Hasil Citra Satelit, Menteri Lingkungan Hidup Ungkap Aktivitas Pemanfaatan Lahan di Area Hulu
Hasil Citra Satelit, Menteri Lingkungan Hidup Ungkap Aktivitas Pemanfaatan Lahan di Area Hulu
FAJAR.CO.ID, BOGOR -- Dugaan penyebab bencana banjir bandang dan tanah longsor di Sumatera mulai coba disimpulkan. Salah satunya menggunakan citra satelit.
Menteri Lingkungan Hidup sekaligus Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (LH/BPLH), Hanif Faisol Nurofiq, mengungkap bahwa hasil analisis citra satelit mengungkap adanya perubahan bentang alam.
Berdasarkan kajian awal menggunakan citra satelit, ditemukan indikasi perubahan signifikan pada area hulu, yang kini banyak berubah menjadi lahan kering akibat berbagai aktivitas pemanfaatan lahan.
Ia mengungkapkan bahwa terdapat sejumlah aktivitas perusahaan di wilayah hulu, mulai dari hutan tanaman industri, pembangunan PLTA, perkebunan kelapa sawit, hingga PBBH.
“Saya melihat di citra satelit ada perubahan landscape. Bahkan di beberapa titik ada kayu-kayu sebelum kejadian. Dokumen ini menjadi dokumen awal kami,” ujar Hanif.
Hanif menegaskan bahwa KLHK akan melakukan pembahasan lanjutan dan berencana meninjau langsung lokasi terdampak bencana pada Kamis mendatang untuk mendapatkan gambaran konstruksi kasus secara lebih menyeluruh.
“Secara umum dari kajian peta, bagian hulu itu benar-benar sudah menjadi kebun lahan kering, budi daya pertanian kering. Di beberapa tempat juga terlihat sawit baru,” jelasnya.
Ia menyebut kondisi bentang alam di kawasan Batang Toru sebagai salah satu sorotan utama.
Meskipun curah hujan tertinggi terjadi di Aceh, bentuk bentang alam Batang Toru yang cekung menyebabkan aliran air terakumulasi lebih cepat dan memperburuk dampak banjir bandang.
Terkait keberadaan infrastruktur Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) di sepanjang aliran sungai, Hanif memastikan bahwa pihaknya akan melakukan pendalaman lebih lanjut.
Ia menambahkan bahwa penanganan kasus lintas sektor akan dikoordinasikan antar-kementerian, sementara aspek penegakan hukum tetap berada di bawah wewenang KLHK.
Untuk menghitung potensi kerugian ekonomi akibat bencana, KLHK telah meminta sejumlah perguruan tinggi menyusun kajian ilmiah.
“Kerja sama dengan sejumlah universitas dilakukan melalui PKS, memanfaatkan keahlian akademisi dan praktisi bersertifikat untuk memastikan hasil yang akurat,” tuturnya.
Pada tahap penyelidikan, Hanif menilai bahwa karakteristik kasus banjir bandang di Sumatera berbeda dari banjir di Bekasi maupun Ciliwung. Jika penyebab banjir di Ciliwung sulit diidentifikasi karena banyaknya bangunan vila, maka jejak sumber kerusakan di Batang Toru dinilai lebih terlihat.
“Dari citra satelitnya sudah kelihatan. Ini berbeda dengan Ciliwung. Kalau di Batang Toru, itu jelas ada,” imbuhnya.
Hanif menargetkan proses kajian dan penyelidikan dapat rampung dalam tiga bulan. Ia menekankan pentingnya ketepatan waktu agar penanganan tidak kehilangan momentum.
“Tiga bulan lah mudah-mudahan. Kalau lebih daripada itu nanti masuk angin, kita lupa. Biasanya kalau tanah sudah kering, kita lupa semua,” pungkasnya. (fajar)
