Sosial Media
powered by Surfing Waves
0
News
    Home Benjamin Netanyahu Dunia Internasional Iran IRGC Netanyahu

    Jenderal Senior IRGC Ungkap Trump dan Netanyahu Berkomplot Dukung Kudeta Iran - SindoNews

    4 min read

     

    Jenderal Senior IRGC Ungkap Trump dan Netanyahu Berkomplot Dukung Kudeta Iran

    Kamis, 11 Desember 2025 - 07:41 WIB

    Presiden AS Donald Trump dan PM Israel Benjamin Netanyahu dituding telah berkomplot mendukung kudeta di Iran. Foto/Iran International
    A
    A
    A
    TEHERAN - Seorang jenderal senior Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) Iran mengungkap bahwa Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu telah berkomplot mendukung kudeta di negara Islam tersebut. Menurutnya, rencana rumit untuk kudeta telah disusun selama perang Juni lalu.

    “Pada 14 Juni, sebuah pertemuan diadakan di salah satu negara Eropa—saya tidak akan menyebutkannya. Pertemuan itu berlangsung selama 12 jam. Semua elemen anti-revolusioner, agen-agen dinas Amerika dan Israel, dan para pemimpin oposisi—termasuk separatis, pendukung monarki, dan bahkan pemimpin ISIS—hadir,” kata Mayor Jenderal Ebrahim Jabari, penasihat Panglima Tertinggi IRGC, dalam sebuah konferensi di Teheran, seperti dikutip dari Iran International, Kamis (11/12/2025).

    “Di bawah arahan Trump dan Netanyahu, mereka merencanakan bahwa jika serangan dimulai, elemen-elemen ini akan memasuki negara kita dari berbagai titik di sepanjang perbatasan,” imbuh dia, seraya mengatakan bahwa pertemuan tersebut bertujuan untuk membentuk “pemerintahan dalam pengasingan".

    Baca Juga: Tandingi Iran, AS dan Israel Latihan Perang Gabungan di Timur Tengah

    Washington telah mengadakan lima putaran negosiasi dengan Teheran mengenai program nuklir Iran yang kontroversial awal tahun ini, di mana Presiden Donald Trump menetapkan ultimatum 60 hari.

    Ketika kesepakatan tidak tercapai hingga hari ke-61, Israel melancarkan serangan militer mendadak pada 13 Juni, diikuti oleh serangan AS pada 22 Juni yang menargetkan fasilitas nuklir utama di Isfahan, Natanz, dan Fordow.

    Para Pendukung Monarki Ditangkap


    Jabari merujuk pada kasus pembelotan militer dan mengatakan bahwa mereka yang terlibat dalam “menjalankan dan mengoperasikan” rencana kudeta tersebut telah ditahan.

    “Intelijen Iran menangkap sekitar 123 pemimpin kelompok monarkis yang disebut ‘Garda Javidan’ (Pengawal Abadi). Pihak berwenang juga menahan para pemimpin yang telah memeluk agama Kristen yang sebelumnya direkrut oleh dinas luar negeri,” kata Jabari.

    Garda Javidan adalah salah satu unit militer paling elite dari dinasti Pahlavi yang digulingkan, yang bertanggung jawab untuk melindungi Shah, keluarga kerajaan, dan istana-istana utama, khususnya kompleks Istana Niavaran.

    Namanya terinspirasi oleh Garda Javidan era Akhemenid, sebuah kelompok militer yang menurut catatan sejarah kuno memiliki kekuatan dan keberanian di medan perang.

    Pada bulan-bulan terakhir monarki, Garda Javidan dikerahkan melawan para demonstran di tengah meningkatnya kerusuhan revolusioner, tetapi pada akhirnya tidak mampu mencegah keruntuhan pada tahun 1979 dan kemenangan Revolusi Islam.

    “Konspirasi ini adalah bagian dari rencana jangka panjang AS dan Israel. Persiapan dimulai 22 tahun yang lalu dan diintensifkan delapan tahun yang lalu melalui perekrutan massa domestik,” kata Jabari.

    Video yang beredar bulan lalu di media sosial menunjukkan seorang pria yang memperkenalkan dirinya sebagai Kolonel Ebrahim Aghaei Kamazani, menyampaikan pidato kepada rakyat Iran dan menyerukan mereka untuk menggulingkan pemimpin mereka.

    “Kita juga berperan dalam kehancuran negara melalui ketidakpedulian kita. Bangkitlah pada 25 November. Rakyat, dengarkan suara putramu. Hidup Shah; hidup Iran,” katanya. Tidak jelas apakah seruan itu baru atau dia adalah seorang perwira militer sejati.

    Merekrut Preman


    Jabari mengatakan agen-agen direkrut di dalam Iran setelah pelatihan di luar negeri sebelum kembali sebagai agen operasional.

    “Individu-individu ini dibawa ke Turki, Dubai, Qatar, dan negara-negara lain untuk mengikuti kursus dan pelatihan politik yang biayanya mencapai USD25.000 per orang, dengan korupsi dan immoralitas digunakan sebagai umpan,” tegasnya.

    “Israel sebelumnya membunuh ilmuwan nuklir Iran secara langsung, tetapi sekarang menggunakan ‘preman’ Iran yang dilatih di luar negeri," paparnya.

    Setidaknya sejak tahun 2010, Israel diduga telah melakukan puluhan serangan di dalam Iran, menargetkan instalasi nuklir dan militer yang sensitif dan melakukan pembunuhan terhadap individu yang dianggap sebagai ancaman.

    Serangan-serangan ini meningkat setelah Juli 2020, ketika sebuah ledakan di lokasi pengayaan uranium Natanz menghancurkan sebuah bangunan.

    Pada November tahun itu, Mohsen Fakhrizadeh, tokoh kunci dalam program nuklir Iran, dibunuh dalam serangan di pinggir jalan dekat Teheran.

    Intelijen Barat dan Israel telah lama mencurigai Fakhrizadeh sebagai arsitek program senjata nuklir rahasia Iran.

    Serangan Israel pada bulan Juni menewaskan lebih dari 20 komandan senior, termasuk Mohammad Bagheri, Kepala Staf Angkatan Bersenjata Iran; Hossein Salami, Panglima Tertinggi IRGC; dan Gholamali Rashid, Kepala Markas Besar Pusat Khatam al-Anbiya.

    Selain ratusan personel militer yang tewas, serangan Israel juga menewaskan ratusan warga sipil. Serangan balasan Iran menewaskan 32 warga sipil Israel dan seorang tentara yang sedang tidak bertugas.
    (mas)
    Komentar
    Additional JS