Greenpeace Tunggu Menhut Tindak Perusahaan Diduga Pemicu Banjir Sumatra, Termasuk Milik Prabowo? - Tribunnews
Greenpeace Tunggu Menhut Tindak Perusahaan Diduga Pemicu Banjir Sumatra, Termasuk Milik Prabowo? - Tribunnews.com
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/tribunnews/foto/bank/originals/Prabowo-tinjau-jembatan-rusak-di-Aceh.jpg)
Ringkasan Berita:
TRIBUNNEWS.COM - Ketua Tim Kampanye Hutan Greenpeace, Arie Rompas, menunggu Kementerian Kehutanan (Kemenhut) menindak perusahaan-perusahaan besar yang diduga menjadi pemicu terjadinya banjir dan longsor di 3 wilayah Sumatra, yakni Aceh, Sumatra Utara (Sumut), dan Sumatra Barat (Sumbar).
Menteri Kehutanan (Menhut), Raja Juli Antoni, sebelumnya telah menyegel 4 dari 12 perusahaan penguasa lahan di kawasan Sumatra yang diduga menjadi penyebab bencana di Sumatra itu, setelah Penegakan Hukum (Gakkum) Kehutanan mendalami dugaan pelanggaran kehutanan di kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Toru, Sumatra Utara. Sementara 8 perusahaan lainnya belum diungkap dan belum disegel.
4 perusahaan yang telah disegel itu adalah areal konsesi TPL Desa Marisi, Kecamatan Angkola Timur, PHAT Jhon Ary Manalu Desa Pardomuan, Kecamatan Simangumban, Kabupaten Tapanuli Utara, PHAT Asmadi Ritonga Desa Dolok Sahut, Kecamatan Simangumban, Kabupaten Tapanuli Utara, dan PHAT David Pangabean Desa Simanosor Tonga, Kecamatan Saipar Dolok Hole, Kabupaten Tapanuli Selatan.
Arie menyebut ada ribuan perizinan perusahaan yang mengelola hutan yang menyebabkan deforestasi hingga menyebabkan bencana banjir dan longsor ini.
"Kalau kami melihat di Sumatra yang tiga wilayah itu, Sumatra Barat, Sumatra Utara, dan Aceh, itu ada hampir 1300-an izin-izin yang memang berkontribusi terhadap deforestasi. Nah, memang ada beberapa, tentu ya, kita ketahui ada beberapa nama-nama yang memang terhubung gitu ya," ungkap Arie, dikutip dari YouTube Kompas TV, Selasa (9/12/2025).
"Misalnya salah satunya TPL gitu, itu punya Sukanto Tanoto dan itu memang sudah lama sekali dan dia menjadi konglongmerat yang kemudian mengakumulasi investasi yang sudah lama di sana gitu," sambungnya.
Selain 12 perusahaan itu, di tengah bencana banjir ini, Lahan Hutan Tanaman Industri (HTI) di Aceh Tengah, Bener Meriah, Bireuen, dan Aceh Utara, yang diduga dimiliki Prabowo melalui PT Tusam Hutani Lestari (PT THL) juga disorot.
Perusahaan yang diduga milik Prabowo itu sebelumnya dituding oleh Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) sebagai salah satu perusahaan yang menjadi pemicu banjir di Sumatra, karena konsesi milik Prabowo ini berdiri berdampingan dengan puluhan izin tambang, HTI, Hak Pengusahaan Hutan (HPH), dan kebun sawit berskala raksasa yang menggerus tutupan hutan di pegunungan dan hulu sungai.
Sehingga merusak daerah tangkapan air dan melemahkan kemampuan alam menahan limpasan hujan. Keberadaan PT THL ini bahkan sempat diprotes warga karena merampas ruang hidup mereka dan mengubah hutan adat menjadi kebun industri pinus yang menjadi bahan baku bubur kertas.
JATAM mengatakan konsesi HTI milik PT THL itu menguasai 97.000 hektare hutan di Aceh Tengah, Bener Meriah, Bireuen, dan Aceh Utara.
Oleh karena itu, Arie lantas mempertanyakan, apakah Menhut berani menindak perusahaan yang disebut milik Prabowo itu, jika memang terbukti menjadi salah satu yang berkontribusi atas besarnya dampak banjir dan longsor di Sumatra.
Hal ini, menurut Arie, menjadi tantangan tersendiri bagi Raja Juli dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai Menhut untuk menindak tegas perusahaan-perusahaan yang diduga memicu banjir bandang di Sumatra.
"Ada perusahaan-perusahaan besar, termasuk punya Pak Prabowo yang di Aceh ya. Nah, ini coba menjadi tantangan bagi Kementerian Kehutanan gitu ya, apakah kemudian dia berani gitu mencabut (izin) jika terjadi evaluasi-evaluasi bahwa salah satu perusahaan Prabowo di Aceh itu juga berkontribusi terhadap banjir," paparnya.
"Nah, ini menjadi tantangan bagi Menteri Kehutanan Pak Juli untuk bisa menunjukkan bahwa dia betul-betul menjalankan fungsinya dengan berani menindak siapapun," kata Arie.
PSI Sebut Lahan Prabowo Sudah Diberikan untuk Konservasi Gajah
Sementara itu, Politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Faldo Maldini, menjelaskan kepemilikan lahan HTI oleh Prabowo itu sudah diserahkan kepada negara untuk konservasi gajah.
"Jadi ini perlu kami luruskan bahwa memang konsesi yang Pak Prabowo miliki yang 90.000 hektare itu sudah diberikan ke negara untuk konservasi gajah dan Satgas PKH (Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan dan Pertambangan) itu sudah menyita 4 juta sawit ilegal, 66.000 hektare, 60 kali luas DKI Jakarta," papar Faldo saat menanggapi pernyataan Arie.
Menurut Faldo, saat ini yang paling penting adalah mengawal penegakan hukum yang sedang berjalan terkait bencana yang terjadi di Sumatra.
"Kami kira itu perlu kita luruskan di saat seperti ini. Kami kira lebih baik kita sama-sama memastikan penegakan hukum berjalan, tidak memprovokasi, mudah-mudahan ini cepat kelar. Penegakan hukum harga mati, kita dukung Kementerian Kehutanan bekerja dengan benar," ujarnya.
Pada 19 Juni 2025 lalu, Raja Juli menyambangi Kabupaten Bener Meriah, Aceh Tengah untuk mengecek progres pembangunan konservasi gajah Sumatra di lahan yang sudah diberikan Prabowo tersebut.
Prabowo diketahui menyumbang 20 ribu hektare untuk program konservasi gajah Sumatra itu dan nantinya, lahan tersebut dikelola World Wide Fund for Nature (WWF).
Kala itu, Raja Juli mengatakan Prabowo membuka peluang menyumbang lahan miliknya hingga 80 ribu hektare bila diperlukan untuk program konservasi gajah, di mana program konservasi itu diharapkan dapat menyelesaikan konflik gajah dan manusia di Aceh.
Apakah Lahan HTI Itu Benar Milik Prabowo?
Kepemilikan Prabowo atas PT THL itu sebelumnya diperkuat dengan adanya sejumlah teman dekat sang presiden yang menjabat posisi penting di perusahaan tersebut.
Seperti Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Hadi Prasetyo yang diketahui juga pernah menjabat sebagai Dirut PT THL periode 2016-2020, kemudian digantikan Eddy Prabowo eks Menteri Perikanan dan Kelautan era Joko Widodo (Jokowi) yang juga dekat dengan Prabowo.
Namun, Eddy dicopot dari jabatannya setelah dianggap menerima suap terkait pengurusan izin budidaya lobster dan ekspor benih benur lobster (BBL) sebesar Rp25,7 miliar dari para eksportir benih benur lobster dan dipidana 5 tahun penjara, tetapi kini telah bebas bersyarat pada Agustus 2023.
Dalam debat Pilpres 2019 lalu, kepemilikan lahan HTI ini juga sempat disinggung oleh Joko Widodo (Jokowi) saat menjadi rival Prabowo.
"Saya tahu Pak Prabowo memiliki lahan yang sangat luas di Kalimantan Timur sebesar 220 ribu hektar, juga di Aceh Tengah 120 ribu hektar," kata Jokowi saat debat Pilpres 2019 di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu (17/2/2019), dilansir Kompas.com.
Prabowo pun mengakui dia memang memiliki lahan di dua wilayah itu, tapi dia menyebut hanya memiliki hak guna usaha (HGU) saja untuk lahan tersebut.
Ditegaskan Prabowo, lahan itu milik negara dan dia mengaku tidak masalah jika lahannya di Kalimantan Timur dan Aceh Tengah suatu saat diminta oleh negara.
"Itu benar, tapi itu HGU (hak guna usaha), itu milik negara, setiap saat negara bisa ambil kembali, kalau untuk negara, saya rela kembalikan itu semua. Tapi, daripada jatuh ke orang asing, lebih baik saya yang kelola karena saya nasionalis dan patriot," kata Prabowo kala itu.
Saat Pilpres 2024, Anies Baswedan yang saat itu menjadi rival Prabowo juga mengungkit kembali soal kepemilikan lahan Prabowo sebesar 340 hektare di Kalimantan Timur dan Aceh Tengah.
Namun, pada waktu itu, Prabowo menyatakan data yang disampaikan oleh Anies tersebut salah.
Anies pun dilaporkan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) setelah menyinggung kepemilikan lahan Prabowo itu, karena diduga melanggar Pasal 280 ayat (1) huruf c Jo. Pasal 521 Undang-Undang Pemilu dan Pasal 72 ayat (1) huruf c Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 20 Tahun 2023 Tentang Kampanye Pemilu.
Laporan tersebut dilayangkan kelompok yang menamai diri Pendekar Hukum Pemilu Bersih (PHPB) ke Bawaslu RI.
Begitu pun dengan Jokowi, karena menyinggung tanah Prabowo, dia juga pernah dilaporkan dengan permasalahan yang sama pada masa Pilpres 2019.
Mengenai kepemilikan lahan ini, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Aceh saat itu, Syahrial, membenarkan Prabowo memang memiliki lahan di Aceh Tengah.
Syahrial mengatakan, lahan itu berstatus HTI yang berada di Aceh Tengah dan Bener Meriah dengan luas area 93 ribu hektare dan kepemilikan lahan HTI itu diperoleh Prabowo dari pembelian saham PT Tusam Hutan Lestari milik pengusaha Bob Hasan.
Pembelian saham itu dilakukan saat masa penjualan aset tunggakan kredit bank yang dilakukan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), ketika Indonesia dilanda krisis moneter pada 1997-1998 lalu.
Kemudian, kata Syahrial, izin penggunaan lahan HTI PT THL itu diberikan sekitar 35 tahun.
Adapun izin penggunaan lahan untuk HTI dengan jenis tanaman pinus dan ekaliptus, untuk bahan baku kertas bagi PT Kertas Kraft Aceh (KKA) yang diberikan pemerintah kepada PT THL.
Menurut Syahrial, izin ini tidak tunggal kepada PT THL, tapi bekerja sama dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Inhutani IV milik Kementerian Kehutanan.
Namun, berbeda dengan keterangan Syahrial, JATAM dalam artikelnya saat Pilpres 2024, mengungkapkanbahwa bisnis PT THL Prabowo memiliki luas areal kerja 97.300 hektar yang berada di Aceh Tengah, Bener Meriah, Bireuen, dan Aceh Utara.
JATAM mencatat PT THL memiliki Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Tanaman Industri (IUPHHK-HTI) berdasarkan SK.556/KptsII/1997. Izin perusahaan tersebut berakhir pada 14 Mei 2035.
(Tribunnews.com/Rifqah/Pravitri)