahwa ekspor November belum sepenuhnya mencerminkan pemangkasan tarif, yang dampaknya akan terlihat dalam beberapa bulan mendatang," tulis Kepala Ekonom ING Bank untuk China Raya, Lynn Song, dalam laporannya dikutip dari AP, Selasa (9/12/2025).
Baca Juga: Mantan Menteri Olahraga China Dihukum Mati karena Korupsi Rp556 Miliar selama 15 Tahun
Pada bulan sebelumnya, ekspor China tercatat terkontraksi sedikit di atas 1 persen. Total ekspor global China pada November mencapai USD330,3 miliar, melampaui ekspektasi ekonom, sedangkan impor berada di level USD218,6 miliar.
Kinerja tersebut mendorong surplus perdagangan selama 11 bulan pertama tahun ini mencapai USD1,08 triliun, melampaui rekor penuh tahun 2024 sebesar USD992 miliar, berdasarkan data FactSet.
Sebagian analis menilai perbaikan kinerja ekspor turut dipengaruhi gencatan dagang sementara antara China dan Amerika Serikat yang disepakati Presiden Donald Trump dan Presiden Xi Jinping pada pertemuan akhir Oktober di Korea Selatan. AS menurunkan tarif terhadap sejumlah produk China, sementara China menghentikan pengendalian ekspor yang terkait logam tanah jarang.
Data bea cukai yang dirilis pada Senin (8/12) mencatat ekspor China tumbuh 5,9 persen secara tahunan pada November, sementara impor meningkat hampir 2 persen. Namun, pengiriman ke Amerika Serikat turun tajam hampir 29 persen. Di tengah melemahnya hubungan dagang dengan AS, Beijing mempercepat diversifikasi pasar ekspor ke Asia Tenggara, Afrika, Eropa, dan Amerika Latin.
"Besarnya kemungkinan bahwa ekspor November belum sepenuhnya mencerminkan pemangkasan tarif, yang dampaknya akan terlihat dalam beberapa bulan mendatang," tulis Kepala Ekonom ING Bank untuk China Raya, Lynn Song, dalam laporannya dikutip dari AP, Selasa (9/12/2025).
Baca Juga: Mantan Menteri Olahraga China Dihukum Mati karena Korupsi Rp556 Miliar selama 15 Tahun
Pada bulan sebelumnya, ekspor China tercatat terkontraksi sedikit di atas 1 persen. Total ekspor global China pada November mencapai USD330,3 miliar, melampaui ekspektasi ekonom, sedangkan impor berada di level USD218,6 miliar.
Kinerja tersebut mendorong surplus perdagangan selama 11 bulan pertama tahun ini mencapai USD1,08 triliun, melampaui rekor penuh tahun 2024 sebesar USD992 miliar, berdasarkan data FactSet.
Sebagian analis menilai perbaikan kinerja ekspor turut dipengaruhi gencatan dagang sementara antara China dan Amerika Serikat yang disepakati Presiden Donald Trump dan Presiden Xi Jinping pada pertemuan akhir Oktober di Korea Selatan. AS menurunkan tarif terhadap sejumlah produk China, sementara China menghentikan pengendalian ekspor yang terkait logam tanah jarang.
Meski demikian, aktivitas pabrik China masih menunjukkan penyusutan selama delapan bulan berturut-turut hingga November. Para ekonom menilai terlalu dini untuk menyimpulkan adanya pemulihan permintaan eksternal yang berkelanjutan pascagencatan dagang AS–China.
Dengan ekspor yang kembali stabil, banyak ekonom memperkirakan China tetap berada di jalur mencapai target pertumbuhan ekonomi sekitar 5 persen tahun ini. Pemerintah China sebelumnya telah menetapkan fokus pada penguatan manufaktur berteknologi tinggi dalam lima tahun ke depan, bersamaan dengan peningkatan konsumsi domestik untuk mengurangi ketidakseimbangan ekonomi.
Politbiro Partai Komunis China yang dipimpin Xi Jinping pada Senin membahas rancangan kebijakan ekonomi untuk 2026. Kantor berita Xinhua melaporkan bahwa para pemimpin kembali menegaskan strategi mengejar kemajuan dengan menjaga stabilitas seiring meningkatnya ketidakpastian global.
Xinhua juga mencatat bahwa China perlu memperkuat koordinasi kebijakan ekonomi domestik untuk menghadapi risiko eksternal, termasuk perselisihan dagang yang masih berlangsung. Pelaku usaha kini menunggu Konferensi Kerja Ekonomi Pusat yang akan digelar akhir Desember dan diperkirakan menguraikan prioritas ekonomi tahun mendatang.
"Diversifikasi perdagangan akan tetap menjadi strategi jangka panjang bagi China untuk menghadapi perang dagang dan mengelola tekanan eksternal," kata Chi Lo, Ahli Strategi Pasar Global di BNP Paribas Asset Management.
Baca Juga: Bersitegang, Jet Tempur Jepang dan China Saling Berhadapan di Atas Pasifik
Ia mengingatkan bahwa stabilitas perdagangan global kemungkinan tidak berlangsung lama karena hubungan China-AS masih buntu. Namun, prospek jangka panjang ekspor China tetap dinilai solid oleh sejumlah ekonom. Morgan Stanley memproyeksikan pangsa China dalam ekspor global akan meningkat menjadi 16,5 persen pada 2030, naik dari sekitar 15 persen saat ini. Prediksi ini didorong kekuatan China dalam manufaktur canggih dan sektor pertumbuhan tinggi seperti kendaraan listrik, robotika, serta teknologi baterai.
"Terlepas dari ketegangan perdagangan yang terus berlanjut, proteksionisme, dan negara-negara G20 yang semakin agresif dengan kebijakan industrinya, kami meyakini China akan meraih pangsa lebih besar di pasar ekspor barang global," kata Kepala Ekonom Asia Morgan Stanley, Chetan Ahya.
(nng)